Menjalankan ibadah haji merupakan ibadah yang termasuk dalam rukun Islam yang ada dalam keinginan setiap umat muslim dunia.
Setiap kaum muslimin akan berdo`a kepada Allah SWT agar bisa ikut beribadah haji ke kota suci Mekah yang tentunya membutuhkan biaya perjalanan yang sangat besar bagi umat muslim yang berada jauh dari Mekah. Oleh karena itu dalam rukun Islam naik haji hanya ditujukan bagi umat Islam yang mampu dan merdeka secara finansial dan termasuk kepada syarat wajib haji. Dan Allah SWT telah berfirman dan hadis:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam” (QS. Ali Imran: 97).
Dan para ulama sudah sepakat dan sependapat bahwa hukum berhutang untuk naik haji adalah tidak boleh. Hal ini juga telah dijelaskan dalam hadis berikut :
Seorang sahabatnya Abdullah bin Abi Aufa: “Aku bertanya kepada Nabi saw berkenaan seorang lelaki yang belum menunaikan haji, apakah ia boleh meminjam uang untuk haji? Nabi saw menjawab: “Tidak” (Musnad Al-Syafi’I: 1/109; Al-Umm: 2/116).
“Barangsiapa yang tidak mendapatkan kemudahan dan kelebihan harta yang menjadikannya dapat menunaikan ibadah haji tanpa melakukan pinjaman, maka ketika itu dia dianggap tidak layak untuk pergi haji (Lihat Al-Umm 2/116).
“Dan hendaklah (perbekalan ini) adalah harta berlebih dari yang dia perlukan untuk menafkahi keluarganya yang wajib disediakannya semasa kepergiannya sampai kepulangannya. Hal itu dikarenakan nafkah keluarga berkaitan dengan hak manusia dimana mereka lebih membutuhkan dan hak mereka lebih diutamakan…Selain itu, hendaklah perbekalannya dari harta berlebih sehingga dia mampu melunasi hutangnya (Lihat Al-Mughni karya Ibn Qudamah: 4/317).
“…Saya tidak sependapat jika dia berhutang untuk berhaji, karena haji dalam keadaan ini tidak diwajibkan atasnya, oleh sebab ini semestinya dia menerima keringanan Allah dan keluasan rahmat-Nya, dan tidak membebani dirinya dengan hutang yang dia tidak tahu apakah dia bisa membayarnya atau tidak? Mungkin dia meninggal dan belum membayarnya akhirnya masih tersisa hitang tersebut dalam tanggungannya”(Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin: 21/93).
Dari hadis dan fatwa tersebut juga telah menjelaskan dengan jelas bahwa hukum berhutang untuk naik haji itu tidak dibolehkan karena Allah SWT sendiri juga telah berfirman bahwa naik haji hanya bagi yang memiliki kemampuan secara ekonomi dan benar-benar merdeka dalam hal itu.
Dan Allah SWT tidak pernah memberatkan dan mengharuskan bagi hambanya yang lemah secara finansial untuk wajib berhaji.
Namun Imam Syafi’i berkata dalam hal ini :
“Tetapi jika ia mempunyai harta yang banyak, ia boleh menjual sebagiannya atau berhutang (karena yakin dapat membayar hutang yang dipinjamnya)” (Al-Umm: 2/116).
Dan disini ada penekanan bahwa boleh berhutang untuk berhaji asal memiliki harta yang berlimpah untuk membayar hutang tersebut dengan harta yang dimiliki. Wallahu `alam.
Dan sebaik-baiknya berhaji memang dari harta yang bersih dan halal dan tidak berhutang dan sebaiknya menjual properti yang ada untuk berhaji dari pada harus berhutang. Ketahui juga keutamaan ibadah haji dan juga hukum ibadah umrah dengan berhutang.