Hukum Mewakilkan Haji Orang Lain

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Ibadah haji danamalan haji saat idul adhamemerlukan biaya, sarana transportasi dan kesiapan fisik. Haji adalah ibdah fisik (al-ibadah al-badaniyah) sekaligus harta (al-ibadah al-maliyah). Allah swt. tidak membebani hambanya kecuali sebatas kemampuannya. Oleh sebab itu kewajiban haji sebagai rukun Islam kelima, terbatas pada kaum muslimin yang mampu menunaikannya. (al-Fiqh ala madzahibil arb’ah).<>

Berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya untuk mencapai jenis surga dalam islam, ibadah haji hanya bisa dilangsungkan di tanah suci. Thawaf harus mengeitari Ka’bah. Sa’i dari bukit Shofa dan Marwah. Wukuf dilaksanakan di padang Arafah. Ibadah haji memerlukan biaya, sarana transportasi dan kesiapan fisik. Haji adalah ibdah fisik (al-ibadah al-badaniyah) sekaligus harta (al-ibadah al-maliyah).

Allah Swt Tidak Membebani Hambanya Kecuali Sebatas Kemampuannya.

Oleh sebab itu kewajiban haji sebagai rukun Islam kelima agar mendapat pahala yang paling besar dalam islam, terbatas pada kaum muslimin yang mampu menunaikannya. (al-Fiqh ala madzahibil arb’ah). Pada prinsipnya sebagai ibadah badaniyah, haji harus dilakukan sendiri. dalam kondisi normal, di mana yang bersangkutan mampu mengerjakan sendiri, haji tidak boleh diwakilkan kepada individu lain. Tetapi dalam kondisi sakit yang kronis dan tidak mungkin diharapka kesmebuhannya, sebagai ibadah maliyyah, menurut pendapat mayoritas ulama, haji boleh diwakilkan kepada individu lain.

Individu yang meninggal dunia dalam keadaan belum pernah menunaikan ibadah haji ini, padahal yang bersangkutan sudah mampu dan ingin mendapat pahala umrah di bulan ramadhan. Diceritakan di dalam hadis shahih individu perempuan dari Khats’am berkata kepada Rasulullah saw:

يارسول الله إن فريضة الله على عباده فى الحجادركت أبى شيخا كبيرا  لا يثبت على الراحلة افأحج عنه؟ قال نعم (متفق عليه)

Wahai Rasulullahsesungguhnya kewajiban haji berlaku atas hamba-hamba Allah. Saya menjumpaibapak saya telah tua dan tidak mampu duduk di atas kendaraan. Apakah sayamengerjakan haji atas namanya? Beliau menjawab “ya”. (Muttafaq alaih)

Oleh sebab itu para fuqaha mengklasifikasikan istita’ah (kemampuan haji) menjadi dua sebagai jalan jenis pahala yang tidak disadari, istitha’ah binafsih dan istitha’ah bi ghairih. Istitha’ah binafsih artinya,sanggup mengerjakan haji sendiri. Istitha’ah bi ghairih, ketika individu karena alasan sakit atau termakan usia tidak mampu berangkat sendiri, tetapi memiliki uang untuk menyewa individu lain melakukan haji atas namanya. (al-Fiqh al-Islami).

Individu dianggap telah istitha’ahbi gahirih, apabila mempunyai uang dalam jumlah yang cukup untuk membayar individulain mengerjakan haji menurut ukuran lumrah yang berlaku di masyarakat (ujrahmisl).

Transaksi Antara Individu yang Mewakilkan Haji dan wakil atau badaltermasuk akad ijarah. Sehingga tidak ada batasan yang baku mengenai uapah yangharus diberikan. Yang terpenting terdapat kata sepakat antara keduanya, ataudalam bahasa fiqihnya disebut an’taradhin. Mungkin juga si wakil tidakmeminta bayaran sepeserpun, semata-mata ingin membantu individu. Hal ini sangatmungkin terjadi, bila mana antara keduanya terjalin hubungan kekerabatanmisalnya.

Individu yang sah ditunjukmenjadi wakil atau badal adalah individu yang memiliki kompetensi untukmengerjakan haji, yaitu mukallaf (muslim, baligh, dan berakal), danmampu melakukannya. Tidak dibenarkan mewakilkan kepada individu yang belumpernah mengerjakan haji untuk dirinya sendiri. Hendaknya dicarikan individuyang dapat dipercaya (al-mautsuq bih), untuk menghindari hal-hal yangtidak diinginkan. Wakil melakukan ihram atas nama individu yang mewakilkan. Ihramdari miqat individu yang diwakili (al-fiqh al-Islami juz III).(ulil) sumber: KH.MA. Sahal Mahfudh. 2010. Dialog Problematika Umat.

