Al-Qur’an merupakan kalam Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk seluruh manusia. Hal ini difirmankan Allah SWT dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 3-4;
نَزَّلَ عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنزَلَ ٱلتَّوْرَىٰةَ وَٱلْإِنجِيلَ (3) مِنْ قَبْلُ هُدًى لِلنَّاسِ وَأَنْزَلَ الْفُرْقَانَ ۗ إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ (4)
“Dia menurunkan Al kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, Sebelum (Al Qur’an), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al Furqaan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai Balasan (siksa)” (QS. Ali Imran[3]: 3- 4)
Al-Qur’an adalah pedoman hidup manusia, bahasan al-Qur’an terhadap suatu problem tidak tersusun dengan sistematis, bersifat global dan sering hanya menyajikan prinsip pokok saja. Namun format al-Qur’an seperti ini malah memiliki keunikan serta keistimewaannya sendiri.
Dalam keadaan seperti itu, al-Qur’an bisa menjadi bahan kajian yang tidak akan kering oleh para ilmuan baik yang muslim maupun non muslim, sehingga al-Qur’an selalu aktual semenjak waktu diturunkannya yakni lima belas abad yang lalu.
Dalam al-Qur’an diterangkan bahwa pada mulanya kehidupan manusia adalah satu kesatuan dan tidak terpisahkan yakni keluarga Nabi Adam AS. Akan tetapi hanya disebabkan suatu kedengkian maka terjadilah perselisihan yang berlanjut secara terus menerus. Selain itu, seiring dengan pesatnya perkembangan manusia, muncullah banyak problematika baru yang membutuhkan solusi untuk menjawab keadaan tersebut.
Selanjutnya, Allah SWT mengirim para utusan yakni sosok nabi dan rasul yang memiliki tugas sebagai penyeru kegembiraan dan pewanti peringatan. Bersamaan diutusnya mereka, diturunkan juga Kitab suci yang berfungsi sebagai mukjizat untuk menyelesaikan perselisihan dan memberikan jalan keluar dari berbagai masalah yang dihadapi manusia.
Al-Qur’an sendiri menjadi petunjuk bagi umat manusia menuju jalan yang diridhai Allah SWT (hudan linnas) sekaligus sebagai jalan keluar dari kegelapan menuju cahaya terang benderang. Dalam realitasnya, fungsi al-Qur’an itu tidak begitu saja bisa diterapkan, tetapi membutuhkan pemahaman dan analisis yang mendalam.
Oleh karenanya, al-Qur’an harus senantiasa dipelajari, dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun agar bisa memahami makna al-Qur’an dalam rangka menangkap petunjuk Allah SWT, maka dibutuhkan satu jalan keluar yakni dengan cara menafsirkan al-Qur’an. Jadi yang disebut tafsir al-Qur’an adalah usaha menggali hukum agama dan hikmah akhlak mulia dari ayat-ayat al-Qur’an berlandaskan kemampuan manusia.
Kemampuan manusia di sini bukan berarti ‘semampunya’ manusia itu menafsirkan. Tetapi mereka harus menguasai beberapa bidang keilmuan terlebih dahulu terlebih yang berhubungan dengan bahasa Arab, karena al-Qur’an sendiri diturunkan di tempat yang memakai bahasa Arab. Sehingga bisa disimpulkan, semua orang bisa menafsiri al-Qur’an, tentunya dengan kriteria yang mumpuni.
Dan akan sangat berbahaya jika seseorang menafsiri al-Qur’an tanpa memiliki komponen keilmuan yang sangat kurang, selain dia akan merusak masyarakat secara luas, dia juga akan merusak agamanya secara tidak langsung.
Ketika seseorang itu sudah mencapai tahap sebagai mufassir, maka dia berkewajiban untuk menyampaikan isi kandungan dalam al-Qur’an, sehingga masyarakat awam dapat mengerti apa yang dimaksudkan Allah dalam ayat-ayatnya dan mendapatkan petunjuk untuk menjadi umat yang selalu patuh dan mengharap ridho-Nya.