shalat wajib Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/shalat-wajib Mon, 06 May 2019 23:57:21 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png shalat wajib Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/shalat-wajib 32 32 14 Cara Mengatasi Keraguan dalam Shalat https://dalamislam.com/info-islami/mengatasi-keraguan-dalam-shalat Mon, 06 May 2019 23:57:10 +0000 https://dalamislam.com/?p=6784 Shalat wajib Sudah merupakan kewajiban setiap muslim laki laki dan perempuan yang juga masuk dalam rukun islam adalah melaksanakan shalat wajib, khususnya shalat wajib lima waktu. Untuk mencapai kesempurnaan dalam cara agar shalat tidak ragu, shalat shalat wajib sobat pembaca harus dilakukan dengan tidak ragu. Pengertian dari tidak ragu sendiri adalah serius, bersungguh-sungguh, khidmat, syahdu […]

The post 14 Cara Mengatasi Keraguan dalam Shalat appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Shalat wajib Sudah merupakan kewajiban setiap muslim laki laki dan perempuan yang juga masuk dalam rukun islam adalah melaksanakan shalat wajib, khususnya shalat wajib lima waktu. Untuk mencapai kesempurnaan dalam cara agar shalat tidak ragu, shalat shalat wajib sobat pembaca harus dilakukan dengan tidak ragu.

Pengertian dari tidak ragu sendiri adalah serius, bersungguh-sungguh, khidmat, syahdu atau penuh penghayatan dalam melakukan shalat wajib itu sendiri. Sudah merupakan kerjaan si setan yang terkutuk untuk mengganggu dan mempengaruhi setiap cucu adam dalam melakukan cara agar shalat tidak ragu shalat, termasuk shalat wajib.

Maka kiat agar shalat wajib tidak ragu sudah seharusnya sobat pembaca pahami semua, sebab kenikmatan dari shalat wajib itu sangat memungkinkan untuk sobat pembaca raih saat sobat pembaca mampu melaksanakannya dengan penuh rasa tidak ragu. Yuk sobat pembaca semua simak selengkapnya dalam artikel berikut, 14 Cara Mengatasi Keraguan dalam Shalat.

1. Mengikuti Tata Cara dengan Benar

Dalam melaksanakan cara agar shalat tidak ragu, shalat shalat wajib diharuskan untuk mengikuti tata cara shalat wajib yang baik mulai dari bagian shalat wajib wudhu, niat, gerakan, tuma’ninah, kekhusyu’an, dan lain-lain. Shalat wajib yang asal-asalan akan memperbesar resiko cara agar shalat tidak ragu shalat solat sobat pembaca tidak diterima oleh Allah SWT.

Diharapkan seluruh umat muslim laki laki dan perempuan untuk selalu memperbaiki shalat wajibnya dari waktu ke waktu dengan mempelajari ilmu cara agar shalat tidak ragu shalat dari sumber yang bisa dipercaya dan dijadikan panutan dengan dasar Hadits Nabi Muhammad SAW dan tuntunan para imam besar.

2. Niat Tulus

Ada banyak orang melalui banyak media pula yang mengajarkan tentang keutamaan ikhlas dalam islam selama menjalankan shalat, namun yang perlu sobat pembaca pahami bahwa cara untuk mendapatkan shalat wajib yang tidak ragu yang terpenting itu terletak pada diri sobat pembaca sendiri. Sobat pembaca hanya perlu memahami kiat agar shalat wajib tidak ragu dan pelaksanaannya sobat pembaca sendiri yang menentukan, maka niat tulus dari dalam hati menjadi kunci utama.
kiat agar shalat wajib tidak ragu

3. Hati

Dalam melakukan cara agar shalat tidak ragu shalat shalat wajib, cara agar tidak terkena penyakit hati sehingga mendapatkan hikmah shalat yang sebenarnya seharusnya bukan hanya anggota tubuh sobat pembaca yang mengikuti gerakan demi gerakan shalat wajib. Ini yang seringkali terjadi sehingga seseorang tidak meraih shalat wajib yang tidak ragu. Namun, perlu untuk sobat pembaca mengikutkan hati sobat pembaca dalam setiap shalat wajib, dalam setiap gerakan dan bacaan dalam shalat wajib, menjadikan hati sobat pembaca ikut melaksanakan shalat wajib bersama seluruh anggota tubuh sobat pembaca.

4. Memahami Arti Shalat Wajib

Dalam setiap cara agar tidak malas shalat 5 waktu, gerakan dalam shalat wajib itu tidak lepas dari bacaannya, mulai dari lafadz takbiratul ihram hingga mengucapkan salam setelah tahiyyatul akhir di penuhi dengan bacaan-bacaan suci yang berasal dari ayat-ayat Al-Qur’an hingga do’a – do’a dalam shalat wajib itu sendiri.

5. Mendalami Makna Bacaan Shalat

Salah satu penyebab seseorang menjadi sulit mendapatkan shalat wajib yang tidak ragu adalah tidak tahu apa arti dan makna lafadz yang dibacanya dalam shalat wajib yang akhirnya membuat shalat wajibnya berjalan begitu saja tanpa bisa dia hayati. Maka mulailah mempelajari dan memahami satu per satu bacaan shalat wajib sobat pembaca begitu juga arti keutamaan dzikir setelah shalat. Dan mencoba untuk terus menghayatinya dalam setiap shalat wajib yang sobat pembaca lakukan.

6. Fokus

Saat melakukan shalat wajib itu di tujukan di tempat sobat pembaca sujud, tidak melirik apalagi menengok kiri dan kanan. Itu agar sobat pembaca fokus dalam shalat wajib sobat pembaca. Namun yang lebih penting lagi pikiran sobat pembaca juga harus fokus bahwa sobat pembaca sementara melakukan shalat wajib, sobat pembaca sedang menghadap kepada Allah SWT

7. Pusatkan Pikiran Hanya Kepada Allah SWT

Netralkan pikiran sobat pembaca dari berbagai hal-hal yang berbau dunia mulai dari masalah pekerjaan, keluarga, sekolah, kampus, harta, tahta, wanita, pria, dan lain sebagainya. Serahkan diri sobat pembaca sepenuhnya hanya kepadaNya untuk menjalankan kewajiban yang diperintahkan kepada sobat pembaca.

8. Menyadari Bahwa Sobat pembaca Sedang Menghadap Tuhan

Ciptakan suatu alam pikiran di mana sobat pembaca sedang berhadapan dengan sesuatu yang luar biasa dahsyat dan tiada tandingannya di dunia maupun di akhirat. Sesuatu yang lebih dari atasan sobat pembaca, orangtua sobat pembaca, preman kampung, lurah, camat, bupati, walikota, gubernur, presiden, artis, jin, setan, iblis, malaikat, dan lain sebagainya.

9. Munculkan Makna Bacaan Shalat dalam Hati

Mempelajari dan Memahami Arti dan Makna Bacaan Shalat wajib. Pelajarilah arti dan makna di balik ucapan-ucapan sobat pembaca saat sedang shalat wajib, lalu pahami dan hapalkan. Munculkan arti dan makna bacaan shalat wajib sobat pembaca saat sobat pembaca sedang shalat wajib.

10. Menganggap Shalat terakhir

Menganggap Shalat wajib Yang Sedang Dilakukan adalah Shalat wajib Terakhir. Setiap manusia maupun jin tidak ada yang mengetahui secara pasti apa yang akan terjadi di masa yang akan datang termasuk hari kematian.

11. Mengingat Kematian

Anggap saja sobat pembaca akan meninggal dunia saat shalat wajib berlangsung maupun setelah shalat wajib. Orang mukmin yang tahu dia mau wafat maupun mau kiamat besar, maka orang itu akan segera meningkatkan cara agar shalat tidak ragu shalatnya serta menjalankan cara agar shalat tidak ragu shalat dengan sebaik-baiknya.

12. Konsentrasi

Jika Pikiran Terganggu Segera Kembali Konsentrasi Apabila sobat pembaca tiba-tiba tersadar bahwa sobat pembaca sedang terlena dengan buaian alam pikiran dunia sobat pembaca, maka bersegeralah kembali kepada arti dan makna bacaan shalat wajib sobat pembaca atau kembali mengingat Allah SWT.

13. Memperhatikan Kondisi Tubuh Sebelum Shalat Wajib

Pastikan bahwa sobat pembaca sudah merasa nyaman dan siap untuk melaksanakan cara agar shalat tidak ragu shalat shalat wajib sobat pembaca dengan baik, seperti sudah buang air, sudah makan yang cukup, pikiran sudah netral, bersih dari najis dan hadas, tidak sedang menstruasi, dan lain sebagainya.

14. Memperhatikan Kondisi Lingkungan Sebelum Shalat wajib

Usahakan cari tempat shalat wajib yang terbaik bagi sobat pembaca dilihat dari aspek kebersihan, kenyamanan, kebisingan, gangguan orang lain, gangguan anak-anak, keamanan, perizinan, dan lain-lain.

Agar sobat pembaca bisa shalat wajib dengan tidak ragu sobat pembaca harus solat pada waktu yang paling utama, yaitu shalat wajib tepat waktu di awal waktunya. Untuk laki-laki shalat wajib berjamaah di masjid atau mushola setelah panggilan adzan dan komat, sedangkan untuk yang perempuan boleh dilaksanakan di rumah.

Shalat wajiblah dengan santai dengan menikmati setiap detiknya menghadap langsung kepada sang khalik walaupun sebenarnya sobat pembaca sedang diburu waktu. Ikhlas Semata-Mata Untuk Mendapatkan Ridho Allah SWT Buang jauh-jauh tujuan shalat wajib sobat pembaca selain untuk mendapatkan ridho dari Alloh SWT seperti untuk pamer / riya, ingin dilihat atasan, ingin dilihat pacar, ingin dianggap orang sebagai orang alim, sekedar ikut-ikutan orang lain, dan lain sebagainya.

Berusaha Untuk Selalu Memperbaiki Shalat wajib Sobat pembaca. Muslim laki laki dan perempuan yang baik akan terpacu terus-menerus melakukan perbaikan cara agar shalat tidak ragu shalat maupun hal-hal yang lain untuk menyempurnakan dirinya sesuai dengan Al-Qur’an dan tuntunan hadist Nabi Muhammad SAW. Amatlah rugi apabila sobat pembaca melakukan cara agar shalat tidak ragu shalat belum sesuai dengan kaidah yang ada serta tidak ada keinginan sedikit pun untuk belajar memperbaiki diri. Shalat wajib Terakhir.

Allah SWT berfirman dalam salah satu ayatnya bahwa tidak satupun manusia yang luput dari kematian, maka seharusnya itu menjadi bahan perenungan yang kuat agar keseharian sobat pembaca bisa lebih terjaga. Begitupun dalam shalat wajib, sobat pembaca akan lebih mudah mendapatkan shalat wajib yang tidak ragu ketika sobat pembaca selalu menanamkan dalam hati bahwa ini adalah shalat wajib sobat pembaca yang terakhir, setelah saya melakukan shalat wajib kali ini maka kematian akan menjemput.

Sebagai makhluk Allah yang pasti akan mati sudah seharusnya sobat pembaca menyadari itu, dengan menghadirkan perasaan sobat pembaca akan mati dalam shalat wajib sobat pembaca, maka mau tidak mau sobat pembaca akan bersungguh-sungguh menjadikan shalat wajib sobat pembaca seperti cara terakhir untuk bertaubat, cara agar shalat tidak ragu shalat terakhir bekal menuju akhirat.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga menjadi wawasan yang berkualitas, jangan lupa selalu baca artikel islami di dalamislam.com agar sobat selalu update mengenai informasi islami dan tidak kuper. Oke sobat, sampai jumpa di artikel berikutnya. Semoga bisa selalu menjalankan shalat dengan tidak ragu. Terima kasih.

