Kata akal berasal dari bahasa Arab yaitu al-‘aql, dari bentukan kata ‘aqala – ya’qilu – ‘aqalan, yang bermakna fahima wa tadabbara atau faham/memahami dan menghayati/merenungkan dengan dalam. Akal merupakan kelebihan yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia. Dalam surat Al-Israa’ ayat 70 Allah SWT berfirman yang artinya,
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Israa’ : 70).
Dari ayat tersebut dapat dikatakan bahwa akal merupakan kelebihan yang diberikan Allah SWT kepada manusia dan sekaligus menjadi faktor pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Karena itu, Allah SWT mendorong manusia agar bersedia menggunakan akalnya untuk berpikir. Tidak sedikit ayat-ayat dalam Al Qur’an yang menunjukkan dorongan kepada manusia agar menggunakan akalnya untuk hal-hal yang berguna. Salah satunya adalah surat An-Nahl ayat 12 yang artinya,
“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal.” (QS. An-Nahl : 12).
Agar akal dapat memiliki fungsi yang maksimal maka diperlukan pemandu atau pembimbing. Dalam Islam, yang menjadi pemandu atau pembimbing akal adalah Al Qur’an dan as-Sunnah. Tanpa adanya bimbingan dari Al Qur’an dan as-Sunnah, maka akal menjadi tidak berfungsi. Syaikh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan,
“Akal tidaklah bisa berdiri sendiri, akal baru bisa berfungsi jika dia memiliki naluri dan kekuatan sebagaimana mata bisa berfungsi jika ada cahaya. Apabila akal mendapatkan cahaya iman dan Al-Qur’an barulah akal bisa seperti mata yang mendapatkan cahaya matahari. Jika tanpa cahaya tersebut, akal tidak akan bisa melihat atau mengetahui sesuatu.” (Majmu’ Fatwa, Ibnu Taimiyah)
Adapun fungsi akal dalam Islam di antaranya adalah :
1. Syarat mempelajari ilmu pengetahuan
Akal merupakan syarat untuk mempelajari ilmu pengetahuan. Syaikh Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Akal merupakan syarat dalam mempelajari semua ilmu. Ia juga syarat untuk menjadikan semua amalan itu baik dan sempurna, dan dengannya ilmu dan amal menjadi lengkap. Namun, (untuk mencapai itu semua), akal bukanlah sesuatu yang dapat berdiri sendiri, tapi akal merupakan kemampuan dan kekuatan dalam diri seseorang, sebagaimana kemampuan melihat yang ada pada mata. Maka apabila akal itu terhubung dengan cahaya iman dan Al-Qur’an, maka itu ibarat cahaya mata yang terhubung dengan cahaya matahari atau api.” (Majmu’ul Fatawa, 3/338).
2. Sarana untuk memahami kebenaran
Akal merupakan sarana untuk memahami kebenaran. Tidak sedikit ayat-ayat dalam Al-Quran yang menegaskan bahwa akal merupakan sarana untuk memahami kebenaran mutlak dari Allah. Umumnya kalimat yang digunakan adalah afala ta’qilun (tidakkah kamu berpikir/tidakkah kamu memikirkannya). Salah satu ayat yang dimaksud adalah surat Al-Baqarah ayat 44 yang artinya,
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” (QS. Al-Baqarah : 44).
3. Sarana untuk berpikir
Akal juga digunakan sebagai sarana untuk berpikir. Adapun yang menjadi objek kajian adalah ayat-ayat kauniyah. Terdapat lebih dari 750 ayat dalam al-Qur’an yang menunjukkan agar manusia diminta untuk dapat memikirkan berbagai gejala alam sebagai upaya untuk lebih mengenal Tuhan melalui tanda-tanda-Nya. Salah satu ayat yang dimaksud adalah surat Al-Baqarah ayat 164 yang artinya,
”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi dan segala jenis hewan, dan pengisaran angina dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al-Baqarah : 164).
4. Syarat utama taklif (pewajiban/pembebanan dalam syariat)
Akal merupakan syarat yang harus ada dalam diri manusia untuk dapat menerima taklif (beban syari’at) dari Allah SWT. Namun, bagi syarat ini tidak berlaku bagi mereka yang tidak memiliki akal seperti orang gila. Rasulullah SAW bersabda,
“Pena diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan : (1) orang yang tidur sampai ia bangun, (2) anak kecil sampai mimpi basah (baligh), dan (3) orang gila sampai ia kembali sadar (berakal).” (HR. Abu Daud, Syaikh Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
5. Sebagai alat dan kendali bagi seorang mukmin
Fungsi akal adalah sebagai pengendali bagi seorang mukmin. Rasulullah SAW bersabda,
“Setiap sesuatu memiliki alat dan kendalinya, alat dan kendali bagi seorang mukmin adalah akalnya. Setiap sesuatu memiliki keutamaan, keutamaan seseorang ada pada akalnya. Setiap sesuatu memiliki puncak, puncaknya ibadah adalah akal. Setiap kaum pasti memiliki pemimpin, pemimpin para ahli ibadah adalah akal. Setiap orang kaya pasti memiliki harta, harta orang-orang yang bersungguh-sungguh adalah akalnya. Setiap yang runtuh adalah bangunan, bangunan yang paling megah di akhirat adalah akal. Setiap perjalanan yang ditempuh pasti terdapat tempat persinggahan, tempat persinggahan para muslimin adalah akal.”
6. Sebagai pencegah
Akal berfungsi sebagai pencegah. Dalam artian, akal mencegah manusia mengikuti nafsunya. Hal ini merujuk pada penyebutan akal dengan menggunakan istilah hijr dalam Al-Qur’an yang mengandung arti pencegah. Dalam surat Al-Baqarah ayat 284 SWT Allah berfirman yang artinya,
“Milik Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Jika kamu menyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan menyiksa siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah : 284).
Ayat tersebut memerintahkan manusia untuk selalu mengawasi, meneliti, dan merasakan apa yang ada di dalam hatinya. Jika sesuai dengan perintah-Nya maka manusia diperintahkan untuk memelihara dan menghidupkan nafs itu agar menjadi amal perbuatan baik. Namun, jika sebaliknya maka Allah SWT memberikan ganjaran yang setimpal.
Demikianlah ulasan singkat tentang fungsi akal dalam Islam. Artikel lain yang dapat dibaca di antaranya adalah cara memelihara akal dalam Islam, manfaat ilmu dalam pandangan Islam, manfaat filsafat Islam dalam masa sekarang, manfaat tasawuf dalam dunia Islam, jenis nafsu dalam Islam, sumber syariat Islam, sumber pokok ajaran Islam, fungsi Al Qur’an bagi umat manusia, fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam, dan fungsi As-Sunnah terhadap Al Qur’an. Semoga bermanfaat dan terima kasih.