Merupakan sebuah kenikmatan bagi kita ketika tetap ingat untuk tetap melaksanakan shalat walau sedang mengantuk.
Berwudhu untuk shalat biasanya dapat menghilangkan kantuk sejenak. Tetapi, selesai berdoa setelah salam, godaan tidur kembali besar.
Apalagi bagi kaum hawa yang mengenakan mukena, memberi rasa hangat dan nyaman yang lebih.
Kebanyakan dari kaum hawa yang terlalu letih akan tertidur atau menyegerakan tidur di atas sajadah sementara mukena masih dikenakan.
Yang paling ditakutkan saat tidur mengenakan mukena adalah menetesnya air liur membasahi mukena.
Air liur yang mengering biasanya membuat aroma mukena menjadi tidak enak.
Banyak juga dari kita yang masih ragu hukum tetesan air liur. Lantas bagaimana Islam memandang air liur dan tidur memakai mukena?
1. Berdasarkan Hukum Fiqh Air Liur
Air liur adalah salah satu air yang keluar dari tubuh yang asal hukumnya suci.
Contoh lainnya adalah air mata dan keringat. Sedangkan kencing, darah, dan kotoran lainnya dihukumi sebagai najis, bahkan dalam tataran haidh disebut hadats.
Adapun hukum air liur dalam Sunan Ibnu Majah adalah sebagai berikut.
رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَامِلَ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ عَلَى عَاتِقِهِ، وَلُعَابُهُ يَسِيلُ عَلَيْه
“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam menggendong Husain bin ‘Ali di atas pundak beliau, dan air liur Husain menetes mengenai beliau.” Hadis ini diriwayatkan Ibn Majah 658 dan dishahihkan al-Albani, juga disebutkan oleh Imam Ahmad no. 9779 dalam Musnadnya dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth
Karena Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam membiarkan air liur Husain menetesi baju beliau, maka hadits ini mengisyaratkan bahwa air liur itu suci, tidak najis.
Hadits ini, dilansir dari Konsultasi Syariah, diperjelas dengan pendapat seorang ulama,
Liur, keringat, air mata, atau cairan yang keluar dari hidung, semuanya suci. Inilah hukum asal. Sementara kencing, kotoran, dan setiap yang keluar dari dua jalan, statusnya najis. Liur yang keluar dari seseorang ketika dia tidur, termasuk benda suci, sebagaimana ingus, dahak atau semacamnya. Karena itu, tidak wajib bagi seseorang untuk mencucinya atau mencuci baju yang terkena liur.
[al-Muntaqa min Fatawa al-Fauzan, 5/10].
Lantas, apakah hukumnya tidur mengenakan mukena, sementara air liur tidak najis?
2. Berdasarkan Anjuran menyucikan Diri
Dari kumpulan syarat sah shalat, salah satunya ada “Membersihkan dan mensucikan tempat dan pakaian dari hadats dan najis”.
Sesuai dengan firman Allah,
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
“Dan Pakaianmu bersihkanlah.” (Al-Muddatstsir: 4)
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ، فَلْيُقَلِّبْ نَعْلَيْهِ، وَلِيَنْظُرْ فِيْهِمَا فَإِنْ رَأَى خَبَثًا، فَلْيَمْسَحْهُ بِاْلأَرْضِ ثُمَّ لِيُصَلِّ فِيْهِمَا.
“Jika salah seorang di antara kalian mendatangi masjid, maka hendaklah ia membalik sandal dan melihatnya. Jika ia melihat najis, maka hendaklah ia menggosokkannya dengan tanah. Kemudian hendaklah ia shalat dengannya.“
Air liur bukan najis, tapi ada baiknya untuk mempersembahkan diri dalam kondisi terbaik, salah satunya dengan mengenakan pakaian terbaik saat akan menghadap Allah, Rabb semesta alam.
Terkadang, air liur yang bau akan mengganggu konsentrasi saat menunaikan shalat.
Ada baiknya untuk mengurangi pemecah konsentrasi yang sederhana seperti ini untuk melaksanakan shalat dengan optimal.
Maka dari itu, sebaiknya hindari tidur mengenakan mukena agar mukena Anda tetap bersih dan suci.