Pernikahan Beda Agama dalam Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Pernikahan adalah suatu yang sakral dalam kehidupan manusia. Pernikahan bukan hanya sekedar adanya cinta dan kasih sayang, lebih jauh dari itu ia pun terdapat visi atau tujuan yang harus dicapai. Sebagaimana sebuah bahtera/kapal, jika orang-orang di dalamnya tidak memiliki tujuan yang sama akan berlabuh kemana, tentunya akan menjadi kacau perjalanan tersebut.

Di dalam islam, syarat pernikahan pun tidak sembarangan. Keluarga dalam islam ditujukan pula untuk bisa membangun keluarga yang berbasis ketauhidan, dan juga membesarkan islam untuk kedepannya. Untuk itu, masalah pernikahan mulai dari pemilihan pasangan sangat diperhatikan dalam islam.

Dalam banyak kasus, terdapat muslim yang ingin melakukan pacaran beda agama dan menikahi pasangannya yang berbeda agama pula. Dalam hal ini pasangannya bukanlah beragama islam. Atas nama cinta dan kasih sayang, serta melihat kepribadian biasanya mereka ingin menikah walaupun terdapat perbedaan keyakinan. Bagaimana islam memandangan pernikahan beda agama, tentunya perlu diperhatikan hukum pernikahan dalam islam dan jangan sampai kita salah memilih pasangan, yang tidak berdasarkan kepada hukum islam.

Tujuan Utama Pernikahan dalam Islam

Keluarga adalah bagian atau unit terkecil dari masyarakat. Jika keluarga memiliki budaya dan pondasi yang baik, maka bisa berefek pada baiknya budaya dan pondasi yang ada di masyarakat pula. Dalam Islam tiap-tiap muslim berkewajiban untuk menerapkan seluruh aturan islam dalam kehidupannya, termasuk membangun rumah tangga dalam islam. Begitupun dengan keluarga, maka keluarga yang muslim juga berkewajiban untuk bisa bertanggung jawab melaksanakan aturan islam, menerapkannya di masyarakat, dan membesarkannya pula di kehidupan sosial.

Untuk bisa menerapkan itu, selayaknya sebuah organisasi, maka keluarga harus memiliki visi, misi, program, pembagian tugas atau peran dari masing-masing anggota keluarga hasil dari pernikahannya, serta program-program yang bisa mengarahkan pada tujuan tersebut.

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa’ : 34)

Maka dalam sebuah keluarga terdapat peran :

  1. Suami, sebagai pencari nafkah, menahkodai keluarga, serta berperan dalam pendidikan anak sebagai Ayah
  2. Istri, sebagai pengelola rumah tangga, modal rumah tangga, serta berperan dalam pendidikan anak sebagai Ibu
  3. Anak-anak adalah modal dari keluarga yang harus dikelola, serta jika besar ia pun berkewajiban untuk berbakti dan membantu orang tuanya yang sudah lanjut usia

Dari hal tersebut tentunya ada kewajiban suami terhadap istri dalam islam dan kewajiban istri terhadap suami dalam islam juga.

Dalam hal ini bisa kita ketahui bahwa tidak mungkin jika dalam sebuah pernikahan antara suami dan istri tidak memiliki tujuan, prinsip-prinsip, keyakinan yang sama. Hal tersebut bisa berdampak pada terwujudnya keluarga yang tidak jelas prinsipnya karena terdapat perbedaan, begitupun dengan program-program yang akan dibuat, tentunya tidak bisa menyelesaikan persoalan.

Pernikahan dengan beda agama tentunya perlu ditinjau ulang oleh seorang muslim, karena perbedaan prinsip dan keyakinan bisa berdampak pada masa depan keluarga di jangka waktu kedepan. Tentunya pula ada kekhawatiran tidak sesuai dengan tujuan pernikahan dalam islam dan syarat pernikahan dalam islam.

