Dalam Islam, hukum-hukum diberlakukan. Hukum tersebut adalah suatu tuntutan bagi manusia, dimana tuntutan tersebut tidak berseberangan dengan sumber hukum Islam, yaitu Al-Qur’an.
Ulama Ushul Fiqih membagi hukum Islam menjadi dua pembagian, yaitu hukum al-taklifi dan wadh’i.
Hukum Taklifi
Hukum taklifi adalah titah Allah SWT yang berbentuk tuntutan dan pilihan. Diberi nama hukum taklifi karena titah ini langsung mengenai perbuatan orang yang sudah mukalaf (balig) dan berakal.
Anak-anak, orang gila, orang mabuk, orang tertidur tidak termasuk orang yang mukalaf, maka setiap kegiatan yang mereka lakukan itu tidak bisa dikenakan sanksi hukum. Hukum taklifi ini terdiri dari 5 bagian, di antaranya adalah:
- Wajib
Wajib ialah tuntutan yang mengandung perintah yang mesti harus dikerjakan, sehingga orang yang mengerjakan patut mendapatkan pahala. Sementara orang yang meninggalkannya atau tidak mengerjakannya, maka orang tersebut akan mendapatkan ancaman atau dosa.
- Sunah
Sunah yakni tuntutan yang mengandung suruhan akan tetapi tidak wajib untuk dilakukan. Sunah hanya berupa anjuran untuk mengerjakannya. Bagi orang yang mengerjakannya berhak untuk mendapatkan ganjaran (pahala), sementara bagi yang tidak mengerjakannya itu tidak akan mendapatkan dosa maupun pahala.
- Haram
Haram adalah tuntutan yang mengandung larangan yang mesti untuk dijauhi. Karena jika seseorang melakukan suatu hal yang hukumnya haram maka akan mendapatkan dosa atau ancaman. Namun jika seseorang berusaha menghindari dan tidak melakukannya, maka orang tersebut akan mendapatkan suatu ganjaran atau pahala.
- Makruh
Makruh ialah tuntutan yang mengandung larangan akan tetapi mesti dijauhi. Jika seseorang telah meninggalkan larangan tersebut berarti ia telah mematuhi yang melarangnya, sehingga dia berhak mendapatkan pahala.
Tetapi karena tidak ada larangan yang bersifat mesti, maka jika seseorang melakukan larangan tersebut tidak dapat menyalahi yang melarang, dan orang tersebut tidak berhak mendapatkan dosa .
- Mubah
Secara bahasa, mubah diartikan sebagai segala sesuatu yang diperbolehkan. Mubah itu berarti sesuatu yang diberikan kepada orang mukalaf untuk memilih antara melakukan atau meninggalkannya.
Hukum Wadh’i
Selain hukum taklifi, di dalam Islam juga terdapat hukum yang lain yaitu hukum wadh’i. Hukum wadh’i adalah hukum yang lebih bersifat mengenai situasi bagaimana tuntutan dan lainnya itu diberlakukan.
Hukum wadh’i ialah tuntunan yang meletakkan sesuatu sebagai sebab, syarat, atau pencegah bagi yang lainnya (terciptanya hukum). Adapun hukum wadh’i menjadikan sesuatu itu sebagai berikut.
Sebab
Sebab yaitu sesuatu yang dijadikan oleg agama sebagai tanda adanya suatu hukum. Sebab tersebut ada dua macam, yakni:
- Sebab yang bukan merupakan hasil perbuatan manusia, yang dijadikan Allah sebagai tanda adanya hukum, seperti waktu shalat sudah tiba menjadi sebab wajib shalat.
- Sebab yang merupakan hasil dari perbuatan manusia, ialah perbuatan orang mukalaf yang menyebabkan agama menetapkan akibat-akibat hukumnya. Misalnya, bepergian di bulan Ramadhan menjadi sebab rukhsah (dispensasi( tidak wajib berpuasa.
Syarat
Syarat ialah segala sesuatu yang tergantung kepada adanya hukum, yang berarti ada dan tidaknya hukum tergantung pada ada dan tidaknya syarat, tetapi adanya syarat belum tentu ada hukumnya. Syarat terdiri dari 2 macam:
- Syarat yang menyempurnakan sebab, seperti jatuh haulnya menjadi syarat untuk wajib mengeluarkan zakat
- Syarat yang menjadikan musabab, seperti berwudu dan menghadap kiblat merupakan syarat untuk menyempurnakan shalat.
Penghalang (Mani’)
Penghalang ialah sesuatu yang kalau ada bisa meniadakan tujuan atau menghalagi yang dicapai oleh sebab atau hukum. Mani’ ada dua macan, antara lain:
- Mani’ yang memengaruhi sebab, seperti pembunuhan menghalangi hak waris.
- Mani’ yang menghalangi hukum, ada 3 macam yaitu:
- Mani’ yang membebaskan hukum taklifi, misalnya gila, sebab orang yang gila bukanlah orang mukalaf selama ia gila.
- Mani’ yang memebvaskan hukum taklifi, sekalipun masih mungkin melakukan hukum tersebut. Misal, wanita yang sedang haid tidak wajib salat, meskipun fisik dan mentalnya memungkinkan untuk sholat.
- Mani’ yang tidak membebaskan sama sekali hukum taklifi, tapi dapat keringanan dari tuntutan yang pasti kepada mubah. Misal, sakit yang menjadi halangan wajib salat jum’at