The post 14 Cara Mengatasi Keraguan dalam Shalat appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Membaca Al-Fatihah Saat Shalat Berjamaah https://dalamislam.com/shalat/hukum-membaca-al-fatihah-saat-shalat-berjamaah Wed, 01 May 2019 06:58:21 +0000 https://dalamislam.com/?p=6677 Shalat merupakan salah satu rukun islam. Dalam melakukan shalat ada rukun-rukun yang perlu dilakukan supaya sholat kita sah. Salah satu rukun shalat adalah membaca Al-Fatihah. Ketika melaksanakan sholat berjamaah beberapa orang ikut membaca Al Fatihah dan beberapa lainnya tidak. Hal ini menjadi perdebatan bahkan menjadi perdebatan oleh para ulama. Meski begitu kita perlu berlapang dada […]

The post Hukum Membaca Al-Fatihah Saat Shalat Berjamaah appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Shalat merupakan salah satu rukun islam. Dalam melakukan shalat ada rukun-rukun yang perlu dilakukan supaya sholat kita sah. Salah satu rukun shalat adalah membaca Al-Fatihah. Ketika melaksanakan sholat berjamaah beberapa orang ikut membaca Al Fatihah dan beberapa lainnya tidak.

Hal ini menjadi perdebatan bahkan menjadi perdebatan oleh para ulama. Meski begitu kita perlu berlapang dada untuk menerima perbedaan ini. Dengan adanya perbedaan ini sebagai muslim dan muslimah yang berakal tidak menjadikan hal ini sebagai perbedaan yang memecahkan. Dan marilah simak lebih lanjut mengenai hukum membaca al-fatihah saat shalat berjamaah ini.

Allah telah berfirman dalam Al-Quran surah Al A’rof : 204

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.”

Ini berlaku umum untuk setiap surah dalam al-Quran kecuali Al-Fatihah. Sebagai makmum kita harus diam, kecuali ketika makmum membaca surah Al Fatihah. Kewajiban membaca Al-Fatihah termuat dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim. Dari Ubâdah bin ash-Shâmit dia berkata,

“Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca al-Fâtihah.’

[HR. al-Bukhâri, no. 723 ; Muslim, no. 394; dll]

Sedangkan ada pula dalil yang menyatakan bahwa ketika imam membaca surah Al-Fatihah kita harus diam. Kemudian kita baru membaca surah Al-Fatihah antara selesainya imam membaca Al-Fatihah. Meskipun imam sudah membaca surah yang lain kita tetap membaca Al-Fatihah. Berbeda urusannya jika kita merupakan makmum masbuk. Kita tinggal mengikuti gerakan imam. Dari keterangan ini sudah jelas bahwa hukum membaca al-fatihah saat shalat berjamaah itu wajib agar shalat kita sah.

Baca juga :

Pendapat para ulama mengenai membaca Al-Fatihah ketika shalat adalah sebagai berikut :

  • Makmum tidak perlu membaca Al-Fatihah ketika shalat (Imam Abu Hanifah rahimahullah)
  • Makmum perlu membaca Al-Fatihah dalam shalat ketika imam tidak mengeraskan bacaan surah Al-Fatihah. (Pendapat imam Zuhri, Mâlik, asy-Syâfi’i dalam qaul qadîm (pendapat beliau yang lama), Muhammad murid Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syaikh al-Albâni, -rahimahumullâh- dan lainnya)
  • Makmum wajib membaca Al-Fatihah ketika shalat (imam asy-Syâfi’i dalam qaul jadîd (pendapat beliau yang baru), al-Bukhâri, Ibnu Hazm, asy-Syaukani, Syaikh al-‘Utsaimin, Syaikh Bin Baaz, Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad, dan lainnya)

Dari ketiga pendapat tersebut pendapat yang paling kuat adalah pendapat ketiga dengan dalih membaca Al-Fatihah termasuk ke dalam rukun shalat. Dengan begitu membaca Al-Fatihah wajib di setiap shalat.

Hal ini diperkuat dengan hadis yang diriwayatkan Abu Dawud, (823) dari Ubadah bin Shomit radhiallahu anhu berkata;

كُنَّا خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ ، فَقَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَثَقُلَتْ عَلَيْهِ الْقِرَاءَةُ ، فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ : ( لَعَلَّكُمْ تَقْرَءُونَ خَلْفَ إِمَامِكُمْ ! قُلْنَا : نَعَمْ ، يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ : لَا تَفْعَلُوا إِلَّا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ ، فَإِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا

“Dahulu kami shalat dibelakang Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dalam shalat fajar. Maka Rasulullah sallalalhu alaihi wa sallam membacanya sehingga berat bagi beliau (ada) bacaan (lain). Ketika selesai, beliau bersabda, “Kayaknya anda semua membaca di belakang imam. Kami menjawab, “Ya wahai Rasulullah. Beliau bersabda, “Jangan lakukan kecuali Fatihatul Kitab (surat Al-Fatihah) karena tidak ada shalat bagi orang yang tidak membacanya.

Ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa mkmum membaca surah Al Fatihah ketika imam selesai membaca surah Al-Fatihah. Hal ini dipertegas dengan penjelasan dari imam Ramli.

وَيُسَنُّ لِلْمَأْمُومِ الْإِسْرَاعُ بِدُعَاءِ الِافْتِتَاحِ إذَا كَانَ يَسْمَعُ قِرَاءَةَ إمَامِهِ ا هـ شَرْحُ م ر

Artinya: “Dan disunnahkan bagi makmum mempercepat membaca doa iftitah, jika ia mendengar bacaan imamnya.” Demikian penjelasan Imam Ramli.

(Zakaria al-Anshari, Hasyiyah al-Jamal, Beirut, Ihya’ at-Turats al-Arabiy, Juz 1, halaman 351)

Baca juga :

Makmum mempercepat bacaain iftitah kemudian mendengarkan imam membaca surah Al-Fatihah setelah selesai barulah makmum membaca surah Al-Fatihah sebelum imam mulai pada surah pendek. Namun, ada baiknya kita memperhatikan waktu yang diperlukan. Kita dapat memperkirakan dengan tepat waktu yang dibutuhkan untuk membaca doa iftitah dan membaca Al Fatihah.

Lalu bagaimana jika kita dalam posisi menjadi makmum masbuq? Makmum masbuq adalah ketika ketika makmum akan bergabung degan shalat ketikaimam sedang berdiri tetapi tidak mempunyai cukup waktu untuk membaca Al-Fatihah. Dengan begitu diniatkan untuk mengikuti shalat berjamaah tanpa mengganti rakaat setelah salam. Beberapa ulama berpendapat bahwa makmum tersebut tidak perlu mengganti bacaan Al-Fatihahnya karena Al-Fatihahnya telah ditangguhkan kepada imam sebagai keringannnya.

Kesimpulan

Hukum membaca al-fatihah saat shalat berjamaah adalah wajib bagi setiap yang melakukan shalat sesuai dengan hadist di atas. Kemudian surah Al-Araf ayat 204 berlaku untuk setiap bacaan shalat kecuali surah Al Fatihah. Dipertegas dengan hadist yang diriwayatkan Abu Daud (823). Meski begitu dengan adanya perbedaan ini tidak membuat kita saling membenci dan saling menyalahkan.

The post Hukum Membaca Al-Fatihah Saat Shalat Berjamaah appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menggabungkan Dua Shalat dalam Satu Waktu https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-menggabungkan-dua-shalat-dalam-satu-waktu Wed, 13 Feb 2019 06:08:50 +0000 https://dalamislam.com/?p=5387 Meninggalkan shalat sama sekali merupakan kufur yang mengeluarkan seseorang dari agama sebab termasuk dosa paling berat dalam islam, berdasarkan pendapat yang shahih dari dua pendapat ulama. Adapun orang yang sekali waktu shalat dan di lain waktu tidak shalat, sebagian ulama berpendapat kufur juga.  Inilah pendapat yang dikutip dari sejumlah sahabat. Ini pula yang difatwakan oleh […]

The post Hukum Menggabungkan Dua Shalat dalam Satu Waktu appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Meninggalkan shalat sama sekali merupakan kufur yang mengeluarkan seseorang dari agama sebab termasuk dosa paling berat dalam islam, berdasarkan pendapat yang shahih dari dua pendapat ulama. Adapun orang yang sekali waktu shalat dan di lain waktu tidak shalat, sebagian ulama berpendapat kufur juga.  Inilah pendapat yang dikutip dari sejumlah sahabat. Ini pula yang difatwakan oleh Lajnah Daimah yang dipimpin oleh Syekh Abdulaziz bin Baz rahimahullah.

Para ulama berbeda pendapat terhadap orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja (seperti orang yang bermalas-malasan dan semacamnya) atau yang melakukan dosa yang berulang dalam islam, apakah dia wajib mengqadha shalatnya, sebagaimana halnya orang yang tidur dan lupa wajib mengqadanya?

Bahkan seharunya orang yang meninggalkan shalat tanpa uzur lebih utama untuk diminta qadhanya dibanding orang yang memiliki uzur sebagaimana hukum hutang piutang dalam islam, sebagaimana pendapat jumhur ulama dan disepakati oleh mazhab yang empat dan selain mereka.

Ataukah orang seperti itu tidak wajib, seandainya pun dia qadha, tidak ada gunanya, apakah karena orang yang meninggalkan shalat dianggap kufur dan orang kafir tidak ada manfaatnya dia melakukan shalat selama dia kafir, dan tidak diperintahkan baginya untuk mengqadha shalat yang dia tinggalkan selama dia kufur dan murtad sebagaimana kisah mualaf masuk islam.

Atau karena shalat merupakan ibadah yang telah jelas batasan waktunya seperti keutamaan shalat lima waktu, yang apabila seseorang meninggalkannya dari waktunya tanpa uzur syar’I, maka tidak diterima shalatnya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Siapa yang beramal tidak bersumber dari ajaranku, maka dia tertolak.” (HR. Muslim, no. 1718)

Menggabungkan dua shalat harus disertai uzur tertentu

Melakukan shalat qashar dalam keadaan mukim (tanpa safar) sama dengan meninggalkannya sama sekali. Seandainya seseorang melakukan shalat, kurang rakaatnya, atau sujudnya atau kurang salah satu rukunnya, dengan sengaja, maka shalatnya batal.

Dia bagaikan orang yang meninggalkan sama sekali. Tindakan tersebut lebih dekat kepada tindakan mempermainkan syiar Allah. Ini sangat berbahaya, jika dia tidak mendapatkan rahmat Allah untuk mendapatkan taubat nasuha.

