Hukum Potong Kuku Sebelum Kurban

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Boleh atau tidaknya potong kuku dan rambut bagi individu yang ingin berqurban hewan ternak memang masih menjadi perdebatan sebab berhubungan dengan pahala qurban dalam islam. Perdebatan ini tidak hanya terjadi belakangan, seperti yang terlihat di medsos, tetapi juga sudah didiskusikan oleh ulama terdahulu.

Permasalahan ini berawal dari perbedaan ulama dalam memahami hadits riwayat Ummu Salamah yang terdokumentasi dalam banyak kitab hadits. Ia pernah mendengar Rasulullah SAW berkata:

إذا دخل العشر من ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضحيفلا يمس من شعره ولا بشره شيئا حتى يضحي

Artinya, “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan individu di antara kamu hendak berqurban hewan ternak, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berqurban hewan ternak,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain).

Pemahaman ulama terhadap hadits ini dapat dipilah menjadi dua kategori yakni keutamaan ibadah qurban. Sumber pertama memahami hadits ini mengatakan bahwa Nabi SAW melarang individu yang berqurban hewan ternak memotong kuku dan rambutnya. Sementara sumber kedua mengatakan, yang dilarang itu bukan memotong kuku dan rambut individu yang berqurban hewan ternak (al-mudhahhi), tetapi hewan qurban (al-mudhahha). Uraiannya sebagai berikut.

Pandangan Sumber Pertama

Sumber pertama mengatakan hadis yang berhubungan dengan kesalahan dalam ibadah qurban di atas bermaksud larangan Nabi untuk tidak memotong rambut dan kuku bagi individu yang ingin berqurban hewan ternak. Larangan tersebut dimulai dari sejak awal sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Artinya, ia diperbolehkan memotong kuku dan rambutnya setelah selesai qurban.

Kendati kelompok pertama sepakat akan pemaknaan hadits ini ditujukan untuk individu berqurban hewan ternak, namun mereka berbeda sumber terkait maksud dan implikasi larangan Nabi tersebut: apakah berimplikasi pada kerahaman? Makruh? Atau hanya mubah saja? Mula Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih menyimpulkan.

الحاصل أن المسألة خلافية، فالمستحب لمن قصد أنيضحي عند مالك والشافعي أن لا يحلق شعره، ولا يقلم ظفره حتي يضحي، فإن فعل كان مكروها.وقال أبو حنيفة: هو مباح ولا يكره ولا يستحب، وقال أحمد: بتحريمه

Artinya, “Intinya ini masalah khilafiyah:menurut Imam Malik dan Syafi’i disunahkan tidak memotong rambut dan kuku bagi individuyang berqurban hewan ternak, sampai selesai penyembelihan. Bila dia memotongkuku ataupun rambutnya sebelum penyembelihan dihukumi makruh. Sementara AbuHanifah bersumber memotong kuku dan rambut itu hanyalah mubah (boleh), tidakmakruh jika dipotong, dan tidak sunah pula bila tidak dipotong. Adapun ImamAhmad mengharamkannya.

Adaulama menganjurkan, membolehkan, bahkan mengharamkan

Itulah sumber ulama terkait kebolehan potong kuku dan rambut pada saat berqurban hewan ternak yakni larangan saat qurban. Ada ulama menganjurkan, membolehkan, bahkan mengharamkan. Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ mengatakan, hikmah dari kesunahan ini ialah agar seluruh tubuh di akhirat kelak diselamatkan dari api neraka. Sebab sebagaimana diketahui, ibadah qurban dapat menyelamatkan individu dari siksa api neraka.

Selain itu, ada pula yang bersumber bahwa larangan potong rambut dan kuku ini disamakan individu yang ihram yakni hikmah ibadah qurban bagi seorang muslim. Artinya, selama sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah tidak dibolehkan potong rambut dan kuku sebagaimana halnya individu ihram. Sumber ini dikritik oleh sebagian ulama karena analoginya tidak tepat. Imam An-Nawawi mengatakan sebagai berikut.

قال أصحابنا الحكمة في النهي أن يبقى كامل الأجزاءليعتق من النار وقيل للتشبيه بالمحرم قال أصحابنا وهذا غلط لأنه لا يعتزل النساء ولايترك الطيب واللباس وغير ذلك مما يتركه المحرم

Artinya, “Ulama dari kalangan madzhab kamimengatakan hikmah di balik larangan tersebut adalah agar seluruh anggota tubuhtetap ada/sempurna dan terbebas dari api neraka. Adapula yang bersumber, karenadisamakan (tasyabbuh) dengan individu ihram. Menurut ashab kami, sumber initidak tepat, karena menjelang qurban mereka tetap boleh bersetubuh, memakaiwangian, pakaian, dan tindakan lain yang diharamkan bagi individu ihram.