Landasan Utama Pasangan dalam Islam

Dalam agama islam, syarat untuk bisa melakukan pernikahan adalah keimanan dari orang tersebut. Hal ini menjadi syarat utama, mengingat bahwa nilai dasar dalam keluarga islam haruslah berdasarkan ketauhidan dan membangun keluarga yang juga bisa berdampak dan membangun islam. Sebagaimanpun umat islam memiliki pilihan pasangan, namun perlu diperhatikan pula cara memilih calon pendamping hidup sesuai syariat agama.

Rasulullah SAW pernah bersabda,

Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, maka sebaik-baik perempuan adalah perempuan yang dinikahi karena agamanya” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Dalam hadist tersebut menunjukkan bahwa sebetulnya dalam ajaran islam aspek agama menjadi dasar dalam pemilihan pasangan. Kita bisa saja memilih pasangan dari aspek hartanya, asal keturunannya, kecantikan parasnya atau hal-hal lain yang melekat pada dirinya. Namun, Rasulullah mengajarkan agar meletakkan pondasi pemilihan pasangan, dan mencintai orang yang memang memiliki keimanan dan agama yang kuat.

Dalam QS Al-Baqarah : 221, Allah menyampaikan pada umat islam,

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran

Islam memiliki kriteria calon suami menurut islam dan kriteria calon istri menurut islam yang harus diperhatikan. Hal ini dijelaskan juga  dalam QS An-Nur : 26, Allah menyampaikan pula bahwa,

Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)….”

Dari penjelasan ayat tersebut kita bisa melihat hal-hal mendasar yang menjadi aturan islam terkait pemilihan pasangan yang berlandaskan kepada islam. Hal tersebut diantaranya adalah :

  1. Larangan Menikahi wanita atau laki-laki musyrik sebelum beriman

Secara eksplisit aturan Islam melarang menikahi wanita atau laki-laki musyrik sebelum mereka beriman. Dalam hal ini berarti umat islam, para muslim dan mukmin dilarang untuk menikah dengan orang yang tidak memiliki keimanan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Kecuali mereka dalam kondisi sudah beriman dan tidak akan keluar dari keyakinan tersebut.

Orang-orang musyrik pada zaman Rasulullah adalah orang-orang yang membenci islam, mengkhianati perjuangan Rasulullah, bahkan diam-diam ingin merusak atau menghancurkan islam. Jika salah satu umat islam menikah dengan orang yang berlainan agama tersebut, terdapat kekhawatiran berdampak pada perjuangan islam pula. Seperti bocornya strategi, merubah keyakinan dari orang islam, atau kurang kuatnya pondasi islam di keluarga tentunya berdampak pada pondasi islam di keluarga. Selain itu, syirik dalam islam pun dosanya sangat besar dan termasuk pada dosa yang tak terampuni

Sepasang suami istri sebagaimana satu tubuh dan pakaian. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran, Surat Al-Baqarah : 187, “Mereka (para istri) adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka,”. Untuk itu penting memahami cara memilih pendamping dalam islam.

Dalam hal ini suami istri saling mempengaruhi. Kekuatan iman tentunya juga ditentukan dari bagaimana hubungan antara suami istri. Bagaimana mungkin seorang muslim bisa memelihara keimanan jika pasangannya saja bukan berasal dari keyakinan yang sama, tentunya sulit untuk saling memperkuat. Padahal keimanan seseorang tentunya bisa turun dan naik.

Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa islam melarang untuk menikah dengan orang yang berpotensi pada kuatnya pembangunan islam di masyarakat lewat keluarga, bukan malah sebaliknya. Bahkan Allah memberikan peringatan dan ancaman siksaan neraka bagi mereka yang masih melakukannya, serta balasan surga bagi yang meniggalkannya.

