Akikah atau Aqiqah adalah pengorbanan hewan dalam syariat Islam, sebagai penggadaian (penebus) seorang bayi yang dilahirkan.
Hukum akikah menurut pendapat yang paling kuat adalah sunah muakkadah, dan ini adalah pendapat jumhur ulama menurut hadits.
Berdasarkan anjuran Rasulullah Saw dan praktik langsung dia. “Bersama anak laki-laki ada akikah, maka tumpahkan (penebus) darinya darah (sembelihan) dan bersihkan darinya kotoran (maksudnya cukur rambutnya).” (HR. Imam Ahmad, Al Bukhari dan Ashhabus Sunan)
Akikah merupakan salah satu hal yang disyariatkan dalam agama islam. Dalil-dalil yang menyatakan hal ini, di antaranya, adalah hadits Rasulullah saw, “Setiap anak tertuntut dengan akikahnya’. Baca juga Penyebab Anak Nakal Dalam Islam
Ada hadits lain yang menyatakan, “Anak laki-laki (akikahnya dengan 2 kambing) sedang anak perempuan (akikahnya) dengan 1 ekor kambing’ Status hukum akikah adalah sunnah muakkadah.
Hal tersebut sesuai dengan pandangan mayoritas ulama, seperti Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan Imam Malik, dengan berdasarkan dalil di atas.
Bagaimana hukum aqiqah bagi anak yang belum diaqiqahi orangtuanya semasa kecil sehingga dewasa, apakah masih diaqiqahi, apakah boleh mengaqiqahi diri sendiri jika orangtua masih tidak mampu? Baca juga Keutamaan Anak Lelaki dalam Islam
Hukum Aqiqah Sesudah Dewasa
Apabila orang tuanya dahulu adalah orang yang tidak mampu pada saat waktu dianjurkannya aqiqah (yaitu pada hari ke-7, 14, atau 21 kelahiran), maka ia tidak punya kewajiban apa-apa walaupun mungkin setelah itu orang tuanya menjadi kaya.
Sebagaimana apabila seseorang miskin ketika waktu pensyariatan zakat, maka ia tidak diwajibkan mengeluarkan zakat, meskipun setelah itu kondisinya serba cukup.
Jadi apabila keadaan orang tuanya tidak mampu ketika pensyariatan aqiqah, maka aqiqah menjadi gugur karena ia tidak memiliki kemampuan. Baca juga Kejahatan Orang Tua Kepada Anak
Sedangkan jika orang tuanya mampu ketika ia lahir, namun ia menunda aqiqah hingga anaknya dewasa, maka pada saat itu anaknya tetap diaqiqahi walaupun sudah dewasa.
Adapun waktu utama aqiqah adalah hari ketujuh kelahiran, kemudian hari keempat belas kelahiran, kemudian hari keduapuluh satu kelahiran, kemudian setelah itu terserah tanpa melihat kelipatan tujuh hari.
Aqiqah untuk anak laki-laki dengan dua ekor kambing. Namun anak laki-laki boleh juga dengan satu ekor kambing. Sedangkan aqiqah untuk anak perempuan dengan satu ekor kambing. Baca juga Cara agar Anak Betah di Rumah Menurut Islam
Aqiqah asalnya menjadi beban ayah selaku pemberi nafkah. Aqiqah ditunaikan dari harta ayah, bukan dari harta anak. Orang lain tidak boleh melaksanakan aqiqah selain melalui izin ayah.
Imam Asy Syafi’i memiliki pendapat bahwa aqiqah tetap dianjurkan walaupun diakhirkan. Baca juga Keutamaan Ramadhan untuk Anak
Namun disarankan agar tidak diakhirkan hingga usia baligh. Jika aqiqah diakhirkan hingga usia baligh, maka kewajiban orang tua menjadi gugur, termasuk jika anak tersebut telah meninggal dunia.
Akan tetapi ketika itu, bagi anak yang masih hidup punya pilihan, boleh mengaqiqahi dirinya sendiri atau tidak di luar dari waktu yang diakhirkan setelah baligh. (Shahih Fiqih Sunnah, 2/383)
Hukum Meng Aqiqah Diri Sendiri
Pertama, aqiqah hukumnya sunah muakkad (ditekankan) menurut pendapat yang lebih kuat. Dan yang mendapatkan perintah adalah bapak.
Karena itu, tidak wajib bagi ibunya atau anak yang diakikahi untuk menunaikannya.
Jika Aqiqah belum ditunaikan, sunah akikah tidak gugur, meskipun si anak sudah baligh. Baca juga Hukum Aqiqah Dalam Islam
Apabila seorang bapak sudah mampu untuk melaksanakan aqiqah, maka dia dianjurkan untuk memberikan aqiqah bagi anaknya yang belum di aqiqah tersebut.
Kedua, jika ada anak yang belum di aqiqah bapaknya, apakah si anak dibolehkan untuk meng aqiqah diri sendiri?
Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Pendapat yang lebih kuat, dia dianjurkan untuk melakukan aqiqah.
Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika dia belum diakikahi sama sekali, kemudian baligh dan telah bekerja, maka dia tidak wajib untuk mengakikahi dirinya sendiri.”