Imunisasi Sebelum Menikah Menurut Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Imunasi merupakan ightiar yang dilakukan untuk memperbaiki dan mencegah datangnya penyakit sehingga kita mampu mempertahankan kehidupan. Imunisasi dalam ajaran islam diperbolehkan seperti halnya layanan iklan imunisasi yang sudah dijelaskan oleh pihak kementerian agama Republik Indonesia. Anda bisa mempelajari juga hal lain mengenai doa untuk orang menikah .

Imunisasi memang semakin berkembang pada zaman yang semakin modern ini seiring dengan muncul dan berkembangnya berbagai macam penyakit. Sebagai ilmuwan sekaligus peneliti, pastinya dituntut untuk berinovasi secara terus menerus untuk menekan bakteri serta virus yang dapat membahayakan kehidupan manusia.

Imunisasi diperbolehkan di dalam Islam dengan catatan bahan – bahan yang digunakan adalah dari sumber yang sudah dipastikan kehalalannya. Mungkin jika bahan yang digunakan untuk pembuatan vaksin dari bagian tubuh seperti halnya babi akan menimbulkan pendapat lain. Anda bisa mempelajari hal lain mengenai suntik tt sebelum menikah menurut islam.

Pada artikel kali ini saya akan membahas lebih dalam mengenai imunisasi sebelum menikah menurut islam yang mungkin bisa anda jadikan sebagai referensi, yuk kita simak penjelasannya bersama – sama sebagai berikut.

Saat – saat terakhir Rasulullah sebelum wafat, waktu itu beliau sedang berkhutbah pada momen pelaksanaan haji wada (haji yang terakhir / perpisahan) dan memberikan sebuah wasiat kepada para umatnya dengan penjelasan seperti di bawah ini :

“Aku tinggalkan kepadamu dua perkara. Kamu tidak akan tersesat selamanya selagi berpegang teguh keduanya, yaitu kitabullah (Alquran) dan Sunnah Rasulnya – al-Hadis; Iwan Gayo, 2008: 36). Oleh karena masalah vaksinasi-imunisasi belum terjadi pada masa Rasulullah, maka belum ada petunjuk sedikitpun tentang imunisasi. Terhadap masalah yang bersifat kontemporer menjadi lapangan dan lahan bagi para ulama untuk melakukan ijtihad menemukan solusi hukum perkara tersebut haram atau halal, baik atau buruk, bermanfaat atau berbahaya bagi kesehatan.”

Pro dan Kontra Mengenai Hukum Dari Imunisasi

Berikut ini terdapat 2 pandangan secara garis besar mengenai hal – hal yang berhubungan dengan imunisasi

A. Halal

Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa vaksinasi atau pun imunisasi termasuk dalam kategori halal. Pada dasarnya vaksinasi atau pun imunisasi diperbolehkan alias dihalalkan karena alasan – alasan seperti halnya, imunisasi memang sangat diperlukan untuk menunjang penelitian – penelitian para ilmuwan khususnya pada bidang ilmu kedokteran.

Kemudian belum ditemukan bahan – bahan lainnya yangb termasuk dalam kategori mubah, banyak digunakan dalam  keadaan darurat, sesuai dengan dasar – dasar kemudahan pada syariat ketika mengalami kondisi kesulitan. Ayat di bawah ini sudah menjelaskan dengan sangat jelas mengenai prinsip dasar dari suatu kemudahan dalam proses berjalannya pelaksanaan syariat Islam.

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Baqarah/2 : 172)

Dari ayat di atas bisa diambil kesimpulan jika kita makan makanan yang seharusnya masuk dalam kategori haram seperti halnya makan daging babi yang sudah diolah akan berubah menjadi halal pada saat memang sudah tidak ada lagi makanan selain daging babi.

Namun dengan catatan hanya boleh makan secukupnya saja, yakni untuk sekedar bertahan hidup, bukan dalam arti makan babi yang sudah diolah dalam berbagai olahan kuliner dan bebas untuk memilih sesuka hati kita sehingga akan memunculkan berbagai macam aroma serta citarasa dengan tujuan untuk pesta atau makan – makan bersama.

Kemudian perlu anda ingat bahwasannya banyak terjadi pada seorang muslim yang terlihat hidup di daerah perkotaan, seperti halnya hidup di suatu asrama yang mewah namun ia sedang mengalami kondisi darurat secara terus menerus, yakni setiap harus ia hanya bisa makan makanan yang selalu mengandung berbagai unsur babi atau pun mengandung alkohol. Bisa dikatakan ia sama halnya seorang muslim yang tengah melakukan studi di luar negeri dimana di tempat ia studi jauh dari suasana Islam.

Dalam kondisi seperti itu, maka ia diperbolehkan makan makanan seadanya setiap harinya seperti halnya mereka yang memang penduduk asli wilayah tersebut dan notabene non muslim. Namun sesudah ia menyelesaikan segala urusan studi nya dan ia kembali pulang ke daerah asalnya, maka ia wajib makan makanan seperti sedia kala.

Ia wajib kembali memakan makanan yang halal saja. Dengan demikian, jika dihubungkan dengan kasus imunisasi yang mungkin beberapa dibuat dari bahan-bahan najis diperbolehkan untuk dilaksanakan terhadap keluarga – keluarga muslim karena memang belum terdapat vaksin dengan bahan halal.