  1. Budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik yang disukai

Larangan untuk menikahi wanita atau laki-laki musyrik juga disertai dengan pernyataan Allah bahwa budak yang mukmin lebih baik ketimbang seorang musyrik yang menarik hati. Dalam ayat tersebut dapat kita pahami pula bahwa walaupun ada perasaan cinta atau kemenarikan terhadap orang yang berbeda agama namun itu bukanlah hal yang baik.

Seorang budak, mereka mungkin terbelakang, terbiasa menjadi bawahan orang, tidak memiliki harta dan kedudukan yang tinggi, namun jikalau budak tersebut seorang mukmin tentunya bukan jadi masalah. Tentunya budak yang mukmin adalah budak yang memiliki keimanan terhadap Allah dan Rasul serta memiliki loyalitas tinggi bagi islam, sehingga tidak berpotensi untuk melakukan pengrusakan atau pengkhianatan terhadap perkembangan agamanya sendiri.

Lagi-lagi Allah menekankan keyakinan menjadi hal penting, dan cinta menjadi dikesampingkan untuk urusan keimanan seseorang. Karena fungsi iman kepada Allah bukanlah dirasakan hanya jangka pendek, namun hingga ke akhirat kelak.

  1. Pemilihan pasangan adalah berdasarkan akhlak atau moralitas (bukan yang keji)

Dalam ayat yang dijelaskan di atas bahwa lelaki yang baik-baik akan berpasangan dengan wanita yang baik-baik. Sebaliknya, jika yang buruk atau keji akan bersama dengan yang buruk. Hal ini islam pun memerintahkan umatnya untuk memilih pasangan untuk dinikahi adalah yang baik dan melihat ketaqwaanya pada Allah. Untuk itu penting kiranya bagi laki-laki muslim pun mengetahui ciri wanita yang baik untuk dinikahi menurut islam.

Jika umat islam menikah dengan yang beda agam tentu syarat tersebut menjadi absurd. Hal ini dikarenakan standart baik atau buruk masing-masing kepercayaan atau agama bisa berbeda. Contohnya saja, dalam islam memakan daging babi, bangkai, dan darah adalah suatu yang haram. Hal ini akan ditemui berbeda jika ditemukan pada kepercayaan yang lain.

  1. Pemilihan pasangan berdampak kepada nasib di hari akhir kelak

Allah menyampaikan bahwa orang-orang musyrik mengajak kepada neraka, sedangkan aturan Allah menyelamatkan untuk ke surga. Hal ini menunjukkan bahwa pasangan pernikahan sangat menentukan nasib kita di akhirat kelak. Bukan karena status musyriknya saja, melainkan ajakan-ajakan dari kaum yang berbeda agama bisa bernilai buruk dan dosa dihadapan Allah. Sedangkan jika semakin banyak hal-hal keburukan yang kita lakukan akan berdampak pada timbangan kebaikan kita kelak di akhirat. Allah tidak ingin diduakan, sedangkan bersama musyrik potensi untuk menduakan Allah tentulah sangat besar sekali.

Islam Melarang Pernikahan Beda Agama

Dari ayat diatas, kita bisa mengetahui bahwa Islam melarang pernikahan berbeda agama, sebelum nantinya mereka masuk kepada agama islam. Mengenai larangan islam untuk menikah beda agama, kita bisa merangkumnya dalam dua keterangan Al-Quran dan Sunnah Rasul. Kita bisa melihat apakah rasul juga pernah melakukan pernikahan beda agama.

  1. Keterangan dalam Al-Quran

Dari keterangan di atas, dapat diketahui bahwa islam melarang untuk melangsungkan pernikahan dengan berbeda agama, sebelum orang tersebut menjadi seorang muslim dan mukmin. Bukan hanya saja sebagai larangan, namun terdapat ancaman akhirat yang dimana neraka menjadi ruang yang terbuka bagi mereka yang terajak oleh ajakan kemusyrikan yaitu yang menduakan Tuhan selain Allah.

