Bulan Safar merupakan bulan kedua dalam kalender islam. Orang-orang mendefinisikan bulan Safar sebagai kekosongan. Hal ini didasarkan pada sejarah islam di Arab Saudi yang menjelaskan kebiasaan masyarakat Arab jaman dahulu yang kerap mengosongkan rumahnya untuk pergi berperang pada bulan Safar. Selain itu, orang Arab jahiliyah juga meyakini bahwa bulan Safar merupakan bulan yang penuh malapetaka. Dan sayangnya, keyakinan ini masih terbawa hingga saat ini di beberapa kalangan umat islam di dunia, termasuk Indonesia.
Beberapa khurafat pada bulan Safar, diantaranya:
- Hari rabu terakhir adalah hari turunnya 320.00 bala
Ulama Indonesia terdahulu meyakini bahwa pada hari rabu terakhir di bulan Safar akan datang 320.000 musibah yang menimpa manusia. Maka itu, hari tersebut diperingati sebagai Yaumi Nahsin Musta’mir.
Untuk menghindari bala tersebut, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan:
- Tidak boleh berdangang
- Tidak boleh melakukan perjalanan jauh
- Tidak boleh menyelenggarakan acara khusus, seperti pernikahan, khitanan dan sebagainya
- Disunnahkan untuk berdoa memohon perlindungan kepada Allah, dengan didahului membaca surat Yaasin sebanyak 313 kali
- Melakukan sholat sunnah 4 rakaat. Dimana dalam sholat tersebut diharuskan membaca surat pendek diantaranya Al-kautsar sebanyak 17 kali, Al-ikhlas sebanyak 5 kali, Ma’udzatain sebanyak 1 kali.
- Pada 13 hari pertama adalah waktu datangnya bala
Di India keyakinan khurafat bulan Safar sedikit berbeda dari Indonesia. Masyarakat disana percaya bahwa pada 13 hari pertama adalah waktu diturunkanya bala secara besar-besaran.
- Diharamkan melakukan umrah
Masyarakat Arab jahiliyah terdahulu berkeyakinan bahwa melakukan umrah pada bulan Muharam atau Safar awal adalah kejahatan terburuk di dunia
- Safar dianggap sebagai cacing dalam perut
Orang-orang jahiliyah juga mempercayai bahwa ada cacing dalam perut yang disebut Safar. Cacing ini dianggap dapat menular dan membunuh orang yang dijangkiti.
Dalil-Dalil yang Menegaskan Bahwa Bulan Safar Bukanlah Bulan Kesialan
Islam tidak pernah mengajarkan tentang khurafat ataupun tahayul. Kepercayaan terhadap hari-hari sial tentu dilarang dalam islam. Sebab apa-apa yang menimpa manusia, entah itu buruk ataupun baik datangnya hanya dari Allah Ta’ala.
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam juga telah membantah tentang kesialan pada hari Safar. Dalam suatu hadist dijelaskan:
“Tidak ada wabah dan tidak ada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari seekor singa.” (HR. Bukhari).
“Tiada kejangkitan, dan juga tiada mati penasaran, dan tiada juga Safhar”, kemudian seorang badui Arab berkata: “Wahai Rasulullah SAW, onta-onta yang ada di padang pasir yang bagaikan sekelompok kijang, kemudian dicampuri oleh Seekor onta betina berkudis, kenapa menjadi tertular oleh seekor onta betina yang berkudis tersebut ?”. Kemudian Rasulullah SAW menjawab: “Lalu siapakah yang membuat onta yang pertama berkudis (siapa yang menjangkitinya)?” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa salam bersabda: “.Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim)
Ibnu Mas’ud RA pernah berkata: “Jika kesialan terdapat pada sesuatu maka ada di lidah, karena lidah adalah salah satu indera manusia yang sering dibuat maksiat.”
Allah Ta’ala juga telah menjelaskan dalam firmanNya di Al-Quran:
- “Katakanlah (wahai Muhammad), tidak sekali-kali akan menimpa kami sesuatu pun melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung yang menyelamatkan kami dan kepada Allah jualah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal.” (QS. At-Taubah 51).
- “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At Taghabun: 11)
- “Allah-lah yang menciptakan, mengatur, menguasai, mengizinkan segala sesuatu terjadi sesuai dengan takdir-Nya”. (QS. Yunus: 31-33).
- “Jika Allah menimpakan sesuatu kemudaratan kepadamu, tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus : 107).
