Hukum Memilih Pemimpin yang Dzalim dalam Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Mengatur kemaslahatan umat merupakan tanggung jawab terbesar seorang pemimpin sebab itu terdapat hukum menasehati pemimpin yang zalim. Kemakmuran atau kesengsaraan suatu masyarakat sangat tergantung pada peran yang ia mainkan. Ketika seorang pemimpin berlaku adil sesuai dengan petunjuk Syariat Islam maka masyarakat pun akan sejahtera. Demikian sebaliknya, ketika pemimpin tersebut berlaku zalim dan tidak jujur dalam menjalankan amanahnya maka rakyat pun akan berujung pada kesengsaraan.

Oleh karena itu, pada hari kiamat kelak, pemimpin yang adil akan dijanjikan dengan berbagai macam keutamaan oleh Allah ta’ala yakni jenis surga dalam islam. Sementara pemimpin zalim dan tidak jujur dalam menjalankan amanahnya akan diancam dengan berbagai macam ancaman.

Kewajiban MenasehatiPemimpin dan Larangan Membenarkan Kezaliman Mereka

Jauh sebelum empat belas abad yang lalu, Rasulullah SAW telah mengingatkan umatnya akan adanya para pemimpin yang berbuat zalim dan berbohong di hadapan rakyat sebab itu harus dipahami cara memilih pemimpin dalam islam. Kita sebagai umatnya, tidak hanya diperintahkan untuk bersabar menghadapi keadaan tersebut, namun lebih daripada itu, Rasulullah SAW juga mengingatkan untuk senantiasa berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran dan selalu menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar.

  • Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang dasar kepemimpinan dalam islam: “Agama itu adalah nasihat.” Kami berkata, “Untuk siapa?” Beliau bersabda, “Untuk Allah, kitabNya, RasulNya, Imam kaum muslimin, dan orang-orang kebanyakan.” (HR. Muslim)

Nasihat secara diam-diam merupakan pilihan awal dalam melawan kemungkaran sebab sesuai dengan hukum nasehat menasehati dalam islam. Namun ia bukanlah satu-satunya cara untuk meluruskan kesalahan penguasa. Ketika nasihat dengan cara tersebut sudah tidak diindahkan,

maka Rasulullah SAW punmemberikan motivasi lain kepada umatnya untuk merubah kemungkaran penguasa.Motivasi tersebut ialah pahala jihad yang dijanjikan kepada umatnya yangmenyampaikan kebenaran di hadapan penguasa zalim.

  • Dari Abu Said Al-Khudri Radhiallahu ‘Anhubahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jihad yangpaling utama adalah mengutarakan perkataan yang adil di depan penguasa ataupemimpin yang zhalim.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Lalu ketika usaha tersebuttidak dihiraukan lagi dan pemimpin tersebut tetap pada prinsipnya yangmenzalimi rakyat, maka Rasulullah SAW mengingatkan umatnya untuk menjauhipemimpin tersebut serta jangan sampai mendekatinya,

apalagi membenarkantindakan zalim yang mereka lakukan. Sebab, ketika seseorang tetap mendekatipemimpin zalim tersebut dan membenarkan apa yang dilakukannya maka ia akanterancam keluar dari lingkaran golongan umat Nabi SAW dan ia tidak akan mendatangitelaganya nanti di hari kiamat.

  • Dari Ka’ab bin Ujroh radhiyallahu ‘anhuia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluarmendekati kami, lalu bersabda:

 “Akan ada setelahku nanti para pemimpin yangberdusta. Barangsiapa masuk pada mereka lalu membenarkan (menyetujui)kebohongan mereka dan mendukung kedhaliman mereka maka dia bukan darigolonganku dan aku bukan dari golongannya, dan dia tidak bisa mendatangitelagaku (di hari kiamat).

