Anjing adalah salah satu hewan ciptaan Allah SWT dan banyak pula dipelihara oleh manusia, terutama oleh non-muslim. Namun, dewasa ini, banyak sekali orang muslim yang mulai memelihara hewan ini dengan berbagai keperluan dan alasan.
Kemudian, bagaimana dengan ungkapan bahwa anjing itu hewan haram bagi umat muslim? Lalu timbul lagi pertanyaan, mengapa Allah SWT menciptakan anjing apabila sejatinya hewan itu haram bahkan untuk didekati? Dibawah ini akan ada penjelasan terkait mengapa dan penyebab anjing haram dalam islam dan dalil-dalil yang menjelaskannya. Simak selengkapnya dibawah ini.
Banyak syariat Islam yang mengharamkan umat muslim untuk memelihara anjing. Bagi siapa saja yang menentang ajaran ini (Dengan merawat anjing sebagai hewan peliharaan, maka akan dihukum dengan berkurangnya kebaikan yang dilakukan sebanyak satu qirath atau dua qirath setiap harinya. Baca juga tentang Hukum Memelihara Anjing Dalam Islam, Hukum Menolong Anjing dalam Islam, Hukum Membeli Anjing dalam Islam, dan Larangan Memelihara Anjing dalam Islam
Sementara ukuran perbandingan satu qirath sendiri, tidak pasti berapa ukurannya. Namun, berdasarkan kitab Fiqh, menurut Imam Syafi’i, Hambali, dan Maliki, Satu Qirath sebanding dengan 0,215 Gram. Sedangkan menuru Abu Hanifah, satu Qirath seberat 0,263 Gr. Wallahu ‘Alam
Namun, tidak berlaku bagi umat muslim yang ingin memelihara anjing dengan tujuan untuk menjaga ternak, berburu, dan atau menjaga ladang pertanian dari hal-hal yang menganggu.
Perihal Hal ini, Rasulullah SAW bersabda:
مَنِ اتَّخَذَ كَلْباً إِلاَّ كَلْبَ مَاشِيَةٍ ، أوْ صَيْدٍ ، أوْ زَرْعٍ ، انْتُقِصَ مِنْ أجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ ) رواه مسلم 1575 )
“Siapa yang memelihara anjing, kecuali anjing untuk menjaga hewan ternak, berburu dan menjaga tanaman, maka akan dikurangi pahalanya setia hari sebanyak satu qirath.” (HR. Muslim, no. 1575)
Dari Abdullah bin Umar, radhiallahu anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang memelihara anjing, kecuali anjing untuk memelihara ternak, atau berburu, maka akan dikurangi amalnya setiap hari sebanyak dua qirath.” (HR. Bukhari, no. 5163, Muslim, no. 1574)
Kemudian, dalam syariatnya, yang haram dari Anjing adalah bukan keseluruhan rupa dari anjing tersebut, namun air liurnya lah yang membuat anjing itu haram itu didekati, apalagi dipelihara.
Sekalipun tidak didasarkan dari Ayat Al-Quran, karena sejatinya tidak ada ayat Al-Quran yang menjelaskan najisnya air liur anjing, namun hukum terkait najirnya liur anjing, didasarkan dari Sunnah Nabawiyah. Sunnah Nabawiyah adalah semua perbuatan, perkataan, dan segala hal yang dikeluarkan oleh Rasulullah SAW. Baca juga tentang Hukum Memelihara Kucing Hitam Dalam Islam
Dalam hal ini, kedudukan Sunnah Nabawiyah, sama dengan Al-Quran, yaitu wahyu Allah. Namun dengan format yang berbeda dengan Al-Quran. Namun, sekalipun dengan format berbeda, tidak boleh kita menyampingkan kebenaran yang di bawa Rasulullah SAW dalam bentuk hadits, dengan Al-Quran.
Kemudian,
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, menyatakan Rasulullah SAW pernah bersabda terkait Air liur anjing:
( طُهُورُ إِنَاءِ أحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الكَلْبُ أنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ ) رواه مسلم ( 279 (
“Sucinya wadah kalian apabila dijilat anjing, adalah dengan dibasuh sebanyak tujuh kali, basuhan pertama dengan debu.” (HR. Muslim, no. 279)
Di riwayat lainnya dari Muslim, Rasulullah bersabda:
“Jika anjing menjilati wadah, maka basuhlah sebanyak tujuh kali, dan yang kedelapan taburkan dengan tanah.” (HR. Muslim, no. 280)
Kemudian, berdasarkan hadits ini, Syaikhul Islam Rohimahullah berkata:
Banyak perselisihan para ulama islam terkait air liur anjing ini. Ada tiga pendapat diantaranya:
- Anjing adalah najis termasuk bulunya. Ini diungkap dalam mazhab syafi’i dan satu diantara dua pendapat dalam mazhab Ahmad. Baca juga tentang Keutamaan Memelihara Kucing Dalam Islam
- Bulu anjing suci, namun liurnya najis. Ini pendapat dari mazhab Abu Hanifah, dan satu pendapat lainnya dari mahzab Ahmad.
- Anjing adalah suci. Termasuk liurnya. Pendapat ini ada dalam Mazhab Maliki.
Dari ketiga pendapat ini, pendapat kedua adalah pendapat yang paling benar. Oleh karena itu, apabila bulu anjing yang lembab menempel pada baju atau tubuh seseorang, tidaklah najis.
Hal ini diperkuat dalam Majmu Fatawa, 21/530
“Hal demikian, karena asal pada setiap benda adalah suci, maka tidak boleh menyatakan sesuatu najis atau haram kecuali berdasarkan dalil. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلاَّ مَا اضْطُّرِرْتُم إِلَيْهِ ) الأنعام/119 ،
Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. (QS. Al-An’am: 11)
Allah juga berfirman,
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi.” (QS. At-Taubah: 115)
Lalu Terdapat sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
“Sucinya wadah kalian apabila dijilat anjing, adalah dengan dibasuh sebanyak tujuh kali, basuhan pertama dengan debu.” (HR. Muslim, no. 279)
Dan dalam hadits lain (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda),
“Jika anjing menjilati wadah.” (HR. Muslim, no. 280)
Kesimpulannya, banyak dari hadits yang seluruhnya hanya mempermasalahkan jilatan anjing, terkait liurnya. Maka, selain liur, bagian tubuh anjing lainnya ditetapkan sebagai najis dengan berdasarkan Qiyas. Wallahu ‘Alam.