  • Dari Ibnu Abbas dia berkata,

Allah telah mewajibkan shalat melalui lisan nabi kalian shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan menetap sebanyak 4 rakaat dan dalam safar sebanyak 2 rakaat, sedangkan dalam keadaan takut sebanyak satu rakaat.” (HR. Muslim, no. 787)

  • Ibnu Hazm rahimahullah berkata,

Tidak ada perbedaan tentang jumlah rakaat, kecuali dalam shalat Zuhur, Ashar dan Isya, yaitu empat rakaat dalam keadaan menetap. Baik bagi orang yang sehat, sakit. Sedangkan bagi orang yang safar dua rakaat, dan dalam keadaan takut satu rakaat. Ini semua merupakan ijmak yang diyakini, hanya saja dalam hal shalat satu rakaat dalam keadaan takut, di sana terdapat perbedaan pendapat.” (Al-Muhalla, 3/185)

  • Tidak dibolehkan menjamak di antara dua shalat tanpa uzur. Siapa yang menjamaknya tanpa uzur dan alasan syar’I, maka dia berdosa, karena bertentangan dengan ketentuan syariat yang menetapkan hal tersebut,

di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,  “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103)

  • Demikian pula halnya dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

Jibril alaihissalam mengimami saya di Baitullah sebanyak dua kali. Dia mengimami saya shalat Zuhur ketika matahari tergelincir seukuran tali sandal. Kemudian dia mengimami saya shalat Ashar, ketika bayangan seukuran benda aslinya. Lalu dia mengimami saya shalat Maghrib ketika orang-orang yang berpuasa berbuka. Lalu dia shalat Isya, ketika mega merah terbenam.

Lalu dia mengimami saya shalat Fajar, ketika orang yang berpuasa diharamkan makan dan minum. Kemudian keesokan harinya, dia mengimami saya shalat Zuhur, ketika bayangan seukuran benda aslinya. Lalu dia mengimami saya shalat Ashar, ketika bayangan seukuran dua kali lipat benda aslinya. Lalu dia mengimami saya shalat Maghrib, ketika orang-orang berpuasa.

Lalu dia mengimami saya shalat Isya, hingga sepertiga malam. Lalu dia mengimami saya shalat Fajar ketika hari mulai terang. Lalu dia menoleh kepada saya dan berkata, ‘Wahai Muhammad, inilah waktu para nabi sebelummu. Maka waktu shalat adalah di antara kedua waktu tersebut.” (HR. Abu Daud, no. 393, Tirmizi, no. 149. Al-Albany berkata, ‘Sanadnya hasan shahih, terdapat dalam ‘Shahih Abu Daud’, no. 417)

  • Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,

“Kaum muslimin sepakat bahwa shalat lima waktu memiliki waktu tertentu. Dalam masalah ini terdapat hadits shahih yang banyak.” (Al-Mughni, 1/224)

Hukum Menggabungkan Dua Shalat dalam Satu Waktu

Jika telah disimpulkan demikian, maka tidak boleh menjamak dua shalat atau menggabungkan dua shalat dalam satu waktu, kecuali jika didapatkan sebab untuk menjamak, seperti safar, hujan atau sakit. Jika tidak didapatkan sebab untuk menjamak shalat, maka harus dilakukan sesuai aslinya, yaitu shalat pada waktunya masing-masing. (Lihat Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 2/60)

  • Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,

“Jika Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah menetapkan waktu shalat secara terperinci, maka melaksanakan shalat di luar waktunya merupakan tindakan melampaui batas atas ketentuan Allah Ta’ala,

Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 229)

  • Merupakan perbuatan dosa jika dilakukan tanpa uzur

Siapa yang shalat sebelum waktunya, dia mengetahui dan sengaja, maka dia berdosa dan wajib mengulanginya lagi. Jika dia tidak tahu dan tidak sengaja, maka dia tidak berdosa namun wajib mengulanginya lagi.

Hal ini terjadi apabila melakukan jamak takdim (menggabungkan shalat dengan melakukannya pada waktu pertama) tanpa sebab syari, maka shalat yang didahulukan tidak sah dan dia harus mengulanginya.

Siapa yang menunda shalat hingga keluar waktunya dan dia tahu dan sengaja tanpa uzur, maka dia berdosa dan tidak diterima shalatnya, berdasarkan pendapat yang kuat. Ini terjadi bagi orang yang melakukan jamak ta’khir (menggabungkan dua shalat pada waktu kedua) tanpa sebab syari.

Maka shalat yang diakhirkan tidak sah berdasarkan pendapat yang shahih. Setiap muslim hendaknya bertakwa kepada Allah dan tidak menganggap remeh perkara yagn sangat agung ini.”  (Majmu Fatawa, 15/387)

  • Wajib dihindari dan bertaubat

Yang diwajibkan bagi anda sekarang adalah, bertaubat kepada Allah dengan taubat nasuha dari perbuatan tersebut, dan berikutnya memperbaiki keadaan anda pada masa berikutnya dengan memperhatikan shalat dengan sungguh-sungguh, karena dia merupakan fardhu paling agung yang Allah wajibkan bagi hamba-Nya.

Seandainya anda berhati-hati dan bersungguh-sungguh untuk mengqadha shalat-shalat yang tertinggal, khususnya shalat qashar, atau jamak saat menetap tanpa uzur syar’I maka itu lebih baik dan lebih menyelamatkan.

Perbanyaklah melakukan amal-amal sunah semampu anda, khususnya shalat-shalat sunah. Allah Ta’ala berfirman, “Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. Dan bersabarlah, karena Sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Huud: 114-115)

Menggabungkan shalat yang diperbolehkan

Menjama’ shalat adalah menggabungkan dua shalat (Zhuhur dengan Ashar atau Maghrib dengan ‘Isya’) dan dikerjakan pada salah satu waktu shalat tersebut. Seseorang boleh melakukan jama’ taqdîm dan jama’ ta’khîr.

Jama’ taqdîm adalah menggabungkan dua shalat dan dikerjakan pada waktu shalat pertama, yaitu  shalat Zhuhur dan shalat Ashar dikerjakan pada waktu shalat Zhuhur; Shalat Maghrib dan shalat ‘Isya’ dikerjakan pada waktu shalat Maghrib. Jama’ taqdîm harus dilakukan secara berurutan sebagaimana urutan shalat dan tidak boleh terbalik.

Adapun jama’ ta’khîr adalah menggabungkan dua shalat dan dikerjakan pada waktu shalat kedua, yaitu shalat Zhuhur dan shalat Ashar dikerjakan pada waktu Ashar; Shalat Maghrib dan shalat ‘Isya’ dikerjakan dalam waktu shalat Isya’.

Jama’ ta’khîr boleh dilakukan secara berurutan dan boleh pula tidak berurutan akan tetapi yang afdhal adalah dilakukan secara berurutan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Menjama’ shalat boleh dilakukan oleh siapa saja yang memerlukannya – baik musafir atau bukan- dan tidak boleh dilakukan terus menerus tanpa udzur. Artinya boleh dilakukan ketika diperlukan saja.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Sebagian imam (Ulama) berpendapat bahwa seorang yang muqim (tidak sedang bepergian) boleh menjama’ shalatnya apabila diperlukan asal tidak dijadikan kebiasaan.”

  • Ini berdasarkan perkataan Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu yang berbunyi :

 “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjama antara Zhuhur dengan Ashar dan antara Maghrib dengan Isya’ di Madinah tanpa sebab takut dan hujan.” Ketika ditanyakan hal itu kepada Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu , beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Agar tidak memberatkan ummatnya.”

Dengan demikian, kita tahu bahwa pensyari’atan jama’ dalam shalat bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada umat ini dalam masalah-masalah yang menyusahkan mereka.

Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan bahwa para pekerja industri dan petani apabila pada waktu tertentu mengalami kesulitan (masyaqqah) , seperti lokasi air yang jauh dari tempat pelaksanaan shalat, sehingga jika mereka pergi ke lokasi air dan bersuci bisa mengakibatkan hilangnya pekerjaan yang dibutuhkan. Jika demikian kondisinya, maka mereka boleh shalat di waktu musytarak  lalu menjama’ (menggabungkan) dua shalat.

Demikian yang dapat penulis sampaikan , sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post Hukum Menggabungkan Dua Shalat dalam Satu Waktu appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Waktu Akhir Shalat Isya Menurut Islam https://dalamislam.com/shalat/waktu-akhir-shalat-isya-menurut-islam Fri, 21 Sep 2018 06:55:46 +0000 https://dalamislam.com/?p=4356 Setiap hari seorang muslim harus menunaikan shalat fardhu yang lima waktu. Lima waktu shalat fardhu atau shalat wajib tersebut telah ditetapkan dalam Islam yang meliputi Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Shubuh. Lima waktu ini bergulir sejak pagi hingga malam hari dan tentu saja shalat fardhu ini dikerjakan di sela aktivitas-aktivitas lainnya. Ketika seorang muslim hendak […]

The post Waktu Akhir Shalat Isya Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Setiap hari seorang muslim harus menunaikan shalat fardhu yang lima waktu. Lima waktu shalat fardhu atau shalat wajib tersebut telah ditetapkan dalam Islam yang meliputi Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Shubuh. Lima waktu ini bergulir sejak pagi hingga malam hari dan tentu saja shalat fardhu ini dikerjakan di sela aktivitas-aktivitas lainnya.

Ketika seorang muslim hendak melakukan shalat Zhuhur, ia mungkin saja sedang disibukkan aktivitas kerjanya, sehingga ia harus mengetahui pentingnya menjaga waktu dengan meluangkan waktu sejenak untuk menjalankan kewajiban shalat Zhuhur. Ada pun aktivitas lain yang juga mungkin bersinggungan dengan waktu shalat fardhu adalah waktu shalat Isya.

Waktu shalat Isya dapat bersinggungan dengan seseorang yang bekerja lembur atau orang yang hendak beristirahat selepas bekerja. Bisa saja orang lebih memilih melanjutkan pekerjaan atau segera beristirahat tanpa mempertimbangkan waktu shalat Isya. Bahkan tak jarang ditemukan, banyak orang yang memilih menunda pengerjaan shalat Isya karena waktunya yang panjang.

Panjangnya waktu shalat Isya dengan ini justru perlu mendapat perhatian seorang muslim karena tidak sepantasnya seseorang menyepelekan pengerjaan shalat, baik dari segi kekhusyuan maupun waktu shalat. Allah SWT telah berfirman,

“Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikuti keinginannya, maka mereka kelak akan tersesat.” (QS. Maryam: 59)

Ayat ini menunjukkan bahaya bagi setiap muslim yang lalai terhadap shalatnya hanya karena lebih memilih menurutkan hawa nafsu dan kesibukannya daripada meraih keutamaan shalat lima waktu. Bahaya tersebut tidaklah main-main, yaitu berupa kesesatan yang akan Allah berikan.

Nah, artikel kali ini akan membahas mengenai waktu akhir shalat Isya. Nantinya, pembahasan ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai batas akhir pengerjaan shalat Isya.

Waktu Shalat Isya

Kita mengenal waktu shalat Isya sebagai waktu shalat terpanjang. Waktu shalat Isya terletak setelah shalat Maghrib hingga menjelang waktu Shubuh, sehingga seringkali ditemukan beberapa orang menunda pengerjaan shalat Isya karena kesibukan aktivitas atau terlena dengan lelapnya istirahat. Menyikapi fenomena ini, perlu adanya pemahaman mengenai waktu akhir shalat Isya.

Terdapat beberapa pendapat mengenai waktu akhir shalat Isya. Ada yang mengatakan hingga pertengahan malam, ada juga yang mengatakan hingga waktu Shubuh. Berikut penjelasan mengenai waktu akhir shalat Isya serta dalilnya.

