Pernikahan adalah salah satu bentuk rasa taqwa dan ibadah kita kepada Allah SWT. Pernikahan adalah sesuatu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan rasa kasih sayang, dan kebutuhan jasmani maupun rohani lainnya. Islam selalu menganjurkan umatnya untuk menikah agar dapat memenuhi tujuan pernikahan dalam islam yakni untuk membangun rumah tangga dalam islam yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Adapun pernikahan memiliki beberapa syarat-syarat akad nikah dan rukun yang harus dipenuhi dan diadului dengan proses taaruf atau tunangan dalam islam. Diantara rukun nikah yang harus dipenuhi adalah adanya wali nikah atau orang yang berhak menikahkan wanita dengan pria yang dikehendaki tentunya jika wanita tersebut bukan wanita yang haram dinikahi baik nikah secara resmi maupun nikah siri. Untuk mengetahui pengertian, macam dan syarat dari wali nikah maka simak penjelasan berikut ini.
Pengertian Wali Nikah
Kata wali secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa arab yakni wala’ yang berarti yang menguasainya, membantu, atau menolongnya. Berdasarkan pengertian dari kata wala tersebut maka wali nikah dapat diartikan sebagai orang yang memiliki hak atau kuasa untuk melaksanakan akad pernikahan bagi seorang mempelai wanita dan emnikahkan wanita tersebut dengan seorang pria lain. Hak tersebut adalah mutlak dan tidak dapat diganggu oleh orang lain namun dapat hilang karena suatu kondisi dimana wali tidak memenuhi syarat-syarat wali nikah. Tanpa adanya wali maka pernikahan hukumnya tidak sah sebagaimana hadits rasulullah SAW berikut ini
Wanita mana saja yang menikah tanpa izin dari walinya, maka nikahnya batal, maka nikahnya batal, maka nikahnya batal.” (HR Tirmidzi)
“Tidak (sah) nikah kecuali dengan kehadiran wali dan dua orang saksi.” (HR. Thabrani)
Syarat Wali Nikah
Seseorang dapat sah menjadi wali nikah apabila memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yakni sebagaimana yang dijelaskan berikut ini :
a. Baligh
Baligh disini diartikan bahwa orang yang menjadi wali nikah haruslah sudah mencapai akil baligh atau telah dewasa atau berusia lebih dari 15 tahun pada umumnya. Anak-anak yang belum baligh tidaklah sah menjadi wali meskipun ia memiliki hak perwalian terhadap seorang wanita.
b. Berakal sehat, tidak gila
Seorang wali haruslah sehat jiwanya dan ia sadar akan kewajibannya menjadi wali dalam pernikahan. Seorang wali terutama wali nasab dapat kehilangan haknya menjadi wali nikah apabila ia kehilangan akalnya atau menjadi gila.
c. Merdeka
Seorang wali haruslah orang merdeka dan bukan budak atau hamba sahaya. Hal ini berlaku pada zaman rasulullah atau zaman dahulu dimana manusia masih diperbudak oleh orang lainnya. Dewasa ini sudah jarang terjadi perbudakan seperti halnya di zaman rasul dan manusia di zaman ini adalah manusia yang merdeka. Pada zaman rasul, seorang hamba sahaya tidak dapat menjadi wali dalam pernikahan seorang wanita dengan seorang pria.
d. Laki-laki
Seorang wali dalam pernikahan haruslah seorang laki-laki. Hal ini dikarenakan laki-laki adalah orang atau pihak yang bisa melindungi sang wanita dan hal ini disebutkan dalam hadits rasulullah SAW berikut ini
“Dan jangan pula menikahkan seorang perempuan akan dirinya sendiri”. (HR Ibnu Majah dan Abu Hurairah)
e. Islam
Syarat lain yangharus dipenuhi seorang wali adalah ia harus beragam islam. Orang islam dapat menjadi wali bagi wanita yang berada di bawah perwaliannya dan seseorang tidak dapat menjadi wali atau hilang haknya sebagai wali apabila ia tidak beragama islam. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 51 yang menyebutkan bahwa
Dan juga disebutkan dalam surat Ali Imrom ayat 28 yang berbunyi
لا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَمِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً
وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).” (Al Imron ; 28)
Di Indonesia sendiri, orang yang dapat menjadi wali nikah juga haruslah seorang islam saja.
