Begitu banyak orang-orang yang tertipu akan tipu daya muslihat setan yang berkaitan dengan pokok sosial dalam ajaran Islam. Dalam hal ini adalah menjaga tali persaudaraan (silah rahim) sungguh sangat mengenaskan bila kita mengetahui secara komprehensif akan ancaman bagi orang-orang yang memutuskan tali persaudaraan namun kita menghiraukan akan ancaman tersebut.
“Dari Abdullah bin Abi Aufa r.a, beliau berkata, ketika sore hari pada hari Arafah, pada waktu kami duduk mengelilingi Rasulullah saw, tiba-tiba beliau bersabda, “Jika di majelis ini ada orang yang memutuskan silaturahmi, silahkan berdiri, jangan duduk bersama kami”
Menjaga hubungan baik diantara kerabat atau yang biasa dikenal dengan silaturahmi merupakan salah satu hal yang dianjurkan dalam agama Islam. Adapun hukum memutuskan tali silaturahim menurut islam, sama dengan memutus rejeki.
Dalam Al-Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ، إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS an-Nisâ’: 1)
Lantas bagaimana kita mengetahui bahwa diri kita tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang memutuskan silaturahmi yang telah nyata tidak diakui oleh rasulullah sebagai umatnya? Berikut Ciri-ciri Orang yang memutuskan tali persaudaraan :
1. Gelisah Jika Ada Orang yang Berniat Untuk Menjaga Silaturahmi
Tentu orang yang memutuskan tali persaudaraan tidak akan senang dengan kehadiran orang yang telah diputus tali persaudaraannya. Bahkan sebelum datang kehadriannya (Orang yang di putuskan tali persaudaraannya) hatinya akan merasa tidak tenang, ia akan merasa gelisah ketika didengarkan nama orang yang ia putuskan silaturahmi.
2. Berusaha Menghindari Sesama Muslim dengan Alasan Kebaikan/Agama
Pemahaman yang kurang begitu memadai tentang suatu permasalah bisa menjadi pemicu problem tambahan dalam suatu kasus. Hal ini seringkali terjadi kepada orang yang tengah memutuskan silaturahmi, dengan argument yang tidak begitu akurat dan faktual dengan referensi yang ada, membuatnya lebih jauh tehanyut akan jebakan syathon.
3. Tidak Peduli dengan Apa yang Terjadi Pada Sesama Muslim
Diantara penyebab orang memutuskan tali persaudaraan adalah adanya sengketa pemahaman/problem yang membuatnya terjatuh akan lembah kehinaan, jika dibiarkan maka hal ini akan semakin berbahaya, tidak hanya untuk dirinya sendiri namun bisa berdampak kepada orang disekitarnya.
4. Merasa Paling Benar dengan Apa yang Dilakukan
Orang yang memutuskan tali persaudaraan biasanya dirinya dikuasai nafsu yang bersarang didalam hatinya, maka pada saat itu segala macam penyakit hati akan semakin bertumpuk berdatangan dan bersarang didalamnya termasuk Merasa Paling benar, dan sungguh sangat membahayakan bagi dirinya juga orang (Jika lemah pemahaman) disekitarnya.
Terdapat hikmah silaturahmi dalam islam bagi mereka yang menjaganya. Anjuran menjalin silaturahmi ini termaktub dalam Alqur’an. Allah SWT berfirman:
وَالَّذِيْنَ يَصِلُوْنَ مَآ اَمَرَ اللّٰهُ بِهٖٓ اَنْ يُّوْصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُوْنَ سُوْۤءَ الْحِسَابِۗ
Artinya: Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk. (QS. Ar Ra’du: 21).
Dalam surah lain, Allah melaknat orang-orang yang suka memutus tali silaturahmi sebagaimana dalam firman-Nya:
{أَنْ تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ}
Artinya: “Kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan. (Muhammad: 22)
Yaitu kalian akan kembali kepada kejahiliahan kalian di masa silam dengan membiarkan darah mengalir dan terputusnya hubungan kekeluargaan?
Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:
{أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ}
Mereka itulah orang-orang yang dilaknati oleh Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. (Muhammad: 23)
Larangan membuat kerusakan di muka bumi ini bersifat umum dan larangan memutuskan hubungan kekeluargaan bersifat khusus, bahkan Allah memerintahkan untuk berbuat kebaikan di muka bumi dan menghubungkan tali persaudaraan, yaitu dengan berbuat baik kepada kaum kerabat melalui ucapan dan perbuatan serta bersedekah kepada mereka.
Para ulama berbeda pendapat mengenai batasan seseorang dianggap memutus tali silaturahmi. Salah satu yang menarik adalah pandangan Imam Ibnu Hajar al-Haitami.
Beliau berpendapat bahwa memutus tali silaturahmi adalah dengan memutus kebiasaan baik yang terbiasa dilakukan sebelumnya dengan para kerabat tapa adanya uzur halangan yang bisa dimaklumi. Misalkan sebuah keluarga terbiasa bersilaturahmi dengan saling mengunjungi beberapa kerabatnya tatkala hari raya Idul Fitri.
Jika hal tersebut tidak dilakukan lagi pada hari raya Idul Fitri berikutnya dan tahun-tahun selanjutnya, maka perbuatan tersebut tergolong memutus tali silaturahmi yang terlarang. Berikut berbagai perbedaan pandangan para ulama mengenai batasan memutus tali silaturahmi:
(و) ومنها (قطيعة الرحم) واختلف في المراد بها فقيل ينبغي ان تخص بالإساءة وقيل لا بل ينبغي ان تتعدى الى ترك الإحسان اذ الاحاديث آمرة بالصلة ناهية عن القطيعة. ولا واسطة بينهما والصلة ايصال نوع من انواع الاحسان والقطيعة ضدها فهي ترك الاحسان ، واستوجه في الزواجر ان المراد بها قطع ما ألفه القريب من سابق لغير عذر شرعي لأن قطعه يؤدي الى ايحاش القلوب وتنفيرها – ولا فرق بين كون الاحسان الذي الفه مالا او مراسلة او مكاتبة او زيارة او غير ذلك. فان قطع ذلك كله بعد فعله لغير عذر كبيرة
“Sebagian dari maksiat adalah memutus tali silaturahmi. Para ulama berbeda pendapat mengenai makna yang dikehendaki dari ‘memutus tali silaturahmi ini. Menurut sebagian pendapat, memutus tali silaturahmi sebaiknya dikhususkan pada bentuk perbuatan buruk pada kerabat.
Pendapat lain menyangkal pandangan tersebut, sebaiknya memutus tali silaturahmi bertumpu pada tidak berbuat baik (pada kerabat), sebab dalam beberapa hadits menganjurkan untuk menyambung tali silaturahmi dan melarang memutus tali silaturahmi, dan tidak ada perantara makna diantara keduanya. Keutamaan menyambung tali silaturahmi berarti menyambungkan suatu kebaikan, sedangkan memutus tali silaturahmi adalah kebalikannya, yakni tidak melakukan kebaikan.
Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab az-Zawajir berpandangan bahwa yang dimaksud dengan memutus tali silaturahmi adalah memutus kebiasaan kerabat tanpa adanya uzur syar’i, sebab memutus hal tersebut akan mendatangkan pada kegersahan hati dan terasingnya hati. Tidak ada perbedaan apakah kebaikan yang dibiasakan itu berupa (pemberian) harta, saling menitip salam, berkirim surat, berkunjung, atau hal yang lainnya.
Sesungguhnya memutus segala hal di atas—tanpa adanya uzur—setelah terbiasa melakukannya tergolong dosa besar” (Habib Abdullah bin Husain bin Thahir Ba’lawi, Is’ad ar-Rafiq, juz 2, hal. 117).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa memutus tali silaturahmi merupakan hal yang terlarang. Sedangkan perbuatan memutus tali silaturahmi menurut sebagian ulama diartikan dengan melakukan perbuatan buruk pada kerabat, misalnya seperti mencela atau menyakiti mereka. Pendapat lain mengartikan memutus tali silaturahmi dengan tidak berbuat baik pada kerabat. Dan pendapat terakhir menengah-nengahi bahwa memutus tali silaturahmi adalah tidak melakukan perbuatan baik yang sebelumnya terbiasa dilakukan pada kerabat.