  • Hingga Pertengahan Malam

Waktu akhir shalat Isya hingga pertengahan malam didasarkan pada hadits ‘Abdullah bin ‘Amr. Sabda Rasulullah SAW,

Waktu shalat Isya adalah hingga pertengahan malam.” (HR. Muslim no. 612)

  • Hingga Sepertiga Malam

Mengenai waktu akhir shalat Isya yang dinyatakan hingga sepertiga malam, terdapat hadits yang mengisahkan Jibril menjadi imam bagi Rasullah SAW saat mengerjakan shalat Isya. Hadits menyebutkan,

Beliau melaksanakan shalat Isya hingga sepertiga malam.”  (HR. Abu Daud no. 395 Syaikh Al-Albani mengatakan hadits ini shahih)

  • Hingga Menjelang Waktu Shubuh

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

Suatu malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam mendirikan shalat ‘atamah (Isya) sampai berlalu malam dan penghuni mesjid pun ketiduran, setelah itu beliau datang dan shalat. Beliau bersabda, ‘sungguh ini adalah waktu shalat Isya yang tepat, sekiranya aku tidak memberatkan umatku.” (HR. Muslim no. 683)

Merujuk hadits ini, Rasulullah SAW mengerjakan shalat Isya setelah ‘berlalu malam’. ‘Berlalu malam’ merupakan istilah untuk menyebut berlalunya sebagian malam atau melebihi pertengahan malam. Artinya shalat Isya dapat dikerjakan pada sepertiga malam hingga menjelang waktu sholat Shubuh.

Berdasarkan tiga hadits di atas yang memiliki kekuatan sanad yang baik, maka Ibnu Qudamah rahimullah  menarik kesimpulan mengenai batasan waktu shalat Isya sebagai berikut :

“Yang utama, insya Allah Ta’ala, waktu shalat Isya tidak diakhirkan dari sepertiga malam. Jika diakhirkan sampai pertengahan malam, itu boleh. Namun jika diakhirkan lebih dari pertengahan  malam, maka itu adalah waktu dhoruroh (waktu darurat). Yang dimaksudkan dengan waktu dhoruruoh adalah sebagaimana waktu dhoruroh dalam shalat Ashar.” (Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, Dar ‘Alam Al Kutub Riyadh, 2/28 -29)

Dengan demikian, kita dapat memilih untuk meyakini pendapat mana yang akan dijadikan acuan mengenai batas waktu akhir shalat Isya dari dalil-dalil di atas. Namun, alangkah baiknya kita bersabar dalam mengerjakan shalat dengan berupaya mengerjakan shalat pada awal waktu. Wallahu ‘alam bisshawab.

The post Waktu Akhir Shalat Isya Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menjamak Shalat Karena Ada Urusan dan Dalilnya https://dalamislam.com/shalat/hukum-menjamak-shalat-karena-ada-urusan Wed, 05 Sep 2018 02:25:21 +0000 https://dalamislam.com/?p=4210 Shalat wajib adalah salah satu rukun Islam yang harus dikerjakan oleh setiap Muslim dalam keadaan apapun. Shalat juga merupakan penanda antara kafir dan Islam sehingga bagi yang sengaja meninggalkannya akan diragukan ke-Islamannya. Rasulullah SAW pernah bersabda : بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ Antara seseorang dan kekafiran adalah shalat (HR. Muslim) العَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ […]

The post Hukum Menjamak Shalat Karena Ada Urusan dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Shalat wajib adalah salah satu rukun Islam yang harus dikerjakan oleh setiap Muslim dalam keadaan apapun. Shalat juga merupakan penanda antara kafir dan Islam sehingga bagi yang sengaja meninggalkannya akan diragukan ke-Islamannya.

Rasulullah SAW pernah bersabda :

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

Antara seseorang dan kekafiran adalah shalat (HR. Muslim)

العَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَركَهَا فَقَدْ كَفَرَ

Perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat. Siapa yang meninggalkan shalat maka telah kafir. (HR. Tirmizy)

Bagi mereka yang sengaja meningalkan shalat fardhu, maka ada banyak sekali ancaman yang telah disebutkan dalam Alquran.

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَن صَلاَتِهِمْ سَاهُونَ

Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu yang lalai dari mengerjakan shalatnya. (QS. Al-Ma’un : 4-5)

إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa : 103)

Baca juga:

مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ

Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?. Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat (QS. Al-Muddatstsir : 42-43)

Shalat fardhu yang telah ditentukan waktunya tentunya tidak bisa dikerjakan sembarang waktu. Tapi kadang ada beberapa halangan yang menyebabkan shalat tersebut tidak bisa dikerjakan tepat waktu. Mengenai hal ini, Islam membolehkan untuk menjamak shalat agar memudahkan umatNya. Sebagaimana yang dilakukan Rasul ketika perang.

Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam peperangan Tabuk, apabila hendak berangkat sebelum tergelincir matahari, maka beliau mengakhirkan Dzuhur hingga beliau mengumpulkannya dengan Ashar, lalu beliau melakukan dua shalat itu sekalian. Dan apabila beliau hendak berangkat setelah tergelincir matahari, maka beliau menyegerakan Ashar bersama Dzuhur dan melakukan shalat Dzuhur dan Ashar sekalian. Kemudian beliau berjalan.

Dan apabila beliau hendak berangkat sebelum Maghrib maka beliau mengakhirkan Maghrib sehingga mengerjakan bersama Isya’, dan apabila beliau berangkat setelah Maghrib maka beliau menyegerakan Isya’ dan melakukan shalat Isya’ bersama Maghrib”.

Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Dawud (1220), At-Tirmidzi (2/438) Ad-Daruquthni (151), Al-Baihaqi (3/165) dan Ahmad (5/241-242), mereka semua memperolehnya dari jalur Qutaibah bin Sa’id : ” Telah bercerita kepadaku Al-Laits bin Sa’ad dari Yazid bin Abi Habib dari Abi Thufail Amir bin Watsilah dari Mu’adz bin Jabal, secara marfu.

Baca juga :

“Sesungguhnya mereka keluar bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun Tabuk. Maka adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan antara Dzuhur dan Ashar serta Magrib dan Isya. Abu Thufail berkata :

‘Kemudian beliau mengakhirkan (jama’ takhir) shalat pada suatu hari. Lalu beliau keluar dan shalat Dzuhur dan Ashar sekalian. Kemudian beliau masuk (datang). Kemudian keluar dan shalat Maghrib serta Isya sekalian” (Imam Muslim (7/60) dan Abu Dawud (1206), An-Nasa’i (juz I, hal 98), Ad-Darimi (juz I, hal 356), Ath-Thahawi (I/95), Al-Baihaqi (3/162), Ahmad (5/237) dan dalam riwayat Muslim (2/162) dan lainnya dari jalur lain)

Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu yang berbunyi :

جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍقِيْلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ قَالَ كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ

“Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjama antara Zhuhur dengan Ashar dan antara Maghrib dengan Isya’ di Madinah tanpa sebab takut dan hujan.” Ketika ditanyakan hal itu kepada Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu , beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Agar tidak memberatkan ummatnya.”

Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan bahwa para pekerja industri dan petani apabila pada waktu tertentu mengalami kesulitan (masyaqqah) , seperti lokasi air yang jauh dari tempat pelaksanaan shalat, sehingga jika mereka pergi ke lokasi air dan bersuci bisa mengakibatkan hilangnya pekerjaan yang dibutuhkan.

Jika demikian kondisinya, maka mereka boleh shalat di waktu musytarak lalu menjama’ (menggabungkan) dua shalat (Majmû’ al-Fatâwâ, 21/458)

Baca juga :

Ibnu Taimiyyah berkata, “Hadits-hadits seluruhnya menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamak shalat dengan tujuan menghilangkan kesempitan dari umatnya.

Oleh karena itu, maka dibolehkan untuk menjamak shalat dalam kondisi yang jika tidak jamak maka seorang itu akan berada dalam posisi sulit padahal kesulitan adalah suatu yang telah Allah hilangkan dari umat ini. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa jamak karena sakit yang si sakit akan merasa kesulitan jika harus shalat pada waktunya masing-masing adalah suatu hal yang lebih layak lagi.

Demikian pula dibolehkan untuk menjamak shalat bagi seorang yang tidak memungkinkan untuk melakukan bersuci yang sempurna di masing-masing waktu shalat kecuali dengan kerepotan semisal wanita yang mengalami istihadhah dan kasus-kasus semisal itu” (Majmu’ Fatawa 24/84).

Ibnu Taimiyyah berkata, “Orang yang menjamak shalat karena safar apakah dia diperbolehkan menjamak secara mutlak ataukah jamak itu hanya khusus bagi musafir.

Imam Ahmad dalam masalah ini memiliki dua pendapat baik ketika bepergian ataupun tidak bepergian. Oleh karena itu, Imam Ahmad menegaskan bolehnya jamak karena adanya kesibukkan (yang merepotkan untuk shalat pada waktunya masing-masing).

Al Qadhi Abu Ya’la mengatakan,

‘Semua alasan yang menjadi sebab bolehnya meninggalkan shalat Jumat dan shalat jamaah adalah alasan yang membolehkan untuk menjamak shalat.

Oleh karena itu, boleh menjamak shalat karena hujan, lumpur yang menghadang di jalan, angin yang kencang membawa hawa dingin menurut zhahir pendapat Imam Ahmad.

Demikian pula dibolehkan menjamak shalat bagi orang sakit, wanita yang mengalami istihadhah dan wanita yang menyusui (yang harus sering berganti pakaian karena dikencingi oleh anaknya)” (Majmu Fatawa 24/14).

Al Laits mengatakan bahwa jamak shalat itu dibolehkan bagi orang yang sakit secara umum dan sakit perut secara khusus. Abu Hanifah mengatakan bahwa orang yang sakit itu dibolehkan untuk menjamak shalat sebagaimana jamak yang dilakukan oleh seorang musafir. Ahmad dan Ishaq juga menegaskan bahwa orang yang sakit itu boleh menjamak shalat (Al Istidzkar 6/37).

Baca juga:

Tirmidzi mengatakan, “Sebagian ulama dari kalangan tabi’in membolehkan orang sakit untuk menjamak shalat. Inilah pendapat Ahmad dan Ishaq. Sebagian ulama juga membolehkan menjamak shalat karena hujan. Inilah pendapat Syafii, Ahmad dan Ishaq. Akan tetapi Syafii tidak membolehkan shalat jamak bagi orang yang sakit” (Jami’ Tirmidzi 1/357).

Itulah penjelasan mengenai hukum menjamak shalat dalam Islam. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

The post Hukum Menjamak Shalat Karena Ada Urusan dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menyalatkan Orang yang Mati Bunuh Diri dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-menyalatkan-orang-yang-mati-bunuh-diri-dan-dalilnya Fri, 31 Aug 2018 01:46:01 +0000 https://dalamislam.com/?p=4143 Salah satu shalat fardhu adalah shalat jenazah. Shalat jenazah merupakan shalat fardhu kifayah dimana jika tidak ada satu pun yang melaksanakannya maka semua akan berdosa. Namun bagaimana hukumnya jika yang dishalatkan adalah orang yang meninggal akibat dosa besar, misalnya karena melakukan bunuh diri? Mengenai perkara ini, para ulama mempunyai perbedaan pendapat. Bunuh diri adalah salah […]

The post Hukum Menyalatkan Orang yang Mati Bunuh Diri dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Salah satu shalat fardhu adalah shalat jenazah. Shalat jenazah merupakan shalat fardhu kifayah dimana jika tidak ada satu pun yang melaksanakannya maka semua akan berdosa.

Namun bagaimana hukumnya jika yang dishalatkan adalah orang yang meninggal akibat dosa besar, misalnya karena melakukan bunuh diri? Mengenai perkara ini, para ulama mempunyai perbedaan pendapat.