Pandangan Sumber Kedua

Sumber kedua menyatakan bahwa yang dilarang itu bukan memangkas rambut individu yang berqurban hewan ternak ataupun memotong kukunya, tetapi memotong bulu dan kuku hewan qurban. Alasannya, karena bulu, kuku, dan kulit hewan qurban tersebut akan menjadi saksi di hari akhirat kelak.

Pandangan ini sebetulnya tidak populer dalam kitab fikih, terutama fikih klasik. Maka dari itu, Mula Al-Qari menyebut ini sumber gharib (aneh/unik/asing). Ia mengatakan dalam Mirqatul Mafatih.

وأغرب ابن الملك حيث قال: أي: فلا يمس من شعر مايضحي به وبشره أي ظفره وأراد به الظلف

Artinya, “Ada sumber gharib dari Ibnul Malak.Menurutnya, hadits tersebut berarti tidak boleh mengambil (memotong) bulu dankuku hewan yang diqurbankan.”

Sumber yang dikatakan asing oleh Mula Al-Qariini, belakangan dikuatkan oleh Kiai Ali Mustafa Yaqub. Dalam kitabnya At-TuruqusShahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyah, Kiai Ali mengatakan, hadits iniperlu dikomparasikan dengan hadits lain. Pemahaman matan hadits tidak akansempurna jika hanya memahami satu hadits. Sebab itu, almarhum sering menegaskanAl-hadits yufassiru ba’dhuhu ba’dhan (hadits saling menafsirkan antarasatu dengan lainnya).

Dalam disiplin pemahaman hadits (fiqhul hadits atau turuqu fahmil hadits) dikenal istilah wihdatul mawdhu’iyah fil hadits (kesatuan tema hadits). Teori ini digunakan untuk menelusuri ‘illat atau maksud satu hadits. Terkadang dalam satu hadits tidak disebutkan ‘illat dan tujuan hukumnya sehingga perlu dikomparasikan dengan hadits lain yang lebih lengkap, selama ia masih satu pembahasan. Terlebih lagi, ada satu hadits yang maknanya umum, sementara pada hadits lain, dalam kasus yang sama, maknanya lebih spesifik dan jelas.

Menurut Kiai Ali, memahami hadis Ummu Salamahdi atas perlu dikomparasikan dengan riwayat ‘Aisyah yang berbunyi sebagaiberikut.

ما عمل آدمي من عمل يوم النحر أحب إلى الله من إهراقالدم، إنه ليأتي يوم القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها. وإن الدم ليقع من الله بمكانقبل أن يقع من الأرض فطيبوا بها نفسا
Artinya, “Rasulullah SAW mengatakan, ‘Tidak ada amalan anak adam yang dicintaiAllah pada hari Idhul Adha kecuali berqurban hewan ternak.  Karenaia  akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Sakingcepatnya,  pahala qurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewansembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berqurban hewanternak (HR Ibnu Majah).
Begitu pula dengan hadits riwayat al-Tirmidzi:

لصاحبها بكل شعرة حسنة

Artinya, “Bagi individu yang berqurban hewan ternak, setiap helai rambut (bulu hewan qurban) adalah kebaikan,” (HR At-Tirmidzi).
Berdasarkan pertimbangan dua hadits ini, Kiai Ali menyimpulkan bahwa yang dilarang Nabi itu bukan memotong rambut dan kuku individu yang berqurban hewan ternak, tapi hewan qurban. Karena, rambut dan kuku hewan itulah yang nanti menjadi saksi di akhirat kelak. Almarhum Kiai Ali mengatakan.

فالعلة في تحريم قطع الشعر والأظافر ليكون ذلك شاهدا لصاحبها يوم القيامة وهذا الإشهاد إنما يناسب إذا كان المحرم من القطع شعر الأضحية وأظافرها، لا شعر المضحى

Artinya, “’Illat larangan memotong rambut dan kuku ialah karena ia akan menjadi saksi di hari kiamat nanti. Hal ini tepat bila dikaitkan dengan larangan memotong  bulu dan kuku hewan qurban, bukan rambut individu yang berqurban hewan ternak.”