Dan barangsiapa yangtidak masuk pada mereka (penguasa dusta) itu, dan tidak membenarkan kebohonganmereka, dan (juga) tidak mendukung kedhaliman mereka, maka dia adalah bagiandari golonganku, dan aku dari golongannya, dan ia akan mendatangi telagaku (dihari kiamat).” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i)

Demikianlah beberapabentuk ancaman yang disebutkan Nabi SAW  terhadap pemimpin zalim sertabagaimana seharusnya kita menyikapi kezaliman tersebut. Kebenaran harus tetapdipegang, sedangkan kesalahan harus senantiasa diluruskan. Nasihat tetapdiutamakan namun amal ma’ruf nahi mungkar tidak boleh dilupakan.

Hukum Memilih Pemimpin yang Dzalim dalam Islam

  • Imam Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H), salahseorang ulama besar madzhab Syafi’i, menyatakan dalam kitabnya Al-Zawâjir ’anIqtirâfi Al-Kabâir:

 “Dosa besar ke 341: memilih (menunjuk) orangyang sewenang-wenang (zalim) atau fâsiq untuk mengurusi urusan-urusan umatIslam.”

  • Beliau mengungkapkan berbagai dalil,diantaranya:

 “Siapa saja yang mengurusi suatu urusan kaummuslimin, lalu dia mengangkat seseorang berdasarkan pilih kasih (bukan karenakapabilitas), maka laknat Allah atasnya, Allah tidak akan menerima kinerjanya,tidak pula menerima keadilannya hingga Dia memasukkannya ke dalam nerakaJahannam” (HR. al Hakim)

  • Beliau juga mengutip hadis:

“barang siapamempekerjakan seseorang sekedar karena punya hubungan kekerabatan, sementara ditengah mereka ada orang yang lebih Allah ridhoi, maka sungguh dia telahberkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin”

Jadi, jangankan memilih pemimpin non muslim, walaupun muslim, kalaudia zalim atau fasiq tetap saja haram dipilih, jangankan milih, condong hatikepada mereka saja juga haram. Allah berfirman:  “Dan janganlah kalian cenderung kepadaorang-orang yang zalim yang menyebabkan kalian disentuh api neraka”. (QS.Hud: 113).

Lalu apa kriteria seseorang disebut zalim atau fasiq? Imam AlBaghowi (w. 510 H) dalam tafsirnya, mengutip Ikrimah maula Ibnu Abbas r.amenyatakan:

“barang siapa tidakberhukum dengan apa yang telah Allah turunkan karena ingkarnya dia dengan hukumtersebut maka dia telah kafir, barang siapa masih membenarkan hukum AllahTa’ala namun tidak berhukum dengannya maka dia zalim fasiq” (Ma’âlimutTanzîl, 2/55).

Jika pelaku dosa-dosabesar seperti mabuk, judi, zina, liwath (homoseks), riba, meninggalkansalat dan puasa dihukumi fasik oleh para ‘ulama, lalu sebutan apa yang pantasuntuk orang yang ‘melegalkan’ dan memfasilitasi terjadinya dosa-dosa besartersebut,  menghalang-halangi syari’ah Allah dan mempersekusi orang-orangyang mendakwahkannya? Allâhu A’lam.

Contoh pemimpin yang dzalim

Contohnya dalam masyarakatialah pemimpin yang menyogok atau memberi uang suap dan masyarakat yang mausaja menerimanya karena memang menganggap uang itu berharga atau karenapemahaman yang kurang tentang hukumnya.

Kelakuan jelek sebagiancaleg menjelang Pemilu ini adalah memberikan uang sogok pada warga supaya maumemberikan suara pada mereka. Padahal sebenarnya mereka adalah orang yang tidaklayak jadi wakil rakyat. Kalau memang layak, tentu mereka tidak perlu nyogokmenyogok, namun memberikan bukti bahwa mereka memang pantas jadi wakil rakyat.