Bunuh diri adalah salah satu dosa besar dalam Islam. Dari Abu Hurairah radhiallahu ’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ في نَارِ جَهَنَّمَ يَتَرَدَّى فِيهِ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيها أَبَدًا، وَمَنْ تَحَسَّى سُمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَسُمُّهُ في يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ في نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فيها أَبَدًا، وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَديدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ في يَدِهِ يَجَأُ بِها في بَطْنِهِ في نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيها أَبَدًا

Siapa yang menjatuhkan dirinya dari gunung hingga mati maka di neraka jahanam dia akan menjatuhkan dirinya, kekal di dalamnya selamanya. Siapa yang menegak racun sampai mati, maka racun itu akan diberikan di tangannya, kemudian dia minum di neraka jahanam, kekal di dalamnya selamanya. Siapa yang membunuh dirinya dengan senjata tajam maka senjata itu akan diberikan di tangannya kemudian dia tusuk perutnya di neraka jahanam, kekal selamanya.” (HR. Bukhari 5778 dan Muslim 109)

Baca juga:

Suatu hari ada yang pernah bertanya pada Syaikh Abdul Aziz bin Baz yang pernah menjabat sebagai Mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa silam,

“Kami pernah dapati orang yang mati tergantung di atas pohon dan di lehernya terdapat tali. Kami tidak mengetahui apakah orang tersebut mati tercekik (karena bunuh diri) atau ada yang membunuhnya lalu menggantungnya di atas pohon. Jika dia membunuh dirinya sendiri dengan menggantung dirinya di atas pohon, apakah ia dishalatkan oleh kaum muslimin?”

Syaikh Ibnu Baz rahimahullah menjawab, “Jika ia seorang muslim, maka ia tetap dishalatkan baik ia mati bunuh diri atau dibunuh oleh orang lain. Jika ia sampai membunuh dirinya sendiri, itu termasuk dosa besar. Karena seorang muslim tidak boleh membunuh dirinya sendiri. Allah mengharamkan seseorang membunuh dirinya sendiri. Allah Ta’ala berfirman,

وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An Nisa’: 29).

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَىْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di dunia, niscaya pada hari kiamat, niscaya ia akan disiksa dengan cara seperti itu pula.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Umat Islam bersepakat bahwa orang yang melakukan dosa meskipun melakukan dosa besar tetap dishalatkan. Telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,

صلوا على كل من قال لا إله إلا الله محمد رسول الله

“Shalatkanlah setiap orang yang mengucapkan ‘Laa ilaha illallahu Muhammad Rasulullah (Tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad itu utusan Allah)”, meskipun dalam sanadnya ada kelemahan. Apa yang kami sebutkan dari ijma (konsensus) dapat menguatkan dan menshahihkannya.” (Al Istidzkar, 3: 29)

Baca juga:

Dari Jabir bin Samurah radhiallahu ’anhu, beliau menceritakan,

أُتِي النبي صلى الله عليه وسلم برجل قتل نفسه بمشاقص فلم يصل عليه

Pernah dihadapkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang jenazah korban bunuh diri dengan anak panah, dan beliau tidak bersedia menshalatinya. (HR. Muslim 978).

An-Nawawi mengatakan,

عن مالك وغيره أن الإمام يجتنب الصلاة على مقتول في حد وأن أهل الفضل لا يصلون على الفساق زجرا لهم وعن الزهري لا يصلى على مرجوم ويصلى على المقتول في قصاص

Imam Malik dan yang lainnya berpendapat bahwa hendaknya pemuka masyarakat tidak menshalati orang yang mati karena dihukum, dan para pemuka agama tidak menshalati orang fasik, sebagai peringatan bagi msyarakat. Sementara Az-Zuhri berpendapat, pemuka masyarakat tidak menshalati orang yang mati dirajam, namun menshalati orang yang mati sebagai qishas. (Syarh Shahih Muslim, 7/47 – 48)

Syaikhul Islam mengatakan,

ومن امتنع من الصلاة على أحدهم – أي : الغال والقاتل والمدين – زجراً لأمثاله عن مثل فعله كان حسناً ، ولو امتنع في الظاهر ودعا له في الباطن ليجمع بين المصلحتين : كان أولى من تفويت إحداهما

Orang yang tidak mau menshalati jenazah yang mati karena korupsi, qishas, dan punya utang, sebagai bentuk peringatan bagi yang lain agar tidak melakukan semacam itu, termasuk sikap yang baik. Dan andaikan dia tidak mau menshalati secara terang-terangan, namun tetap mendoakan secara diam-diam, sehingga bisa menggabungkan dua sikap paling maslahat, tentu itu pilihan terbaik dari pada meninggalkan salah satu. (al-Ikhtiyarat al-Fiqhiyah, hlm. 78)

Baca juga:

Maksud Rasulullah dengan “tidak mau menshalati jenazah orang fasik secara terang-terangan” adalah dalam rangka mengingatkan masyarakat terhadap bahaya perbuatan tersebut dan “tetap mendoakan secara diam-diam”, dalam rangka menunaikan hak sesama muslim.

Bunuh diri tidak menjadikan seseorang haram untuk dishalati, namun ia akan menerima hukumannya di akhirat nanti. Dan urusan akhirat adalah urusan Allah, bukan merupakan urusan kita hingga kita tidak mau menyalatinya.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا * وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللّهِ يَسِيرًا

Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An Nisa: 29-30).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

من قتل نفسه بشيء عذب به يوم القيامة

Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, ia akan di adzab dengan itu di hari kiamat” (HR. Bukhari no. 6105, Muslim no. 110).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

من قتلَ نفسَهُ بحديدةٍ فحديدتُهُ في يدهِ يتوجَّأُ بها في بطنِهِ في نارِ جهنَّمَ خالدًا مُخلَّدًا فيها أبدًا ومن قتَلَ نفسَهُ بسَمٍّ فسَمُّهُ في يدهِ يتحسَّاهُ في نارِ جهنَّمَ خالدًا مُخلَّدًا فيها أبدًا من تردَّى من جبلٍ فقتلَ نفسَهُ فَهوَ يتردَّى في نارِ جَهنَّمَ خالدًا مخلَّدًا فيها أبدًا

“Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besi itu kelak akan berada di tangannya dan akan dia gunakan untuk menikam perutnya sendiri di dalam neraka Jahannam, kekal di sana selama-lamanya. Barangsiapa bunuh diri dengan minum racun, maka kelak ia akan meminumnya sedikit-demi sedikit di dalam neraka Jahannam, kekal di sana selama-lamanya. Barangsiapa yang bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya dari atas gunung, maka dia akan dijatuhkan dari tempat yang tinggi di dalam neraka Jahannam, kekal di sana selama-selamanya” (HR. Bukhari no. 5778, Muslim no. 109)

Itulah beberapa penjelasan singkat mengenai hukum menyalatkan orang yang bunuh diri. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

The post Hukum Menyalatkan Orang yang Mati Bunuh Diri dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menggaruk Dalam Shalat dan Dalilnya https://dalamislam.com/shalat/hukum-menggaruk-dalam-shalat Sat, 28 Jul 2018 04:17:11 +0000 https://dalamislam.com/?p=3941 Seringkali kita sendiri atau saudara kita terlihat menggaruk-garuk kepala, atau melakukan gerakan lainnya dalam shalat. Apakah banyak gerak itu membatalkan shalat? Adakah jumlah gerakan yang membuat shalat seseorang menjadi batal? Baca juga tentang Hukum Wanita Menjadi Imam Bagi Pria Perlu diketahui bahwa hukum asal bergerak (di luar gerakan shalat) adalah terlarang kecuali jika ada hajat (kebutuhan). […]

The post Hukum Menggaruk Dalam Shalat dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Seringkali kita sendiri atau saudara kita terlihat menggaruk-garuk kepala, atau melakukan gerakan lainnya dalam shalat. Apakah banyak gerak itu membatalkan shalat? Adakah jumlah gerakan yang membuat shalat seseorang menjadi batal? Baca juga tentang Hukum Wanita Menjadi Imam Bagi Pria

Perlu diketahui bahwa hukum asal bergerak (di luar gerakan shalat) adalah terlarang kecuali jika ada hajat (kebutuhan).

Menggaruk-garuk dalam Shalat dapat membatalkan Shalat apabila disertai dengan geraknya pergelangan tangan atau lengan, dan demikian ini dilakukan sebanyak 3 kali gerakan secara berturut-turut, sekiranya 3 gerakan tersebut dianggap bersambung.

Menggaruk-garuk juga bisa dihukumi tidak membatalkan Shalat apabila :

  • Hanya menggerakkan jari-jemarinya tanpa disertai gerakan lengan (lengannya ditempelkan pada badan), meskipun bergeraknya lebih dari tiga. Baca juga tentang Hukum Makan Minum dengan Tangan Kiri
  • Bergeraknya tidak sampai 3 kali (meskipun disertai gerakan lengan).
  • Bergerak 3 kali atau lebih secara terpisah-pisah.

As Syaikh Zainuddin Al Malibari berkata : Tidak batal Shalat akibat gerakan-gerakan ringan meskipun banyak dan berulang-ulang, namun demikian itu hukumnya Makruh, seperti gerakan 1 jari atau jari-jemari saat menggaruk dengan syarat telapak tangannya tetap (tidak ikut bergerak) atau gerakan pelupuk mata, bibir, zakar atau lisannya karena kesemuanya masih mengikuti (menempel dengan tidak bergerak) [Zean Areev].