f. Tidak sedang ihram haji atau umrah
Seseorang yang sedang melaksanakan ihram dalam ibadah haji maupun umrah tidak bisa menjadi wali dalam pernikahan dan apabila ia sedang melaksanakan ibadah haji ataupun umrah maka ia dapat memberikan amanat pada wali yang selanjutnya sesuai urutan wali nikah yang berlaku dalam hukum islam. Hal ini sesuai dengan mahzab syafi’i yang dianut oleh masyarakt Indonesia pada umumnya. Sementara pada mahzab hanafi meneybutkan bahwa ihram tidaklah menjadi penghalang seseorang untuk melaksanakan haknya sebagai wali nikah.
g. Adil
Seorang wali haruslah dapat bersikap adil atau dapat menentukan apakah pernikahan tersebut baik dilakukan atau tidak seperti halnya untuk mencegah pernikahan sedarah. Wali harus dapat bersikap adil pada wanita yang ada dalam perwaliannya dan tidaklah boleh melakukan pemaksaan yang dapat merugikan pihak mempelai wanita. Orang yang memiliki sifat adil biasanya memiliki pendirian yang teguih dalam agama, akhlak dan harga diri.
Berdasarkan hukum islam maka wali nikah dibagi menjadi tiga golongan yakni :
a. Wali nasab
Wali nasab adalah orang yang memiliki hubungan darah atau keturunan yang bersifat patrinial atau menurun dari garis keturunan sang ayah. Ada beberapa urutan dalam wali nasab dan ayah adalah orang yang paling berhak menjadi wali nikah seorang wanita. Berikut ini adalah urutan dalam wali nasab dalam hukum islam
1. Bapak, kakek (orang tua bapak) dan seterusnya ke atas
2. Saudara laki-laki kandung sebapak seibu
3. Saudara laki-laki sebapak lain ibu
4. Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki kandung
5. Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki sebapak dan seterusnya
6. Paman, yaitu saudara dari bapak sekandung
7. Paman sebapak, yaitu saudara dari bapak sebapak lain ibu
8. Anak-anak paman kandung (saudara sepupu)
9. Anak laki-laki paman sebapak
b. Wali hakim
Jika wali nasab tidak dapat menjalankan haknya sebagai wali dikarenakan beberapa hal misalnya gila, belum dewasa, sedang dalam perjalan jauh, sedang haji atau umrah dan lainnya maka hak untuk menjadi wali jatuh pada penguasa negara dalam hal ini pemimpin, menteri agama dan selanjutnya diwakilkan oleh petugas pencatat nikah di Indonesia pada khususnya. Wali hakim dapat menjadi wali dalam pernikahan jika disetujui oleh kedua belah pihak keluarga.
c. Wali Muhakkam
Wali muhakkam adalah wali yang diangkat oleh pihak mempelai jika wali nasab dan wali hakim menolak untuk menjadi wali nikah dikarenakan adanya konflik dalam keluarga atau tidak adanya persetujuan keluarga dalam pernikahan tersebut misalnya dalam pernikahan seorang laki-laki muslim yang ingin menikahi wanita berbeda agama atau WNA wanita yang mualaf dan tidak memiliki wali nikah (baca menikah di KUA dengan WNA). Wali ini selanjutnya diangkat oleh kedua mempelai untuk menjadi wali dalam pernikahan tersebut.
Demikian syarat dan macam wali nikah yang bisa diketahui. Sebelum menikah hendaknya seoarang mengetahui nasab dari wanita dan mengetahui siapa yang berhak menjadi wali nikahnya. Ia juga perlu menegtahui kriteria calon isteri yang baik (baca juga kriteria calon suami yang baik) agar nanti sang istri dapat memenuhi kewajiban istri terhadap suami dan sang suami dapat memenuhi kewajiban suami tehadap istri.