Keutamaan menyambung tali silaturahmi merupakan tempat dimana kita semua saling berhubungan dengan saudara atau keluarga agar tetap terjalin hubungan yang harmonis. Tidak hanya sebatas dengan keluarga atau saudara, namun silaturahmi juga akan melapangkan rezeki atau menjadi dzikir pembuka rezeki dan juga umur. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Barang siapa ingin dilapangkan rizkinya atau dipanjangkan umurnya, maka sambunglah silaturahmi.” (muttafaqun ‘Alaih).
Akan tetapi pada kenyataannya, banyak orang yang memutuskan tali silaturahmi antara sesama muslim dan mereka tidak berpikir mengenai akibat dari pemutusan tali silaturahmi tersebut. Lalu, bagaimana hukum memutuskan tali silaturahmi menurut Islam?.
Dalil Memutuskan Tali Silaturahmi dalam Islam
Berikut ini terdapat beberapa dalil dalam Al-Quran yang mengatakan bagaimana hukumnya seorang muslim yang memutuskan tali silaturahmi terhadap sesamanya, antara lain:
- Muhammad: 22-23
“Firman Allah SWT, “Maka apa kiranya jika kamu berkuasa akan membuat kerusakan di bumi dan memutuskan silaturahmi? Mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah, dan ditulikan telinga mereka dan dibutakan mata mereka.”
Dalam ayat ini, Allah SWT melaknat seseorang yang melakukan kerusakan pada bumi dan orang yang sudah memutuskan tali silaturahmi dimana Allah SWT akan membuat mereka tuli dan membutakan matanya. Maksud dari buta dan tuli dalam ayat tersebut adalah mendengar sesuatu kebaikan namun seakan tidak mendengarnya dan Allah SWT juga akan membutakan hati mereka.
- An-NIsa’: 1
Firman Allah: ” Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, yang dengan namaNya kamu meminta-minta, dan peliharalah silaturrahim”
Ibnu Al Arabi memberikan tafsiran tentang maksud dari ayat ini yakni, “Dan takutlah kepada Allah dalam melakukan dosa terhadapNya, dan takutlah untuk memutuskan tali silaturrahim sehingga harus melakukan berbagai cara meningkatkan iman dan taqwa.”
- Hadits Abdullah bin Auf
Beliau mengatakan, “Pada suatu sore pada hari Arafah, saat kami (para sahabat) duduk mengelilingi Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, tiba-tiba Rasulullah allallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: Apabila di dalam majlis ini ada yang memutuskan tali silaturahmi, maka berdirilah, jangan duduk bersama kami.”
- Hadits Abu Hurairah
Beliau mengatakan, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah bersilaturahmi.” (Muttafaqun ‘Alaih). Seperti yang kita ketahui, fungsi iman kepada Allah SWT sangatlah penting untuk seluruh umat muslim tanpa terkecuali.
- Hadits Abu Hurairah RA
” Ada seorang laki-laki yang menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, dan laki-laki itu berkata: Wahai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, aku mempunyai keluarga , dan ketika aku berbuat baik kepada mereka, mereka berbuat jelek terhadapku. Mereka acuh terhadapku, padahal aku telah bermurah hati kepada mereka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: Jika demikian, maka seolah-olah kamu memberi makan mereka dengan bara api. Dan pertolongan Allah akan selalu senantiasa menyertaimu selama kamu begitu (berusaha bersilaturahmi).” [HR. Muslim]
- Ahmad 1/194, shahih lighoirihi
“Allah ’azza wa jalla berfirman: Aku adalah Ar Rahman. Aku menciptakan rahim dan Aku mengambilnya dari nama-Ku. Siapa yang menyambungnya, niscaya Aku akan menjaga haknya. Dan siapa yang memutusnya, niscaya Aku akan memutus dirinya.”
- Bukhari no. 5991
”Seorang yang menyambung silahturahmi bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silahturahmi adalah orang yang berusaha kembali menyambung hikmah silaturahmi setelah sebelumnya diputuskan oleh pihak lain.”
- Abu Daud no. 4902
“Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya [di dunia ini] -berikut dosa yang disimpan untuknya [di akhirat]- daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)”
- An-Nisa’/4: 1
Bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu
- An-Nisa’/4: 36
Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat…
- Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah
Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Tidak ada perbedaan pendapat (diantara para Ulama-red) bahwa secara umum shilaturrahmi hukumnya wajib, dan memutuskannya merupakan dosa besar. Namun shilaturrahmi itu ada beberapa derajat, sebagiannya lebih tinggi dari yang lain. Yang paling rendah adalah tidak mendiamkan, artinya dia menyambungnya dengan mengajaknya bicara, walaupun dengan ucapan salam. Dan shilaturrahmi itu berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. Di antaranya ada yang wajib dan ada pula yang mustahab (sunah).
- Syarh Nawawi 8/345
Seandainya seseorang melakukan sebagian perbuatan silaturrahmi, namun tujuannya untuk silaturrahmi tidak tercapai, maka dia tidak dinamakan orang yang memutuskan silaturrahmi. Jika dia melalaikan bentuk silaturrahmi yang dia mampu dan sepantasnya dilakukan, maka dia tidak disebut orang yang melakukan silaturrahmi”.