المنهاج القويم ج ١ ص ٢٤٨-٢٤٩

‏( ﺃﻭ ﻓﻌﻞ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻓﻌﺎﻝ ﻣﺘﻮﺍﻟﻴﺔ ‏) ﺑﺄﻥ ﻻ ﻳﻌﺪ ﻋﺮﻓﺎ ﻛﻞ ﻣﻨﻬﺎ ﻣﻨﻘﻄﻌﺎ ﻋﻤﺎ ﻗﺒﻠﻪ ‏( ﻛﺜﻼﺙ ﺧﻄﻮﺍﺕ ‏) ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﺑﻘﺪﺭ ﺧﻄﻮﺓ ﻣﻐﺘﻔﺮﺓ ﺃﻭ ﻣﻀﻐﺎﺕ ﺛﻼﺙ ‏( ﺃﻭ ﺣﻜﺎﺕ ‏) ﻣﺘﻮﺍﻟﻴﺔ ﻣﻊ ﺗﺤﺮﻳﻚ ﺍﻟﻴﺪ ‏( ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﺠﺮﺏ ‏) ﻭﻛﺄﻥ ﺣﺮﻙ ﻳﺪﻳﻪ ﻭﺭﺃﺳﻪ ﻭﻟﻮ ﻣﻌﺎ ﺃﻭ ﺧﻄﺎ ﺧﻄﻮﺓ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﻧﺎﻭﻳﺎ ﻓﻌﻞ ﺍﻟﺜﻼﺙ ﻭﺇﻧﻢ ﻟﻢ ﻳﺰﺩ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻮﺍﺣﺪﺓ ‏( ﺃﻭ ﻭﺛﺐ ﻭﺛﺒﺔ ‏) ﻭﻻ ﺗﻜﻮﻥ ﺍﻟﻮﺛﺒﺔ ﺇﻻ ‏( ﻓﺎﺣﺸﺔ ﺃﻭ ﺿﺮﺏ ﺿﺮﺑﺔ ﻣﻔﺮﻃﺔ ‏) ﺃﻭ ﺻﻔﻖ ﺗﺼﻔﻴﻘﺔ ﺃﻭ ﺧﻄﺎ ﺧﻄﻮﺓ ﺑﻘﺼﺪ ﺍﻟﻠﻌﺐ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﺍﻟﺘﺼﻔﻴﻘﺔ ﺑﻐﻴﺮ ﺿﺮﺏ ﺍﻟﺮﺍﺣﺘﻴﻦ ‏( ﺑﻄﻠﺖ ‏) ﺻﻼﺗﻪ ﻓﻲ ﺟﻤﻴﻊ ﻣﺎ ﺫﻛﺮ ‏( ﺳﻮﺍﺀ ﻛﺎﻥ ﻋﺎﻣﺪﺍ ﺃﻭ ﻧﺎﺳﻴﺎ ‏) ﻟﻤﻨﺎﻓﺎﺓ ﺫﻟﻚ ﻟﻜﺜﺮﺗﻪ ﺃﻭ ﻓﺤﺸﻪ ﻟﻠﺼﻼﺓ ﻭﺇﺷﻌﺎﺭﻩ ﺑﺎﻹﻋﺮﺍﺽ ﻋﻨﻬﺎ ﻭﺍﻟﺨﻄﻮﺓ ﺑﻔﺘﺢ ﺍﻟﺨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺮﺓ ﻭﻫﻲ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﻫﻨﺎ ﺇﺫ ﻫﻲ ﻋﺒﺎﺭﺓ ﻋﻦ ﻧﻘﻞ ﺭﺟﻞ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﻓﻘﻂ ﺣﺘﻰ ﻳﻜﻮﻥ ﻧﻘﻞ ﺍﻷﺧﺮﻯ ﺇﻟﻰ ﺃﺑﻌﺪ ﻋﻨﻬﺎ ﺃﻭ ﺃﻗﺮﺏ ﺧﻄﻮﺓ ﺃﺧﺮﻯ ﺑﺨﻼﻑ ﻧﻘﻠﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﻣﺴﺎﻭﺍﺗﻬﺎ ﻭﺫﻫﺎﺏ ﺍﻟﻴﺪ ﻭﺭﺟﻮﻋﻬﺎ ﻭﻭﺿﻌﻬﺎ ﻭﺭﻓﻌﻬﺎ ﺣﺮﻛﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﺃﻣﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﺮﺏ ﺍﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﺼﺒﺮ ﻣﻌﻪ ﻋﻠﻰ ﻋﺪﻡ ﺍﻟﺤﻚ ﻓﻴﻐﺘﻔﺮ ﺍﻟﺤﻚ ﻷﺟﻠﻪ ﻭﺇﻥ ﻛﺜﺮ ﻻﺿﻄﺮﺍﺭﻩ ﺇﻟﻴﻪ ‏( ﻭﻻ ﻳﻀﺮ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﺍﻟﻘﻠﻴﻞ ‏) ﺍﻟﺬﻱ ﻟﻴﺲ ﺑﻔﺎﺣﺶ ﻭﻣﻨﻪ ﺍﻟﺨﻄﻮﺗﺎﻥ ﻭﺇﻥ ﺍﺗﺴﻌﺘﺎ ﻭﺍﻟﻠﺒﺲ ﺍﻟﺨﻔﻴﻒ ﻭﻓﺘﺢ ﻛﺘﺎﺏ ﻭﻓﻬﻢ ﻣﺎ ﻓﻴﻪ ﻟﻜﻨﻪ ﻣﻜﺮﻭﻩ ‏( ﻭﻻ ﺣﺮﻛﺎﺕ ﺧﻔﻴﻔﺎﺕ ﻭﺇﻥ ﻛﺜﺮﺕ ‏) ﻭﺗﻮﺍﻟﺖ ﻟﻜﻨﻬﺎ ﺧﻼﻑ ﺍﻷﻭﻟﻰ ﻭﺫﻟﻚ ‏( ﻛﺘﺤﺮﻳﻚ ﺍﻷﺻﺎﺑﻊ ‏) ﻓﻲ ﻧﺤﻮ ﺳﺒﺤﺔ ﻭﺣﻜﺔ ﻓﻼ ﺑﻄﻼﻥ ﺑﺠﻤﻴﻊ ﺫﻟﻚ ﻭﺇﻥ ﺗﻌﻤﺪﻩ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻘﺼﺪ ﺑﻪ ﻣﻨﺎﻓﺎﺗﻬﺎ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻟﻢ ﻳﻌﻒ ﻋﻦ ﻗﻠﻴﻞ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﻋﻤﺪﺍ ﻷﻧﻪ ﻻ ﻳﺤﺘﺎﺝ ﺇﻟﻴﻪ ﻓﻴﻬﺎ ﺑﺨﻼﻑ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻓﻴﻌﻔﻰ ﻋﻤﺎ ﻳﺘﻌﺴﺮ ﺍﻻﺣﺘﺮﺍﺯ ﻋﻨﻪ ﻣﻤﺎ ﻻ ﻳﺨﻞ ﺑﻬﺎ ﻭﺍﻷﺟﻔﺎﻥ ﻭﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﻛﺎﻷﺻﺎﺑﻊ ﻭﻗﺪ ﻳﺴﻦ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﺍﻟﻘﻠﻴﻞ ﻛﻘﺘﻞ ﻧﺤﻮ ﺍﻟﺤﻴﺔ

فتح المعين (اعانة) ج ١ ص ٢١٥-٢١٦

ﻻ ‏) ﺗﺒﻄﻞ ‏( ﺑﺤﺮﻛﺎﺕ ﺧﻔﻴﻔﺔ ‏) ﻭﺇﻥ ﻛﺜﺮﺕ ﻭﺗﻮﺍﻟﺖ ﺑﻞ ﺗﻜﺮﻩ ‏( ﻛﺘﺤﺮﻳﻚ ‏) ﺃﺻﺒﻊ ﺃﻭ ‏( ﺃﺻﺎﺑﻊ ‏) ﻓﻲ ﺣﻚ ﺃﻭ ﺳﺒﺤﺔ ﻣﻊ ﻗﺮﺍﺭ ﻛﻔﻪ ‏( ﺃﻭ ﺟﻔﻦ ‏) ﺃﻭ ﺷﻔﺔ ﺃﻭ ﺫﻛﺮ ﺃﻭ ﻟﺴﺎﻥ ﻷﻧﻬﺎ ﺗﺎﺑﻌﺔ ﻟﻤﺤﺎﻟﻬﺎ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺮﺓ ﻛﺎﻷﺻﺎﺑﻊ

Demikian penjelasan terkait bagaimana hukum menggaruk dalam Shalat berlangsung. Semoga bermanfaat.

The post Hukum Menggaruk Dalam Shalat dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Mengubah Niat Dalam Shalat dan Dalilnya https://dalamislam.com/shalat/hukum-mengubah-niat-dalam-shalat Tue, 17 Jul 2018 02:35:15 +0000 https://dalamislam.com/?p=3855 Perkara yang membedakan seorang Muslim dengan penganut agama lainnya adalah shalat. Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dikerjakan oleh setiap Muslim. Shalat wajib atau shalat fardhu dikerjakan setiap 5 waktu tiap harinya. Sedangkan macam-macam shalat sunnat dikerjakan sebagai penambah kekurangan atau pelengkap ibadah kita. الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ  “(yaitu) […]

The post Hukum Mengubah Niat Dalam Shalat dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Perkara yang membedakan seorang Muslim dengan penganut agama lainnya adalah shalat. Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dikerjakan oleh setiap Muslim. Shalat wajib atau shalat fardhu dikerjakan setiap 5 waktu tiap harinya. Sedangkan macam-macam shalat sunnat dikerjakan sebagai penambah kekurangan atau pelengkap ibadah kita.

الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

 “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan sholat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka,” (QS.al Baqarah : 3)

وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS.al Baqarah : 43)

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلا عَلَى الْخَاشِعِينَ

 “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) sholat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,” (QS.al Baqarah:45)

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

“Peliharalah segala sholat (mu), dan (peliharalah) sholat wusthaa. Berdirilah karena Allah (dalam sholatmu) dengan khusyuk.” (QS.al Baqarah:238)

Baca juga:

Dalam melaksanakan shalat, terdapat syarat sah shalat. Dan salah satunya adalah niat. Seseorang yang sedang meniatkan shalat tertentu maka dalam shalat tersebut terdapat dua unsur niat: niat Muthlaq dan niat Mu’ayyan. Jika batal niat Mu’ayyan maka yang tersisa niat Muthlaq-nya. (Asy-Syarh Al-Mumti’, II/298)

Adapun hukum mengganti niat dalam shalat adalah sebagai berikut:

1. Dari shalat fardhu ke shalat sunnah Muthlaq, hukumnya terlarang. 

Misalnya jika ada seseorang sedang menunaikan shalat dzuhur sendirian kemudian ia melihat beberapa orang yang mendirikan shalat dzuhur berjamaah. Ia bermaksud merubah niat shalat dzuhur yang ia kerjakan menjadi shalat sunnah Muthlaq dan ingin menunaikan shalat dzuhur berjamaah maka hukumnya tidak boleh.

2. Dari shalat fardhu ke shalat fardhu jenis lainnya, hukumnya terlarang.

Jika mengubah niat shalat fardhu ke shalat fardhu lainnya, maka kedua shalat tersebut menjadi batal. Shalat yang pertama batal karena diputus niatnya sementara shalat yang kedua batal karena orang tersebut tidak berniat sejak awal (sebelum takbiratul ihram). Misalnya saja ada seseorang yang sedang shalat ‘ashar, ketika dalam shalat tiba-tiba ia teringat dirinya belum mengerjakan shalat dzuhur lalu ia bermaksud merubah niat shalat asar yang ia kerjakan menjadi shalat dzuhur maka hal ini tidak boleh.

Baca juga:

3. Dari shalat sunnah ke shalat fardhu, hukumnya terlarang.

Sama halnya seperti pada kondisi kedua diatas. Misalnya saja ada orang melakukan shalat sunnah subuh dua raka’at (sunnah qabliyyah) kemudian ia ingin merubahnya menjadi shalat subuh (shalat fardhu) maka hal ini hukumnya tidak boleh. Bahkan jika ia benar-benar merubah niatnya maka kedua shalat tersebut batal.

4. Dari shalat sunnah Mu’ayyan ke shalat sunnah Muthlaq, hukumnya boleh.

Hal ini dikarenakan dalam shalat sunnah Mu’ayyan terdapat unsur shalat sunnah Muthlaq (sebagaimana pengertian yang kami berikan diawal tulisan ini). Misalnya, seseorang berniat shalat sunnah dzuhur 4 rakaat, ditengah shalat ia mendengar iqamah sudah dikumandangkan kemudian ia merubah niat shalat sunnah 4 raka’at menjadi 2 raka’at karena ingin bersegera shalat dzuhur berjamaah maka hukumnya boleh.

5. Dari shalat sunnah Mu’ayyan ke shalat sunnah Mu’ayyan lainnya, hukumnya terlarang.

Sebagai contoh jika ada seseorang yang sedang mengerjakan shalat sunnah tahiyyatul masjid kemudian ia hendak merubah niatnya menjadi shalat sunnah subuh maka hal ini tidak boleh. Jika ia memang benar-benar melakukannya maka kedua shalatnya batal sebagaimana penjelasan yang telah lalu.