Ada individu wanita yang ingin mewakilkan pelaksanaan ibadah hajinyakepada individu dengan alasan:

  • Individu yang mewakilinya itu berilmu,
  • Wanita itu percaya kepada individu yang akan mewakilinya itu bahwa dia akan melaksanakan ibadah haji dengan sempurna
  • Wanita itu merasa pemahamannya tentang ibadah haji sangat sedikit disamping juga dia khawatir kedatang masa haid saat melaksanakan ibadah haji
  • Wanita itu ingin fokus mendidik dan memelihara anak-anaknya dirumah.

Bolehkah wanita inimewakilkan pelaksanaan ibadah hajinya kepada individu lain dengan berbagaialasan di atas?

Syaikh Muhammad binShalih al-Utsaimin rahimahullah menjawab: Penyerahan mandat dari individukepada individu lain untuk mewakilinya dalam pelaksanaan ibadah haji itu tidaklepas dari dua keadaan:

  • Pertama : Kejadian itu terjadi pada haji yangwajib
  • Kedua : Kejadian itu terjadi pada haji yangsunnah atau nâfilah.

Apabila itu terjadi padahaji yang wajib atau fardhu, maka individu tidak boleh mewakilkanpelaksanaannya kepada individu lain untuk menghajikannya. Kecuali jika diabenar-benar tidak bisa berangkat atau tidak bisa sampai ke Mekah (misalnya-red)karena menderita penyakit yang terus menerus yang tidak ada harapan akansembuh, atau karena usianya yang sudah renta. Jika masih ada harapan akan sembuhdari penyakit yang menderanya itu, maka pelaksanaan ibadah hajinya ditundasampai Allâh Azza wa Jalla memberikan kesembuhan kepadanya lalu ia melaksanakansendiri ibadah hajinya.

Adapun, jika tidak adayang menghalanginya dari pelaksanaan ibadah haji dan dia mampu untukmelakukannya sendiri, maka dia tidak boleh mewakilkan pelaksanaannya kepada individulain. Karena dia sendiri dituntut untuk melaksanakannya. Allâh Azza wa Jallaberfirman:

وَلِلَّهِ عَلَىالنَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا 

Dan mengerjakan hajiitu adalah kewajiban manusia terhadap Allâh, yaitu (bagi) individu yang sanggupmengadakan perjalanan ke Baitullah [Ali Imran/3:97]

Dan Pada Dasarnya, Ibadah-Ibadah Itu Dikerjakan Sendiri (oleh individuyang terkena beban-red) agar sempurna penghambaan dirinya kepada Allâh Azza waJalla dan juga ketundukannya kepada Allâh Azza wa Jalla . Dan sebagaimana sudahdimaklumi bersama bahwa individu yang mewakilkan pelaksanaan suatu ibadahkepada individu lain, maka dia tidak akan merasakan makna yang agung ini, yangkarenanya semua ibadah itu disyari’atkan.

Sedangkan jika individuyang hendak mewakilkan itu adalah individu yang sudah melaksanakan ibadah hajiyang wajib atasnya lalu dia ingin meminta individu lain untuk mewakilinya dalammelaksanaan ibadah haji yang nâfilah (sunnah), maka dalam masalah inipara Ulama berbeda pendapat. Diantara mereka ada yang membolehkannya, sementarasebagian yang lain tidak membolehkannya. Dalam pandangan saya, pendapat yangmendekati kebenaran adalah pendapat yang menyatakan bahwa itu terlarang atautidak boleh.

Artinya, tidak boleh bagi individuuntuk meminta individu lain mewakilinya dalam melaksanakan ibadah haji atauumrah dalam haji yang sunnah baginya. Karena hukum asalnya adalah ibadah-ibadahitu dikerjakan sendiri (oleh individu yang terkena beban-red), sebagaimana individutidak boleh meminta individu lain mewakilinya dalam melaksanakan ibadah puasa,padahal seandainya individu itu mati dan memiliki tanggungan ibadah puasa, makawalinya wajib berpuasa untuknya (atau wajib mewakili individu yang sudahmeninggal tersebut-red), begitu pula terkait ibadah haji.

Ibadah Haji Adalah Ibadah yang Dikerjakan Oleh Kaum Muslimin denganAnggota Badan Mereka, bukan ibadah mâliyah (harta) yang bertujuanmemberikan manfaat kepada individu lain dengan harta itu. Jika haji ini adalahibadah badaniyah yang harus dikerjakan oleh individu dengan raganyasendiri, maka pelaksanaannya oleh individu lain untuk individu lain itu tidaksah, kecuali dalam kondisi-kondisi yang dijelaskan dalam hadits-hadits NabiShallallahu ‘alaihi wa salam.

Dan tidak ada disebutkandalam hadits-hadits tentang adanya individu yang mewakili individu lain dalammelaksanakan ibadah haji, sehingga kita tidak memiliki alasan untukmembolehkannya. Ini adalah satu riwayat dari imam Ahmad rahimahullah.

