Hukum Wakaf dengan Uang

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Istilah sebuah wakaf uang rupiah yang berhubungan dengan sejarah wakaf dalam islam belum dikenal di zaman Rasulullah. Sebuah wakaf uang rupiah (cash waqf ) baru dipraktekkan sejak awal abad kedua hijriyah. Imam az Zuhri (wafat 124 H) salah individu ulama islam terkemuka dan peletak dasar tadwin al hadits memfatwakan, dianjurkan sebuah wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam.

Di Turki, pada abad ke 15 H praktek sebuah wakaf uang telah menjadi istilah yang familiar di tengah masyarakat yakni pahala wakaf dalam islam. Sebuah wakaf uang rupiah biasanya merujuk pada cash deposits di lembaga lembaga keuang rupiahan seperti bank, dimana sebuah wakaf uang rupiah tersebut biasanya diinvestasikan pada profitable business activities. Keuntungan dari hasil investasi tersebut digunakan kepada segala sesuatu yang bermanfaat secara sosial keagamaan.

Pada abad ke 20 mulailah muncul berbagai ide untuk meimplementasikan berbagai ide ide besar Islam dalam bidang ekonomi yakni jenis kerja sama dalam ekonomi islam, berbagai lembaga keuang rupiahan lahir seperti bank, asuransi, pasar modal, institusi zakat, institusi sebuah wakaf, lembaga tabungan haji dll. Lembaga lembaga keuang rupiahan Islam sudah menjadi istilah yang familiar baik di dunia Islam maupun non Islam.

 IdeWakaf Uang

Dalam tahapan inilah lahir ide ide ulama islam dan praktisi untuk menjadikan sebuah wakaf uang rupiah salah satu basis dalam membangun perkonomian umat yakni berhubungan dengan jenis harta dalam islam. Dari berbagai seminar, yang dilakukan oleh masyarakat Islam, maka ide ide sebuah wakaf uang rupiah ini semakin menggelinding. Negara  negara Islam di Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara sendiri memulainya dengan berabagai cara.

 HukumWakaf dengan Uang di UU Indonesia

Di Indonesia, sebelum lahirnya UU No. 41 tahun 2004, Majelis Ulama islam Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang Sebuah wakaf Uang rupiah, (11/5/2002) , baca juga tentang sejarah tradisi halal bihalal di indonesia.

  • Sebuah wakaf Uang rupiah (Cash Sebuah wakaf/Wagf al Nuqud) adalah sebuah wakaf yang dilakukan seindividu, kelompok individu, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang rupiah tunai.
  • Termasuk ke dalam pengertian uang rupiah adalah surat surat berharga.
  • Sebuah wakafuang rupiah hukumnya jawaz (boleh)
  • Sebuah wakaf uang rupiah hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal hal yang dibolehkan secara syar’i.
  • Nilai pokok Sebuah wakaf Uang rupiah harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

Baca juga:

Fatwatentang Wakaf Uang 

Ihwal diperbolehkannya sebuah wakaf jenisini, ada beberapa pendapat yang memperkuat fatwa tersebut.

Pertama,pendapat Imam al Zuhri (w. 124H.) bahwa mesebuah wakafkan dinas hukumnya boleh,dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudiankeuntungannya disalurkan pada mauquf ‘alaih (Abu Su’ud Muhammad. Risalah fiJawazi Waqf al Nuqud, [Beirut: Dar Ibn Hazm, 1997], h. 20 2 1).

Kedua,mutaqaddimin dari ulama islamn mazhab Hanafi (lihat Wahbah al Zuhaili, al Fiqhal Islam wa Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al Fikr, 1985], juz VIII, h. 162)membolehkan sebuah wakaf uang rupiah dinar dan dirham sebagai pengecualian,atas dasar Istihsan bi al ‘Urfi, berdasarkan atsar Abdullah bin Mas’ud r.a:“Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allahadalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka dalampandangan Allah pun buruk”.

Ketiga,pendapat sebagian ulama islam mazhab al Syafi’i: “Abu Tsyar meriwayatkan dariImam al Syafi’i tentang kebolehan sebuah wakaf dinar dan dirham (uang rupiah)”.(al Mawardi, al Hawi al Kabir, tahqiq Dr. Mahmud Mathraji, [Beirut: Dar al Fikr,1994[,juz IX,m h. 379).

BerdasarkanHadist

Sebuah wakaf berati menahan harta (habsmal) yang bernilai dan bermanfaat dengan tujuan mendekatkan diri kepadaAllah. Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, diwariskan, dan dihibahkan,sebab yang diambil hanyalah manfaat dari harta yang diwakafkan. Maka dari itu,jika seindividu mesebuah wakafkan tanah untuk pembangunan masjid, maka tanahitu tidak boleh dijual dan diwariskan. Yang diperbolehkan adalahmemanfaatkannya untuk kepentingan umat sesuai dengan niat individu yang mesebuahwakafkan.

Penjelasan ini didasarkan pada hadis riwayatal Bukhari yang besumber dari Ibnu Umar:

“Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Umar binal Khatab memperoleh tanah (kebun) di Khaibar; lalu ia datang kepada Nabi SAWuntuk meminta petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia berkata, “WahaiRasulullah! Saya memperoleh tanah di Khaibar, yang belum pernah saya dapatkanharta yang lebih baik bagiku melebihi tanah itu. Apa perintah Engkau (kepadaku)mengenainya?” Rasul Menjawab, “Jika mau kamu tahan pokoknya dan kamusedekahkan hasilnya”.