6. Dari shalat sunnah Muthlaq ke shalat sunnah Mu’ayyan, hukumnya terlarang.

Sebagai contoh seseorang yang sedang mengerjakan shalat sunnah Muthlaq dua rakaat tanpa niat Mu’ayyan (seperti halnya shalat sunnah dua rakaat sesudah wudhu) kemudian ditengah shalat ia ingin merubah niatnya menjadi shalat sunnah subuh (sunnah Mu’ayyan) maka hal ini tidak boleh beralasan sebagaimana yang telah lalu.

7. Dari niat imam menjadi makmum, hukumnya boleh.

Perkara ini berdasarkan pada hadits ‘Aisyah radhiyallahu’anha, dimana kisah Abu Bakar mengimami para sahabat. Dalam hadits tersebut beliau menyebutkan, “Ketika ia (Abu Bakar) melihat Rasulullah datang, ia mundur. Nabi shallallahu alaihi wassalam memberi isyarat kepadanya seraya bersabda, “Tetaplah ditempatmu”. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam datang dan duduk di samping Abu Bakar. Maka Abu Bakar salat berdiri bermakmum kepada Rasulullah shallallahu alaihi wassalam sementara para sahabat lainnya mengikuti Abu Bakar radhiyallahu’anhu“. (HR. Bukhari dan Muslim)

8. Berniat makmum dibelakang seorang imam kemudian pindah ke imam yang lain, hukumnya boleh.

Sebagai contoh seseorang yang berada dibelakang imam yang sedang sakit kemudian ditengah shalat imam tersebut tidak kuat melanjutkan shalatnya dan diganti dengan imam lain maka shalat makmum yang dibelakanganya tetap sah. Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu’anha di atas ketika para sahabat bermakmum di belakang Abu Bakar radhiyallahu’anhu kemudian berpindah ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan juga kisah terbunuhnya Umar bin Khathab radhiyallahu’anhu saat mengimami para sahabat kemudian datanglah Abdurrahman bin Auf radhiallahu’anhu menggantikan beliau sebagai imam.

Baca juga:

9. Niat makmum menjadi imam, hukumnya boleh.

Sewaktu imam memiliki udzur meninggalkan shalat seperti karena sakit atau yang lainnya lalu ia menunjuk seorang makmum menggantikan dirinya. Berdasarkan kisah terbunuhnya Umar radhiyallahu’anhu diatas.

10. Berniat shalat sendiri kemudian menjadi imam, hukumnya boleh.

Misalnya ketika ada yang shalat sendirian kemudian orang lain datang bermakmum di belakangnya. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhu, beliau berkata, “Aku pernah bermalam dirumah bibiku. Saat Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam shalat malam akupun menyusul beliau. Aku berdiri disebelah kiri lalu beliau memegang kepalaku dan menariknya disebelah kanan. “(HR. Bukhari dan Muslim). Meskipun hadits ini berkisah tentang shalat sunnah namun yang benar tidak ada perbedaan antara shalat sunnah dengan shalat fardhu. 

11. Berniat imam kemudian menjadi shalat sendirian, hukumnya terlarang kecuali jika ada udzur.

Seperti ketika makmum mendapatkan udzur meninggalkan shalat jamaah hingga imam shalat sendirian maka hukumnya boleh dan shalatnya tetap sah.

12. Berniat menjadi makmum kemudian menjadi shalat sendirian, hukumnya boleh jika ada udzur.

Misalnya saja bacaan imam yang terlalu panjang hingga melebihi tuntunan yang diajarkan maka makmum diperbolehkan meninggalkan jamaah dan shalat sendirian. (Shahih Fiqh Sunnah, I/308 dengan sedikit tambahan)

Demikianlah penjelasan mengenai hukum mengubah niat dalam shalat. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua dan setiap amal ibadah kita diridhoi Allah SWT. Aamiin.

The post Hukum Mengubah Niat Dalam Shalat dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Meninggalkan Shalat Karena Sakit dan Dalilnya https://dalamislam.com/shalat/hukum-meninggalkan-shalat-karena-sakit Mon, 16 Jul 2018 02:02:28 +0000 https://dalamislam.com/?p=3837 Salah satu rukun Islam adalah shalat. Dalam Islam, terdapat shalat wajib atau shalat fardhu dan juga macam-macam shalat sunnat. Namun yang wajib dikerjakan dan tidak boleh ditinggalkan adalah shalat fardhu. Perintah shalat sendiri teleh banyak disebutkan dalam Al quran. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman: وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ […]

The post Hukum Meninggalkan Shalat Karena Sakit dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Salah satu rukun Islam adalah shalat. Dalam Islam, terdapat shalat wajib atau shalat fardhu dan juga macam-macam shalat sunnat. Namun yang wajib dikerjakan dan tidak boleh ditinggalkan adalah shalat fardhu. Perintah shalat sendiri teleh banyak disebutkan dalam Al quran.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa “[Thaha/20:132]

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’ (Al Baqoroh: 34)

أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوٓا۟ أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ ٱلْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِّنْهُمْ يَخْشَوْنَ ٱلنَّاسَ كَخَشْيَةِ ٱللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً ۚ وَقَالُوا۟ رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا ٱلْقِتَالَ لَوْلَآ أَخَّرْتَنَآ إِلَىٰٓ أَجَلٍ قَرِيبٍ ۗ قُلْ مَتَٰعُ ٱلدُّنْيَا قَلِيلٌ وَٱلْءَاخِرَةُ خَيْرٌ لِّمَنِ ٱتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا

“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: “Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!” Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya.

Mereka berkata: “Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?” Katakanlah: “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun” (An Nisa:77)

Baca juga:

Begitu pentingnya shalat, maka tidak satu pun Muslim yang diperbolehkan untuk meninggalkan shalat. Lalu bagaimana hukumnya jika seorang yang sakit meninggalkan shalat? Mengenai perkara ini, haruslah dilihat terlebih dahulu mengenai sakitnya.

Jika seseorang mengalami sakit yang membuatnya kehilangan kesadaran, seperti koma atau gila. Maka kewajiban shalat baginya telah gugur karena salah satu syarat sah shalat adalah memiliki akal.

Disebutkan dalam Fatawa Lajnah Daimah, 25/257, “Jika orang tua ana saat sakit, hilang akalnya, tidak sadar sama sekali, maka shalat gugur baginya. Karena ketika itu dia bukan orang yang terkena kewajiban beban. Karena beban kewajiban shalat dikaitkan dengan akal, sementara dia telah hilang akal.

Adapun jika akal dan kesadarannya tidak hilang, akan tetapi dia meninggalkannya karena tidak tahu bahwa dirinya tetap diwajibkan untuk melaksanakannya sesuai kemampuannya, semoga Allah memaafkan dan menerima uzurnya karena ketidaktahuannya dan tidak adanya orang yang menjelaskan hukum syar’i hingga akhirnya dia meninggal, semoga Allah merahmati dan mengampuninya.

Dalam kedua kondisi tersebut, tidak boleh dilakukan shalat untuk orang tua anda. Karena shalat tidak boleh dilakukan untuk orang lain. Asalnya shalat tidak dapat diwakilkan.”

Namun jika ia masih dalam keadaan sadar atau memiliki akal, maka ia wajib mengerjakan shalat. Ia dibolehkan untuk menjamak shalatnya. Jika ia tidak shalat maka hukum meninggalkan shalat dengan sengaja baginya adalah dosa.

جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ قَالَ (أَبُوْ كُرَيْبٍ) قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ قَالَ كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjama’ antara Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya’ di kota Madinah tanpa sebab takut dan hujan. Abu Kuraib rahimahullah berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Abas Radhiyallahu ‘anhu : Mengapa beliau berbuat demikian? Beliau Radhiyallahu ‘anhu menjawab: Agar tidak menyusahkan umatnya.” [HR Muslim no. 705]

Bahkan meskipun ia memiliki kesulitan dalam mengerjakan shalat, tapi Allah memberikan keringanan dengan membolehkan orang yang sakit untuk shalat dengan duduk atau bahkan berbaring.

Baca juga:

Allah berfirman, “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” [at-Taghâbun/ 64:16].

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Imran Bin Husain Radhiyallahu ‘anhu:

كَانَتْ بِي بَوَاسِيرُ فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ

“Pernah penyakit wasir menimpaku, lalu aku bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang cara shalatnya. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu, maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka berbaringlah” [HR al-Bukhari no. 1117]

Dari Ummu Qais Radhiyallahu ‘anha yang berbunyi:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَسَنَّ وَحَمَلَ اللَّحْمَ اتَّخَذَ عَمُودًا فِي مُصَلَّاهُ يَعْتَمِدُ عَلَيْهِ

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berusia lanjut dan lemah, beliau memasang tiang di tempat shalatnya sebagai sandaran” [HR Abu Dawud dan dishahihkan al-Albani dalam Silsilah Ash-Shohihah 319]

Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Yang benar adalah, kesulitan (Masyaqqah) membolehkan seseorang mengerjakan shalat dengan duduk. Apabila seorang merasa susah mengerjakan shalat berdiri, maka ia boleh mengerjakan shalat dengan duduk, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

“Allah Azza wa Jalla menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” [al-Baqarah/ 2:185] Sebagaimana orang yang berat berpuasa bagi orang yang sakit, walaupun masih mampu puasa, diperbolehkan baginya berbuka dan tidak berpuasa; demikian juga shalat, apabila berat untuk berdiri, maka boleh mengerjakan shalat dengan duduk” (Syarhu al-Mumti’ 4/461)

Baca juga:

Bahkan jika ia tidak mampu bergerak sama sekali, maka ia dibolehkan untuk shalat hanya ddengan pandangan. Dari Jâbir Radhiyallahu ‘anhu yang berbunyi:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ عَادَ مَرِيْضًا فَرَآهُ يُصَلِّي عَلَى وِسَادَةٍ فَأَخَذَهَا فَرَمَى بِهَا، فَأَخَذَ عُوْدًا لِيُصَلِّي عَلَيْهِ فَأَخَذَهُ فَرَمَى بِهِ، قَالَ: صَلِّ عَلَى الأَرْضِ إِنِ اسْتَطَعْتَ وَإِلاَّ فَأَوْمِ إِيْمَاءً وَاجْعَلْ سُجُوْدَكَ أَخْفَضَ مِنْ رُكُوْعِكَ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk orang sakit, beliau melihatnya sedang mengerjakan shalat di atas (bertelekan) bantal, beliau q pun mengambil dan melemparnya.

Kemudian ia mengambil kayu untuk dijadikan alas shalatnya, nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengambilnya dan melemparnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Shalatlah di atas tanah apabila engkau mampu dan bila tidak maka dengan isyarat dengan menunduk (al-Imâ`) dan jadikan sujudmu lebih rendah dari ruku’mu” (HR al-Baihaqi dalam sunan al-Kubro 2/306 dan Syeikh al-Albani dalam Silsilah ash-Shohihah no. 323 menyatakan: Yang pasti bahwa hadits ini dengan kumpulnya jalan periwayatannya adalah shohih)

Umran bin Hushain radhiallahu anhu meriwayatkan, dia berkata, “Shalatlah sambil berdiri, jika tidak kuasa, shalat sambil duduk, jika tidak mampu, shalat sambil berbaring dan memberikan isyarat.”

Demikianlah hukum meningglakan shalat bagi orang yang sakit. Sungguh Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang hingga Ia selalu meringankan segala kesulitan bagi hamba-hambaNya.

