Cipika cipiki atau cium pipi kanan dan cium pipi kiri merupakan hal yang lazim ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Suami-istri, ortu-anak, adik-kakak, atau antar teman perempuan kerap bercipika cipiki.
Dalam Islam, perbuatan yang mirip cipika cipiki ini disebut dengan Al-Mu’anaqoh Ma’a Taqbiili Ma Bainal Ainaini Au Al-Khaddain yakni berangkulan sambil mencium kedua pipi atau bagian antara kedua mata.
Al-Mu’anaqoh kerap dilakukan oleh para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Selain itu, Al-Mu’anaqoh juga kerap dilakukan oleh para ulama, kiai, dan santri.
Menurut Imam Nawawi, Al-Mu’anaqoh hukumnya adalah sunnah dan makruh.
- Hukum Al-Mu’anaqoh adalah sunnah jika dilakukan oleh mereka yang baru pulang dari perjalanan yang jauh, antara dua orang yang lama tidak bertemu, atau bertemu anak kecil.
- Hukum Al-Mu’anaqoh adalah makruh jika dilakukan oleh orang-orang dewasa tanpa adanya maksud atau motif tertentu.
Lalu bagaimanakah hukum cipika cipiki dalam Islam?
Menurut pendapat para ulama, hukum cipika cipiki adalah makruh. Namun, dalam kasus-kasus tertentu, hukum cipika cipiki dapat berubah menjadi sunnah atau bahkan haram.
Dengan demikian, hukum cipika cipiki dalam Islam menurut pendapat para ulama adalah sebagai berikut.
1. Haram
Cipika cipiki dalam Islam hukumnya haram jika :
- Dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya.
- Dilakukan oleh dua orang laki-laki yang salah satu atau keduanya memiliki wajah cantik seperti perempuan. Imam Nawawi menyatakan bahwa haram hukumnya secara mutlak laki-laki amrad yang cantik saling berciuman.
- Dilakukan oleh orang dewasa kepada anak kecil yang disertai dengan syahwat. Imam Nawawi menyatakan,
“Adapun mencium anak kecil disertai dengan syahwat, haram hukumnya, baik yang dicium itu anak sendiri atau anak orang lain.”
2. Sunnah
Cipika cipiki dalam Islam hukumnya sunnah apabila :
- Dilakukan oleh mereka yang baru saja pulang dari perjalanan yang cukup jauh. Ada khabar pasti dari para sahabat Nabi, bahwa mereka saling mu’anaqoh ketika pulang dari safar. Dan dari Anas R.A berkata,
“Para sahabat Nabi SAW itu ketika bertemu mereka saling bersalaman dan ketika datang dari safar mereka saling mu’anaqoh”.
- Dilakukan oleh orang dewasa kepada anak kecil. Diriwayatkan dari Al-Barro Ibni ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :
“Pernah aku masuk bersama Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu pada mula-mula kedatangannya di Madinah, maka tiba-tiba Aisyah puteri Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tengah berbaring diserang penyakit demam, maka dia datangi Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sambil berkata : Bagaimana keadaanmu, wahai anakku?” Lalu Abu bakar mencium pipinya.” (HR. Al Bukhari dan Abu Dawud).
- Dilakukan oleh dua orang yang lama tidak bertemu.
- Dilakukan oleh orang tua kepada anaknya.
- Dilakukan oleh suami istri.
- Dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang memiliki kemuhriman.
3. Makruh
Cipika cipiki hukumnya makruh. Ini adalah hukum cipika-cipiki dalam Islam secara umum. Makruh di sini diartikan bahwa cipika dan cipiki yang dilakukan tidak ditujukan untuk maksud-maksud tertentu.
Hal ini dijelaskan oleh Syaikh Zakaria al-Anhary yang menyatakan,
“Makruh berpelukan dan mencium pada kepala dan wajah meskipun yang mencium dan yang dicium adalah orang shalih.”
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hukum cipika cipiki dalam Islam secara umum adalah makruh.
Namun, hukum ini dapat berubah menjadi sunnah ataupun haram jika dilakukan dalam situasi dan kondisi tertentu.
Untuk itu, sebagai muslim, ketika bergaul dengan orang lain harus mengindahkan adab pergaulan dalam Islam yang mengacu pada Al Qur’an dan As-Sunnah.
Adab yang dimaksud antara lain adab bergaul dengan lawan jenis, adab interaksi antar lawan jenis, dan cara bergaul yang baik menurut Islam.