Ibnu Umar melanjutkan, “Umar menyedekahkantanah tersebut, (dengan mensyaratkan) bahwa tanah itu tidak dijual, tidakdihibahkan, dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkan hasilnya kepada fakir miskin,kerabat, hampa sahaya, dalam sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak berdosaatas individu mengelolanya untuk memakan hasil tanah itu sewajarnya, danmemberi makan kepada individu lain, tanpa menjadikannya sebagai hak milik.”(HR: al Bukhari)

Berdasarkan hadis ini, dapat dipahami bahwa benda sebuah wakaf mesti dijaga kelangsungannya, disyaratkan benda yang tidak berkurang nilainya meskipun digunakan banyak individu, tidak boleh diperjualbelikan, hasilnya dialokasikan untuk hal hal yang bermanfaat, dan pengelolanya diperbolehkan mengambil manfaat secukupnya. Karenanya, pendapat Abu Hanifah yang membolehkan menjual benda sebuah wakaf terbantahkan dengan adanya hadis ini. Abu Yusuf mengatakan, andaikan Abu Hanifah mengetahui hadis ini, niscaya beliau akan mengkoreksi pendapatnya.

Baca juga:

Pandangan Ulama Islam Soal Sebuah Wakaf UangRupiah

Sedari dulu, masalah sebuah wakaf uang rupiahsudah dibahas dan diperdebatkan para ulama islam. Perdebatan ini dirasa wajarsebab tidak ditemukan nash spesifik yang membahas persoalan sebuah wakaf secararinci. Akar dari perdebatan ini ialah apakah mesti barang sebuah wakaf berupabarang tak bergerak, seperti tanah, rumah, masjid, atau diperbolehkan barangbergerak (al manqul), semisal kuda, buku, dan uang rupiah.

Abu Hanifah dan Abu Yusuf termasuk ulamaislam yang tidak memperbolehkan sebuah wakaf barang bergerak, terutama sebuahwakaf hewan dan sebuah wakaf dinar dan dirham, sebab benda ini tidak dijaminkeutuhanya dan sangat dimungkinkan habis, lenyap, ataupun mati. Keduanyamensyaratkan keabadian dan keutuhan barang sebuah wakaf sepanjang masa (tabqa‘ala hal abad al dahr). Tidak diperbolehkan mesebuah wakafkan barang barangyang mudah rusak, binasa, hancur, dan mati.

Meskipun demikian, sebagian ulama islamhanafi membolehkan sebuah wakaf barang bergerak selama mengikuti barang yang tidakbergerak, seperti perternakan domba di atas tanah sebuah wakaf dan sebuah wakafalat alat pertanian beserta lahannya. Di samping itu, mereka juga membolehkan sebuahwakaf barang yang memang sudah menjadi tradisi di masyarakat, seperti peralatanjenazah dan buku. Dalam hal ini, ‘urf mulai dijadikan standar untukmenentukan kelayakan barang sebuah wakaf. Bahkan, sebagian ulama islam madzhabhanafi awal membolehkan sebuah wakaf uang rupiah (dinar dan dirham).

Pendapat Abu Hanifah dan Abu Yusuf ini hampirmirip dengan pandangan ulama islam madzhab hanbali, yang membatasi barang sebuahwakaf pada setiap barang yang diperbolehkan dalam jual beli, bernilai, adamanfaatnya, dan unsur bendanya tidak berkurang saat digunakan. Adapun sesuatuyang tidak berguna kecuali dengan menghabiskan dan mengkonsumsinya, tidak bolehdiwakafkan, misalnya uang rupiah, makanan, dan minuman. Menurut Wahbah al Zuhaili,pendapat inilah yang dianut oleh kebanyakan ulama islam. Pasalnya, barang sebuahwakaf mesti stabil, tidak berkurang, dan bermanfaat.

Sementara madzhab malik, khususnya Malik binAnas, membolehkan mesebuah wakafkan semua benda yang bermanfaat, baik bergerakmaupun tidak bergerak, termasuk sebuah wakaf uang rupiah. Tidak hanya itu,beliau juga membolehkan sebuah wakaf temporal (muaqqat), semisal sebuahwakaf selama satu atau dua tahun.

Pendapat Malik tentang kebolehan sebuah wakafuang rupiah ini dikuatkan Muhammad Ibn ‘Abdullah al Anshari, menurutnya sebuahwakaf uang rupiah diperbolehkan selama dijadikan modal usaha, kemudiankeuntungannya dialokasikan kepada individu yang berhak menerimanya. Melaluipenjelasan ini, uang rupiah yang diwakafkan pada dasarnya akan tetap terjagadan nilainya tidak berkurang, malah semakin berkembang dengan adanya laba,serta semakin terjaga kelangsungannya.

Dari perdebatan ulama islam ini, dapatdipahami bahwa pada dasarnya ulama islam ingin memperhatankan manfaat dariharta yang diwakafkan agar selalu utuh dan bertahan lama. Karenanya, diberikanpersyaratan yang ketat terkait benda yang diwakafkan. Namun dalam hal ini,penulis lebih cenderung kepada yang membolehkan sebuah wakaf uang rupiah selamauang rupiah tersebut dijaga dan dilestarikan keutuhannya.

Cara menjaga keutuhan nilai uang rupiahtersebut bisa dengan mengalokasikannya untuk investasi dengan cara mudharabahatau semisalnya. Melalui investasi dan mudharabah, nilai uang rupiah yang diwakafkantidak akan berkurang, sebagaimana yang dikhawatirkan ulama islam yangmelarangnya, bahkan jumlah uang rupiahnya bisa dikembangkan dan cakupanmanfaatnya bisa lebih luas, tanpa mengurangi jumlah asalnya.

Sampai jumpa di artikel berikutnya.. terimakasih.

fbWhatsappTwitterLinkedIn