Sebagian orang punmenanyakan pada kami tentang uang sogok ini, apa boleh dimanfaatkan? Karenasebagian mereka akan diberi 20 ribu rupiah jika mau memberikan tanda tanganpada secarik kertas yang berisi perjanjian bahwa mereka akan memberikan suarapada caleg tersebut saat pemilu nanti. Ada juga yang melakukan serangan fajar,memberikan uang di pagi buta saat menjelang pemungutan suara.

Ingatlah bahwa uang sogok,suap dan risywah adalah uang yang haram. Uang tersebut diharamkan bagi yangmemberi maupun yang menerima, bahkan termasuk pula yang menjadi perantara.

  • Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, iaberkata,.

Rasulullah shallallahualaihi wa sallam melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap”.(HR. Abu Daud no. 3580, Tirmidzi no. 1337, Ibnu Majah no. 2313. Kata Syaikh AlAlbani hadits ini shahih).

  • Dalam riwayat yang lain Nabi melaknat al Ra-isyyaitu penghubung antara penyuap dan yang disuap (HR. Ahmad 5/279).

Meski hadits ini lemahnamun maknanya benar. Orang yang menjadi penghubung antara penyuap dan yangdisuap berarti membantu orang untuk berbuat dosa dan ini adalah suatu yangterlarang. Hadits di atas menunjukkan bahwa suap termasuk dosa besar, karenaancamannya adalah laknat. Yaitu terjauhkan dari rahmat Allah. Bahkan sogok ituharam berdasarkan ijma’ (kesepakatan ulama).

  • Yang dimaksud risywah atau uang sogok dikatakanoleh Ibnul ‘Arobi, “Segala sesuatu yang diserahkan untuk membayar orang yangpunya kedudukan supaya menolong dalam hal yang tidak halal.”

Dalam hadits disebutkanistilah rosyi, yang dimaksudkan adalah orang yang menyerahkan uang sogok.Sedangkan murtasyi adalah yang menerimanya. Adapun perantaranya disebut denganro-is.

Sebagaimana disebutkandalam kitab ‘Aunul Ma’bud, risywah adalah sesuatu yang diserahkan untukmenggagalkan yang benar atau untuk melegalkan yang batil. Adapun jika yangdiserahkan bertujuan untuk mengantarkan pada kebenaran atau untuk menolaktidankan zhalim, maka tidaklah masalah.

Dalam fatwa Al Muntaqo,Syaikh Sholeh Al Fauzan mengenai hukum menerima uang sogok, beliau berkata,“Mengambil uang sogok termasuk penghasilan yang haram, keharaman yang palingkeras dan penghasilan yang paling jelek.”

Mereka yang memberi sogokseperti ini hakekatnya adalah orang-orang yang tamak dan gila pada kekuasaan.Saat sudah memegang tampuk kekuasaan, mereka cuma ingin harta sogoknya kembali,sehingga korupsi dan pencurian uang rakyat yang terjadi. Orang yang tamak padakekuasaan ini dicela oleh Rasul dan akan menyesal pada hari kiamat.

  • Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, “Nanti engkau akan begitu tamak padakekuasaan. Namun kelak di hari kiamat, engkau akan benar-benar menyesal”(HR. Bukhari no. 7148).

Demikian pula perhatikanlahnasehat Rasul pada Abu Dzarr. Dari Abu Dzarr, ia berkata, “Wahai Rasulullah,mengapa engkau tidak memberiku kekuasaan?” Lalu beliau memegang pundakku dengantangannya, kemudian bersabda,  “WahaiAbu Dzarr, sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah. Dan kekuasaan ituadalah amanah, dan kekuasaan tersebut pada hari kiamat menjadi kehinaan danpenyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkan kekuasaan tersebut denganhaknya dan melaksanakan kewajibannya pada kekuasaannya itu.” (HR. Muslimno. 1825).

  • Ibnu Hajar berkata, “Siapa yang mencarikekuasaan dengan begitu tamaknya, maka ia tidak ditolong oleh Allah.” (FathulBari, 13: 124)

Demikian yang dapatpenulis sampaikan, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

fbWhatsappTwitterLinkedIn