The post Hukum Meninggalkan Shalat Karena Sakit dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Tidak Hafal Bacaan Shalat Ketika Shalat https://dalamislam.com/info-islami/hukum-tidak-hafal-bacaan-shalat-ketika-shalat Thu, 12 Jul 2018 04:52:31 +0000 https://dalamislam.com/?p=3823 Shalat dalam agama islam atau shalat wajib adalah rutinitas harian yang dilakukan oleh semua umat muslim, tentunya sobat juga melakukannya sepanjang hari bukan? Shalat tentunya membutuhkan pembelajaran sebelumnya yakni mengenai tata caranya, memahami urutannya, dan juga mengetahui bacaan atau doa apa saja yang dibaca beserta artinya untuk memiliki kualitas shalat yang lebih mendalam dan lebih khusyu’. […]

The post Hukum Tidak Hafal Bacaan Shalat Ketika Shalat appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Shalat dalam agama islam atau shalat wajib adalah rutinitas harian yang dilakukan oleh semua umat muslim, tentunya sobat juga melakukannya sepanjang hari bukan? Shalat tentunya membutuhkan pembelajaran sebelumnya yakni mengenai tata caranya, memahami urutannya, dan juga mengetahui bacaan atau doa apa saja yang dibaca beserta artinya untuk memiliki kualitas shalat yang lebih mendalam dan lebih khusyu’.

Namun sobat, ternyata tidak semua umat muslim mengetahui bacaan shalat dengan lengkap, hal itu bisa terjadi karena berbagai macam alasan, misalnya karena mualaf dan masih belajar dimana keutamaan menjadi mualaf memang diberi kesempatan untuk belajar terlebih dahulu, karena tidak terbiasa sejak kecil, karena memang melalaikan dan tidak mau mempelajarinya, dsb. Tentunya memprihatinkan ya sobat? Terlebih jika hal itu terjadi terus menerus tanpa disertai usaha untuk memperbaiki diri dengan mempelajari bacaannya.

Nah sekarang tentunya yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana shalat itu sendiri akan dilakukan padahal shalat adalah kewajiban semua umat muslim baik itu muda tua, mualaf atau yang lama memeluk islam, laki laki perempuan, semuanya wajib melakukan. Sebab itu untuk menambah wawasan islami kita, pada kesempatan kali ini penulis akan menguraikannya secara lengkap mengenai Hukum Tidak Hafal Bacaan Shalat Ketika Shalat, yuk simak selengkapnya dalam artikel berikut.

Sebelum membahas mengenai hukum orang yang tidak hafal bacaan, tentunya kita harus mengingat ulang segala hal mengenai shalat ya sobat, baik itu apa pengertiannya dan bagaimana shalat itu sendiri dilakukan sesuai sumber syariat islam, yuk pelajari kembali mengenai Dasar Dasar Shalat berikut ini.

Secara bahasa sholat bermakna do’a, sedangkan secara istilah, sholat merupakan suatu ibadah wajib yang terdiri dari ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dengan rukun dan persyaratan tertentu. Menurut hakekatnya, sholat ialah menghadapkan jiwa kepada Allah SWT, yang bisa melahirkan rasa takut kepada Allah & bisa membangkitkan kesadaran yang dalam pada setiap jiwa terhadap kebesaran & kekuasaan Allah SWT sebagai ungkapan syukur atas kasih sayang Allah kepada hambaNya yang memberikan berbagai kenikmatan.

Menurut Ash Shiddieqy, sholat ialah menggambarkan rukhus shalat atau jiwa shalat; yakni berharap kepada Allah dengan sepenuh hati dan jiwa raga, dengan segala kekhusyu’an dihadapan Allah dan ikhlas yang disertai dengan hati yang selalu berzikir, berdo’a & memujiNya. Shalat sendiri memiliki Syarat Sah Shalat sebagai berikut :

  1. Telah masuk waktu sholat
  2. Menghadap kiblat
  3. Menutup aurat
  4. Suci badan, tempat sholat dan pakaian yang digunakan dari najis
  5. Mengetahui tata cara pelaksanaannya

Sedangkan shalat dalam menjalankannya wajib memahami Tata Cara Shalat berikut :

  1. Niat
  2. Berdiri tegap bila mampu, dan diperbolehkan duduk atau berbaring bagi yang udzur
  3. Takbiratul ihram
  4. Membaca suratul fatihah pada setiap rokaatnya
  5. Ruku’
  6. I’tidal
  7. Sujud
  8. Duduk di antara dua sujud
  9. Duduk Tasyahud Akhir
  10. Membaca tasyahud akhir
  11. Membaca shalawat Nabi
  12. Mengucap salam pertama
  13. Tertib (Dilaksanakan secara berurutan)

Hukum Tidak Hafal Bacaan Shalat Saat Shalat

Nah sobat, setelah memahami dasar dasar shalat, sekarang tentu sobat bertanya, lalu bagaimana dengan orang yang tidak hafal bacaan padahal ia telah wajib shalat dan ia harus menjalankannya sepanjang hari? bukankah ia berdosa jika tidak menjalankan shalat? dan ia juga berdosa kah jika shalat namun bacaannya tidak hafal? Dalam hal ini, hukumnya disesuaikan dengan keadaan atau penyebab yakni sebagai berikut :

1. Shalat Tetap Wajib Meski Tidak Hafal Bacaan

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang ruku’ (QS. Al-Baqarah ayat 43) Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :“Amalan seorang hamba yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah sholat. Jika sholatnya baik maka baiklah seluruh amalannya dan jika buruk maka buruklah seluruh amalannya. (HR. At-Thabrani)

Shalat adalah ibadah yang paling dasar, hukum tidak hafal bacaan shalat saat shalat sebenarnya bukanlah suatu perbuatan yang dosa, namun orang tersebut wajib memperbaiki diri dengan belajar dan menghafalkannya secara bertahap, jika orang tersebut sudah terlalu tua atau kurang akalnya maka hal itu bukan dosa baginya, intinya shalat tetap wajib dilakukan sesuai kemampuan dan tiap umat muslim wajib terus belajar untuk bisa melakukan shalat yang benar.

Abu Hurairah berkata: “Pada setiap rokaat ada bacaannya. Apa yang Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam perdengarkan keraskan bacaannya kepada kami, maka kami pun akan perdengarkan kepada kalian dan apa yang kau sembunyikan tidak mengeraskan bacaan kepada kami maka kami pun tidak mengeraskan jatuh pada kalian. Jika kalian tidak tambah selain al-fatihah maka itu sudah cukup, namun bila kalian tambah setelahnya itu lebih baik.” (Hadist riwayat Al-Bukhari)

2. Setidaknya Wajib Hafal Al Fatihah

Berdasarkan kedua hadis nabi mayoritas islam berpendapat bahwa jika seseorang tidak tahu bacaan sholat atau belum hafal semuanya, maka paling tidak  harus membaca surat Al Fatihah  dalam shalatnya. Karena membaca surat Al Fatihah termasuk rukun sholat dan penyempurna dari sholat. Mislanya bagi yang benar benar belum mampu atau mualaf, setidaknya belajar Al Fatihah terlebih dahulu dan setiap menjalankan shalat bisa mengikutinya dengan berjamaah sambil terus belajar agar hafal bacaan.

3. Jika Tidak Hafal Al Fatihah?

Namun jika tidak ada satupun ayat Alquran yang dihafalnya maka ia hendaknya Bertasbih (mengucapkan Subhanallah), bertahmid (mengucapkan alhamdulillah) dan bertahlil (mengucapkan La ilaha illallah). Maka ini sudah cukup baginya untuk menggantikan bacaan sholat dan Al Fatihah.  “Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam kemudian berkata, “Saya tidak bisa membaca sedikitpun dari ayat Alquran, maka ajarkanlah saya sesuatu yang dapat mencukupinya”.

Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Katakanlah Subhanallah walhamdulillah wa lailaha illallah allahu akbar, wa la haula wala quwwata illa billah.” (Hadits riwayat Al Hakim dan Nasa’i). Nah sobat, jika orang tersebut sama sekali atau baru belajar menghafal Al Fatihah, ia bisa menggantinya dengan bacaan tasbih, tahmid, dan tahlil, dan tentunya selanjutnya tetap harus belajar bacaan shalat dan menghafalnya.

4. Melakukan Shalat dengan Berjamaah

Orang yang tidak hafal bacaan sholat hendak melaksanakan salat yang secara berjamaah. Dengan hanya mencukupkan bacaan “Takbir” pada setiap pergantian gerakan dan bertasbih setelah itu. Karena dengan sholat berjamaah maka menurut sebagian ulama bacaan Al Fatihah makmum sudah diwakili oleh bacaan Imam. Dalam hal sholat yang bacaannya dikeraskan.

Namun dalam hal sholat yang bacaannya tidak dikeraskan maka makmum wajib membaca Al Fatihah. Dan jika tidak hafal Al Fatihah maka dapat digantikan dengan bacaan tasbih, tahmid dan tahlil. Oleh karena itu jika orang yang tidak tahu bacaan sholat yang melaksanakan sholat sendiri tanpa membaca al-fatihah, ayat lain dari Alquran atau tasbih dan hanya melakukan gerakan dan takbir saja. Maka menurut sebagian ulama sholatnya tidak sah.

Namun menurut sebagian ulama yang lainnya sholatnya sah jika dilakukan berjamaah. Meskipun hanya bertakbir pada setiap berganti gerakan sholat. Jika ia benar-benar tidak bisa bertasbih dan belum sempat belajar. Misalnya jika baru pertama kali Anda sholat setelah menjadi mualaf. Karena inilah yang sesuai dengan kemampuannya pada saat itu. Akan tetapi Anda wajib belajar setelah itu dan secara bertahap mulai menghafal bacaan-bacaan sholat.

5. Hukum Orang yang Lalai Menghafal Bacaan Shalat

Nah sobat, tentunya islam tidka pernah memberatkan umatnya dalam beribadah, semuanya mendapatan jalan yang terbaik jika memang bersungguh sungguh ingin mendekat dan emnjalankan perintah Allah. Namun jika ada orang yang tidak hafal bacaan shalat dan selanjutnya ia tetap tidak mau belajar karena lalai dan malas, baginya adalah sebuah dosa besar sebab ia dengan sengaja tidak menjalankan perintah Allah.

Dalam hal ini tentunya hanya Allah yang tahu sejauh mana kesungguhan hambaNya termasuk kesungguhan hambaNya dalam belajar, jika ia masih diberi akal sehat dan diberi kemampuan untuk emnghafal bacaan shalat namun tetap tidak mau berusaha, maka ia menjadi orang yang merugi dan selamanya tidak akan mampu menjalankan ibadah dengan benar.

Tentunya hal ini akan merugikan dirinya sendiri, yakni ia memiliki hati yang gelap dan tertutup sebab hatinya jauh dari hidayah serta ia melakukan shalat tidak dari hati karena dengan sengaja melalaikannya dan meremehkannya. Semoga dijauhkan dari perbuatan yang seperti ini ya sobat.. Sebab orang yang merugi ialah orang yang dengan sengaja menjauhi perintah Allah.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, sekarang sobat sudah memhaami secara lengkap menegnai hukum tidak hafal bacaan shalat saat shalat ya sobat? jangan lupa untuk membagikan wawasan islami ini agar menjadi jalan untuk saling mengingatkan kebaikan pada orang lain. Semoga apa yang penulis sampaikan bisa menjadi wawasan islami yang bermanfaat dan menjadi jalan untu memperbaiki diri menuju pribadi yang lebih baik di mata Allah. Terima kasih.

The post Hukum Tidak Hafal Bacaan Shalat Ketika Shalat appeared first on DalamIslam.com.

]]>