Dari beberapa dalil diatas bisa dikatakan jika hukum dari memutuskan tali silaturahmi adalah haram dan akibat yang bisa didapat adalah Allah SWT yang akan melaknat orang pemutus silaturahmi dan Rasulullah SAW juga tidak ingin duduk bersama seseorang yang sudah memutuskan tali silaturahmi. Selain itu, seseorang yang sudah memutuskan tali silaturahmi juga tidak akan bisa masuk ke dalam surga. Jaabir bin Muth’imin RA, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: Tidak akan masuk surga orang yang yang memutus. Yang dimaksudkan adalah memutuskan tali silaturahmi.” [HR. Bukhari dan Muslim].
Bahaya Memutuskan Tali Silaturahmi
Selain keutamaan menyambung tali silaturahmi, Rasulullah SAW juga memberi ancaman untuk orang yang sudah memutuskan tali silaturahmi.
Tidak akan masuk sorga orang yang memutuskan (persaudaraan). [HR. al-Bukhari dan Muslim, dari Jubair bin Muth’im]
Dalam hadits tersebut bisa dilihat jika memutuskan tali silaturahmi atau kekerabatan merupakan dosa besar dan menjadi penghalang seseorang untuk masuk surga. Maksud tidak akan masuk surga dalam hadir tersebut bisa menjadi dua kemungkinan yakni untuk orang yang menganggap jika memutuskan tali silaturahmi tanpa sebab meskipun ia sudah mengetahui jika haram dilakukan, maka orang tersebut adalah kafir, kekal di dalam api neraka dan tidak akan pernah masuk ke surga untuk selamanya. Sedangkan arti kedua dari tidak masuk surga adalah sejak awal bersama dengan yang yang dahulu namun ia dihukum dengan diurungkan masuk ke surga dengan ukuran yang sudah dikehendaki oleh Allah SWT.
Sesungguhnya (kata) rahmi diambil dari (nama Allah) ar-Rahman. Allâh berkata, “Barangsiapa menyambungmu (rahmi/kerabat), Aku akan menyambungnya; dan barangsiapa memutuskanmu, Aku akan memutuskannya”. [HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu]
Oleh karena terdapat ancaman tidak akan masuk surga, maka dosa dalam memutuskan tali silaturahmi atau hubungan kekerabatan masuk dalam golongan kaba’ir atau dosa dosa besar dalam Islam. Tidak hanya bisa menyebabkan kerusakan dalam hidup, namun memutuskan silaturahmi juga akan melepaskan ikatan diantara kerabat tersebut dan bisa menimbulkan permusuhan serta kebencian sekaligus merusak hubungan kekeluargaan. Bahkan, memutuskan silaturahmi masuk dalam penyebab yang akan mendatangkan laknat dan menjadikan ketulian serta kebutaan hati.
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dila’nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka dan masuk kedalam golongan dosa tak terampuni apabila tidak segera bertaubat. [Muhammad/47: 22-23]
Dalam ayat diatas terdapat dua penafsiran yakni Tawalla dalam ayat diartikan sebagai berkuasa seperti terjemahan dan yang kedua Tawalla berarti berpaling dari kitab Allah dan juga dari hukum hukumnya.
Qatadah rahimahullah berkata, “Bagaimana kamu melihat orang-orang ketika berpaling dari kitab Allah, bukankah mereka menumpahkan darah, memutuskan kerabat, dan bermaksiat kepada ar-Rahman (Allah yang Maha Pemurah)?” [Lihat Tafsir al-Baghawi, 7/287]
Tidak ada satu dosa yang lebih pantas untuk disegerakan hukuman bagi pelakunya di dunia bersamaan dengan hukuman yang Allah siapkan baginya di akhirat daripada baghyu (kezhaliman dan berbuat buruk kepada orang lain) dan memutuskan kerabat. [HR. al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, no. 29; Tirmidzi, no. 2511; Abu Dawud, no. 4902; al-Hakim, no. 3359, 7289; dll. Dishahihkan oleh Tirmidzi, al-Hakim, adz-Dzahabi dan al-Albani]
Makna Silaturahmi
Yang dimaksud dengan silaturahmi jika dilihat dari istilah sumber syariat Islam adalah seperti yang dijelaskan oleh para ulama berikut ini.
- Imam Nawawi rahimahullah
Imam Nawawi rahimahullah berkata, bahwa shilaturrahmi adalah, “Berbuat baik kepada kerabat sesuai dengan keadaan orang yang berbuat baik dan orang yang menerima perbuatan baik itu. Terkadang shilaturrahmi itu dengan harta, jasa, mengunjungi, ucapan salam dan lainnya”. [Lihat Syarh Nawawi 1/287; Kamus Fiqih 1/145, karya Dr. Sa’di Abu Habib; Maktabah Syamilah]
- Imam al-‘Aini rahimahullah
Imam al-‘Aini rahimahullah berkata, “Shilaturrahmi adalah kinayah (ungkapan lain yang lebih halus-red) dari berbuat baik kepada kerabat dari kalangan orang-orang yang memiliki hubungan nasab (keturunan-red) dan pernikahan, bersikap sopan dan lemah-lembut kepada mereka, serta memperhatikan keadaan mereka. Walaupun mereka jauh dan berbuat buruk. Adapun qath’urrahmi (memutuskan persaudaraan) adalah memutuskan hal-hal yang disebutkan di atas (dengan tanpa alasan syari’at-pen)”. [Syarh Shahih al-Bukhari]
Demikian penjelasan terkait bagaimana hukumnya memutuskan tali silaturahmi seorang muslim kepada muslim lainnya, semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamiiin Ya Rabbal A’lamin.