- “Jika kamu ditimpa musibah, maka katakanlah “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (kita ini milik Allah, dan kepada-Nya kita kembali)” (QS. Al Baqarah : 156).
- “Sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan.” (Al-Mursalaat: 22-23).
- “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah” (QS. Al Hajj:70).
- “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)”” (QS. Al An’am:59).
Keutamaan Bulan Safar Menurut Islam
Sebenarnya bulan Safar adalah bulan yang baik seperti halnya bulan-bulan lainnya. Selain itu, untuk amalan sunnah di bulan Safar juga tidak ada hadist shahihnya. Nabi dan para sahabat tidak pernah mencontohkan amal-amal tertentu di bulan tersebut.
Adapun keutamaan bulan safar yang bisa kita ambil, diantaranya:
- Berupaya menjadi pribadi yang ta’at dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ketauhidan dan menolak khurafat
- Bulan Safar menjadi bulan yang menguji keimanan kita. Terutama bagi yang tinggal di lingkungan yang masih menerapkan amal-amal khurafat, kita tidak boleh ikut-ikutan.
- Apabila terjadi musibah di bulan Safar, kita harus mempercayai bahwa itu ujian dari Allah Ta’ala. Bukan ujian yang datang karena bulan tertentu. Ini menjadi tantangan bagi diri sendiri untuk meyakini ketetapan Allah Ta’ala.
- Melatih diri untuk menjadi seseorang yang berpendirian dengan berpegang teguh pada Al-Quran dan As-sunnah.
- Menjalani aktivitas seperti biasa di bulan Safar menjadi bukti bahwa kita tidak mempercayai khurafat. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang keperluannya tidak dilaksanakan disebabkan berbuat thiyarah, sungguh ia telah berbuat kesyirikan. Para sahabat bertanya, ’Bagaimanakah cara menghilangkan anggapan (thiyarah) seperti itu?’ Beliau bersabda; ’Hendaklah engkau mengucapkan (doa), Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali itu datang dari Engkau, tidak ada kejelekan kecuali itu adalah ketetapan dari Engkau, dan tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau’.” (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani).
- Meningkatkan ketaqwaan, menjalani apa-apa yang diperintahkan Allah Ta’ala dan menjauhi larangannya, termasuk percaya pada hari sial tentu harus dihindari.
- Melakukan amal ibadah harian yang dilakukan secara rutin di waktu yang sama, seperti sholat dhuha, witir, qobliyah, ba’diyah, puasa senin-kamis tanpa memandang hari. Dengan tujuan semata-mata mengharap ridho Allah Ta’ala.
- Kita bisa memberikan contoh yang baik kepada masyarakat untuk menjadi umat islam yang lurus dan tidak melakukan ritual-ritual penolakan bala.
Dalam Al-Quran dijelaskan:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab: 36)
“Apabila Allah menetapkan suatu perkara, Dia akan mengatakan, ‘Jadilah.’ Maka terjadilah.” (QS. Ali Imran: 47).
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu..” (QS. Al Hadiid:22-23)
Pada intinya, tidak ada keutamaan tertentu pada bulan Safar menurut islam. Apabila kita melakukan amalan ibadah sebagaimana yang dicontohkan Rasul dan para sahabatnya, serta memenuhi rukun islam, rukun iman, fungsi agama islam, dan Fungsi Al-quran Bagi Umat Manusia maka insyaAllah kita mendapatkan pahala. Sedangkan untuk hal-hal yang mengacu pada kesialan, hendaknya kita mempercayai qadha dan qadar Allah. Apapun itu harus diyakini sebagai takdir Allah. Kita hanya perlu berupaya sebaik mungkin. Sedangkan hasilnya kita pasrahkan pada Allah Ta’ala. Dan yang terpenting kita jadikan Al-Quran sebagai pedoman untuk memahami Tujuan Penciptaan Manusia, Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , dan Konsep Manusia dalam Islam.
Demikian penjelasan terkait apa saja keutamaan keutamaan yang ada di bulan safar dengan keistimewaannya, apabila dilaksanakan. Keutamaan-keutamaan tersebut disinyalir mampu menambahkan pahala dan memudahkan jalan kita saat kita berada di jalan menuju syurgaNya nanti. Semoga penjelasan diatas memberikan manfaat bagi kita para umat muslim dan muslimah. Aamiin Ya Rabbal A’lamiin.