MenurutHadist

Pertama, ketentuan larangan memotongrambut dan kuku bagi yang hendak berqurban hewan ternak, berlaku jika yangbersangkutan sudah memiliki niat untuk berqurban hewan ternak dan telah masuktanggal 1 Dzulhijah. Ini berdasarkan hadis dari Ummu Salamah, bahwa Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْأَنْ يُضَحِّيَ فَلا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا

“Apabila telah masuk sepuluh pertamaDzulhijah, dan kalian ingin menyembelih qurban maka janganlah dia memotongrambut dan kukunya sedikitpun.” (HR. Muslim no. 1977).

Karena itu, jika ada individu muslim yangbaru berniat qurban setelah masuk tanggal 7 Dzulhijah, maka dia mulaitidak potong kuku atau rambut, sejak tanggal itu.

Keterangan Syekh Abdullah Al-Jibrin yangdikutip dalam Syabakah Al-Alukah, beliau menyatakan:

ومن عزم على الأضحية في وسط العشر فإنه يمتنع منالأخذ في بقية العشر ولا يضره ما أخذه في أول العشر قبل عزمه على الأضحية

“Siapa yang berkeinginan untuk berqurbanhewan ternak di pertengahan 10 Dzulhijah maka dia dilarang memotong kuku danrambutnya di sisa harinya. Dan tidak masalah dengan tindakannya memotong kukudan rambut di awal Dzulhijah, sebelum dia berniat untuk berqurban hewan ternak.”

Kedua,tidak ada hubungan antara larangan memotong kuku atau rambut dengan keabsahanqurban. Artinya, sekalipun ada individu yang memotong rambut dan kukunya, baikkarena tidak tidak tahu atau dilakukan dengan sengaja maka qurban yang dialakukan tetap sah. Lebih dari itu, individu yang melanggar larangan hadis diatas, jangan sampai menjadikannya sebagai alasan untuk membatalkan rencanaqurbannya. Syekh Abdullah Al-Jibrin mengatakan:

وهكذا لا يترك الأضحية إذا كان قد أخذ من شعره أومن أظفاره ولو متعمداً

“Demikian pula, jangan sampai seindividumeninggalkan rencana qurban karena dia telah memotong rambut atau kukunya,meskipun dilakukan dengan sengaja.” (Majlis Al-Alukah)

Hal yang sama juga disampaikan oleh SyekhAl-Jarullah. Setelah beliau menjelaskan larangan memotong rambut dan kuku bagi individuyang hendak berqurban hewan ternak, beliau mengatakan:

ولكن يجب أن يعلم أن من أخذ شيئًا من شعره أو أظفارهفلا يمنعه ذلك من الأضحية وعليه أن يستغفر الله ويتوب إليه.

“Hanya saja, wajib untuk diketahui, bahwa individuyang memotong rambut dan kukunya, jangan menjadikannya sebagai sebab untukmeninggalkan rencana qurbannya. Dan dia wajib memohon ampun kepada Allah dan bertaubat(karena melanggar larangan memotong kuku).” (As-ilah Wa Ajwibah Muhimmah,hlm. 33)


Kesimpulan

Kedua sumber di atas merupakan upaya masing-masing ulama memahami dalil. Yang perlu ditegaskan di sini adalah bahwa konteks hadits di atas tertuju bagi individu yang berqurban hewan ternak saja, bukan untuk semua individu. Bagi individu yang tidak berqurban hewan ternak, tidak ada soal jika ia akan memangkas rambut atau memotong kukunya.

Menurut pandangan kami pribadi, kedua sumber di atas dapat diamalkan sekaligus: selama menunggu proses qurban, lebih baik tidak memangkas rambut ataupun memotong kuku, bila itu memang tidak diperlukan.

Namun andaikan, kukunya sudah panjang dan kotor, dan rambutnya sudah panjang dan berkutu, silakan dipotong dan qurbannya tetap dilanjutkan. Sebab memotong rambut tersebut tidak berimplikasi pada sah atau tidaknya qurban. Kemudian untuk mengakomodasi sumber kedua, jangan sampai kita mematahkan tanduk, kuku, ataupun memangkas bulu hewan qurban, karena kelak ia akan menjadi saksi di hadapan Allah SWT.

Sampai jumpa di artikel berikutnya.. terimakasih.

fbWhatsappTwitterLinkedIn