Maksud saya, tidak sahperbuatan individu yang meminta individu lain mewakilinya dalam penunaianibadah haji dan umrah yang sunnah, baik individu yang meminta itu dalam keadaanmampu melakukan perjalanan ataupun tidak mampu. Dengan memilih pendapat ini,diharapkan bisa menjadi motivasi bagi kaum Muslimin yang memiliki kekayaan dankemampuan agar melaksanakan sendiri ibadah hajinya.

Karena terkadang sebagian individuyang kaya, meskipun tahun-tahun terus berlalu, mereka tidak tergerak untukberangkat sendiri ke Mekah. Mereka beralasan telah ada yang mewakilinya dalampelaksanaan ibadah haji setiap tahun. Sehingga akibatnya, mereka kehilanganatau tidak merasakan makna yang karenanya ibadah haji diwajibkan, karenapelaksanaan ibadah hajinya diwakilkan.

[Disalin dari majalahAs-Sunnah Edisi 04/Tahun XXI/1438H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah IstiqomahSurakarta]

Mewakilkan Pelaksanaan Haji Tidak Lepas Dari Dua Hal: Pertama, mewakilkanhaji fardhu; Kedua, mewakilkan haji sunnah.

Jika hajinya adalah haji fardhu,maka individu tidak boleh mewakilkan pelaksanaan haji dan umrahnya kepada individulain, kecuali pada kondisi di saat individu itu tidak mungkin datang sendiri keKa’bah karena sakit yang berkesinambungan yang tidak mungkin sembuh, ataukarena tua, dan sebagainya. Jika sakitnya bisa disembuhkan, dia harus menunggusampai dirinya sembuh dan melaksanakan haji sendiri.

Individu yang tidakmempunyai halangan untuk berhaji, bahkan mampu melaksanakan haji sendiri, makatidak halal baginya mewakilkan pelaksanaan hajinya kepada individu lain, karenadialah individu yang dituntut secara pribadi, seperti yang difirmankan Allah,

وَلِلّهِ عَلَىالنَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِاسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً

Mengerjakan hajiadalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) individu yang sanggumengadakan perjalanan ke Baitullah.” (Qs. Ali Imran: 97).

Tujuan ibadah dimaksudkanagar manusia melaksanakannya sendiri supaya ibadahnya kepada Allah sempurna.Kita ketahui bahwa (jika) individu yang mewakilkan ibadahnya kepada individulain, maka dia tidak akan mendapatkan makna terbesar yang karenanya ibadah itudisyariatkan.

Adapun jika individu yangmewakilkan itu telah melaksanakan kewajiban haji, lalu dia ingin mewakilkankepada individu lain agar melaksanakan haji atau umrah lagi untuknya, makadalam hal ini ada perbedaan pendapat di kalangan ahlul ilmi, di antara merekaada yang membolehkan dan ada pula yang melarangnya.

Pendapat yang paling dekat-menurut saya- adalah bahwa hal tersebut dilarang, karena individu tidakdiperkenankan mewakilkan pelaksanaan haji atau umrahnya kepada individu lainjika haji atau umrah itu sunnah, karena asal dalam ibadah adalahmelaksanakannya sendiri. Seperti halnya tidak diperbolehkan individu mewakilkanpuasanya kepada individu lain –baru boleh setelah dia meninggal yang diwakilioleh walinya–, begitu juga dalam ibadah haji.

Haji adalah ibadah yangharus dikerjakan manusia dengan badannya sendiri, bukan ibadah harta benda,yang tujuannya agar bermanfaat bagi individu lain. Jika haji itu ibadahbadaniyah yang harus dilaksanakan individu dengan badannnya sendiri, maka tidaksah hukumnya menggantikannya kepada individu lain, kecuali jika dijelaskan olehsunnah (yaitu, syariat Islam). Tidak ada dalam sunnah yang meriwayatkan tentangadanya individu yang mewakili individu lain dalam haji sunnah.

Salah satu dari duariwayat Imam Ahmad menjelaskan bahwa manusia tidak boleh mewakilkan sunnah hajiatau sunnah umrah kepada individu lain, baik dia mampu maupun tidak mampu. Jikakami berpendapat demikian, berarti ada anjuran kepada individu-individu kayayang mampu, agar mereka mengerjakan sendiri ibadah haji mereka, karena sebagianmanusia ada yang menghabiskan waktunya bertahun-tahun tanpa pergi ke Makkahuntuk melaksanakan ibadah haji dengan alasan bahwa dia telah mewakilkannyakepada individu lain setiap tahun, sehingga dia kehilangan makna pensyariatanhaji itu, karena dia mewakilkannya kepada individu lain.

Sumber: Tuntunan TanyaJawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji (Fatawa Arkanul Islam), SyaikhMuhammad bin Shalih al-Utsaimin, Darul Falah, 2007.

Sampai jumpa di artikelberikutnya, terima kasih.

fbWhatsappTwitterLinkedIn