Berhubungan dengan benda – benda yang termasuk najis ini, perlu dijelaskan juga mengenai imunisasi meningitis yang wajib dilakukan bagi para calon jamaah haji. Pemerintah Arab Saudi hanya memperbolehkan jamaah haji asal non Arabia apabila telah mempunyai sertifikasi imunisasi meningitis.

Disisi lain vaksin meningitis ini terdapat kandungan unsur babi. Bagi para jamaah haji dari Indonesia, vaksin yang harus diinjeksikan ke dalam tubuh para calon jamaah haji merupakan jenis meningitis tetravalent yang diproduksi oleh Glaxo Smith Kline, Belgia.

Kenyataannya hasil yang didapat dalam bentuk formula akhir dan sudah siap pakai, vaksin meningitis ini sudah dipastikan telah steril dari enzim babi. Pada dasarnya enzim babi tersebut hanya dipakai dalam hal proses pembuatan formula vaksin meningitis saja (Majlis Tarjih Jateng, 2010 : 6).

Namun meskipun demikian masih ada yang merasa keberatan untuk memakainya, pendapat mereka malah lebih baik tidak melaksanakan ibadah haji dari pada harus menyuntikkan benda najis ke bagian dalam tubuh yang pada dasarnya tidak bisa disucikan dengan cara syariat yang ada.

Jika pendirian dan keputusan seperti itu sudah dijadikan sebagai kebijakan resmi yang diputuskan oleh para kaum muslimin, tentu saja tidak ada satu orang Islam pun yang akan melaksanakan ibadah haji, khususnya bagi mereka yang berasal dari non Arab.

Oleh sebab itu, agar setiap muslim bisa melaksanakan ibadah haji, dengan syarat mampu, maka sudah menjadi suatu keharusan memakai vaksin meningitis seperti halnya yang sudah disyaratkan oleh pemerintah Saudi Arabia dan harus kita terima. Hal tersebut bisa dikatakan sebagai sesuatu yang darurat. Sesuatu yang darurat bisa dikategorikan halal. Anda bisa mempelajari hal lain mengenai menikah di kua dengan wna.

B. Haram

Para ulama, pemikir, mujtahid ada yang memutuskan untuk menghukumi imunisasi sebagai sesuatu yang haram terhadap tindakan imunisasi. Pendapat yang mereka ajukan ialah karena sudah memasukkan benda najis dan bahkan ada sebagian racun ke dalam anggota tubuh manusia.

Manusia diciptakan sudah mempunyai kemampuan alami untuk melawan berbagai mikroba, virus, atau pun bakteri asing yang berbahaya. Berbeda halnya dengan mereka yang termasuk golongan orang kafir yang mempunyai pendirian bahwa manusia adalah makluk lemah dan perlu imunisasi guna memperbaiki ketahanan tubuhnya.

Paham  orang barat yang kemudian seiring dengan perkembangan zaman mulai masuk masuk ke Indonesia seperti halnya melalui sajak Chairil Anwar tentang ‘Aku’. Di dalam sajak tersebut sudah dijelaskan bahwa manusia hanyalah binatang jalang dari kumpulan yang terbuang.

Selain itu, dari pendapat lainnya bahwa manusia sebagai binatang yang sudah berakar sejak zaman filsafat Yunani purba terdahulu. Aristoteles menjelaskan bahwa manusia dikatakan sebagai binatang yang berpikir.

Pesan tersirat dari pernyataan tersebut sudah jelas bahwa manusia hanyalah seekor binatang. Jadi tidak menjadi suatu masalah besar sama sekali apabila di dalam anggota tubuhnya diberikan sesuatu yang menurut syariat dianggap sebagai benda-benda najis.

Solusi yang sudah diajukan guna meningkatkan daya tahan tubuh balita ialah hanya untuk menghindari tindakan imunisasi pada banyak balita atau pun manusia pada umumnya, kemudian bisa langsung diterapkan sesuai dengan syariat tahnik.

Menggunakan syariat tahnik terhadap balita yakni, dengan cara memasukkan buah kurma yang sudah dikunyah sampai benar – benar lembut, atau bisa juga dengan cara memasukkan madu ke bagian dalam rongga mulut balita pada saat melakukan prosesi aqiqah yang disunahkan dilaksanakan pada hari ke tujuh setelah kelahiran anak.

Tahnik bisa disebut  sebagai imunisasi. Ada tambahan penjelasan lagi bahwa pada masa Nabi tidak ditemukan satu pun anak yang diberikan vaksinasi. Namun pada kenyataannya mereka tetap dalam kondisi sehat dan juga banyak yang bisa bertahan bahkan berumur panjang. Jadi untuk usia rata – rata pada masa Rasulullah sampai masa sekarang kurang lebihnya sama saja. Anda bisa juga mempelajari hal lain mengenai hukum nikah siri dalam islam

Dapat diambil kesimpulan bahwa artikel mengenai imunisasi sebelum menikah menurut islam di atas yang diulas secara detail dan dikemas dengan menarik, diharapkan bisa membantu memudahkan dalam mempelajari serta memahaminya lebih dalam lagi.

Sehingga nantinya mungkin bisa dijadikan sebagai bahan referensi yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari – hari dan menambah wawasan bagi anda. Sampai disini dulu ya artikel kali yang membahas mengenai imunisasi sebelum menikah menurut islam. Semoga bisa bermanfaat bagi anda dan terima kasih sudah meluangkan sedikit waktu untuk membaca artikel saya ini.

fbWhatsappTwitterLinkedIn