  1. Rasulullah para Sahabat Tidak Menikahi Wanita yang Beda Agama

Rasulullah SAW dan Sahabat terdekat tidak pernah menikahi wanita yang berbeda agama. Istri-istri Nabi Muhammad selalu beragama islam, walauoun sebelumnya belum beriman. Mereka menikahi para wanita ahlul kitab atau kaum yang beragama lain setelah mereka masuk islam, mengikrarkan syahadat, dan mengakui Allah sebagai Tuhan serta mau mengikuti ajaran yang disampaikan. Wanita yang belum beriman, maka tidak dinikahi oleh Rasulullah dan Sahabat. Pun awalnya mereka berkeyakinan lain, namun pada akhirnya mengikuti dan berikrar syahadat terlebih dahulu.

Rasulullah pernah menikahi seorang bekas tawanan perang yang merupakan mantan dari budak kerajaan kristen koptik. Wanita tersebut bernama Maryatul Qibtiyah. Dia masuk islam dan kemudian dibebaskan dari status kebudakanya. Setelah berikrar syahadat barulah Rasulullah menikahinya. Sebelum Maria menyatakan keislamannya atau telah berstatus mualaf, maka ia tidak dinikahi oleh Rasul. Untuk itu, kita bisa melihat Rasulullah tidak pernah menikah dengan wanita bukan muslim.

Fatwa Ulama MUI persoalan pernikahan beda agama

Mengenai pernikahan beda agama, para ulama pun bersepakat mengenai hal tersebut. Hal ini dijelaskan dalam FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor:  4/MUNAS VII/MUI/ /2005 Tentang PERKAWINAN BEDA AGAMA. Kesimpulan dari fatwanya adalah sebagai berikut :

  1. Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
  2. Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.

Dari yang telah dijelaskan pada pembahasan di atas tentunya hal ini tidak bertentangan ara pendapat ulama di Majelis Ulama Indonesia. Untuk itu jelas pernikahan beda agama yang bukan atas dasar islam adalah haram dan dilarang oleh Islam sedangkan statusnya adalah tidak sah.

Dampak Pernikahan dari Beda Agama

Haram atau pelarangan nikah beda agama oleh Islam tentunya bukanlah suatu yang tidak ada dasar. Setiap aturan islam tentunya memiliki dampak yang positif jika dilakukan, jika dilanggar akan berdampak negatif. Fungsi agama adalah melindungi umatnya agar tidak terjebak pada jurang kesesatan dan keburukan. Untuk itu begitupun dengan larangan pernikahan beda agama. Dampak dari pernikahan beda agama dapat kita lihat sebagai berikut.

  • Pondasi Islam di Keluarga tidaklah kuat sehingga keluarga tidak menjadi keluarga islami yang diharapkan oleh Allah dalam ajaran islam.
  • Anak bisa mendapatkan kebingunan dalam hal Pendidikan Agama karena melihat perbedaan keyakinan dan teknis beribadah dari kedua orang tuanya.
  • Berpotensi pada konflik rumah tangga karena ketidaksamaan prinsip, keyakinan, dan teknis menyelesaikan permasalahan
  • Seorang muslim dapat saja berpindah agama atau keyakinan karena pengaruh dari pasangannya. Untuk itu bisa mengancam keimanan dari dirinya, padahal itu dibenci oleh Allah
  • Kebahagiaan dunia dan akhirat berpotensi untuk hilang, karena konflik dan ancaman neraka bagi yang mengikutinya

Untuk itu, menghindari konflik dalam keluarga salah satunya adalah kita memilih pasangan yang seiman, serta memperhatikannya dengan cara menjaga keharmonisan rumah tangga menurut islam.

Terhadap adanya orang yang berbeda agama tentunya tidak masalah jika kita menjaga hubungan baik karena tentunya ada manfaat toleransi antar umat beragama. Namun toleransi berbeda dengan kita mengikuti ajarannya pula apalagi mempersatukannya dalam sebuah pernikahan.

fbWhatsappTwitterLinkedIn