Hukum Wudhu Sambil Bicara dan Dalilnya

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Wudhu merupakan salah satu syarat sahnya shalat. Cara berwudhu yang benar juga merupakan hal yang harus diperhatikan. Sebagaimana firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” [Al-Maidah : 6]

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Tidak sah shalat bagi orang yang tidak berwudhu dan tidak sah wudhu orang yang tidak menyebut nama Allah atas wudhunya”

Selain sebagai syarat sah shalat wajib maupun shalat sunnat, ada banyak keutamaan berwudhu. Rasulullah bersabda,”Barang siapa yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian sengaja keluar menuju masjid dan mendapati orang-orang sudah shalat, Allah tetap akan menuliskan baginya pahala seperti pahala para jamaah itu tanpa mengurangi pahala mereka.” (HR. Abu Daud dan Nasa’i)

Baca juga:

Bahkan cara tidur Rasulullah SAW menganjurkan untuk berwudhu sebelum tidur karena terdapat banyak keutamaan menjaga wudhu sebelum tidur dan merupakan amalan Rasulullah sebelum tidur.

Rasulullah bersabda,”Sucikanlah jasad-jasad ini, niscaya Allah akan menyucikan kalian. Karena tak seorang hambapun yang tidur di malam hari dalam keadaan suci, melainkan ia akan ditemani seorang malaikat yang berada di selimutnya dan tidak bergerak sedikitpun sepanjang malam dan hanya berdoa,”Ya Allah, ampunilah hambamu ini, karena ia tidur dalam keadaan bersuci.” (HR. Ath Thabrani dinilai shahih oleh Syaikh al Albani dalam Shahihul Jamie : 3936)

Rasulullah bersabda,”Setan akan datang mengikat ujung kepala kalian ketika sedang tidur dengan tiga ikatan. Pada setiap ikatan setakan akan dibisikkan,”Kamu masih memiliki malam yang panjang, maka tidurlah.” Jika engkau bangun dan mengingat Allah, maka akan terlepaslah ikatan pertamamu. Apabila engkau kemudia berwudhu maka akan terlepaslah ikatan kedua. Dan jika engkau melakukan shalat, maka akan terlepaslah ikatanmu yang ketiga. Jika engkau tidak melakukan ketiga hal itu, niscaya hatimu akan menjadi sesat dan malas.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mengenai wudhu, bolehkan kita berbicara saat sedang mengambil wudhu? Berbicara saat berwudhu tidak dilarang, bahkan tidak ada satu ulama pun yang mengharamkannya, hanya saja hukumnya makruh dan lebih diutamakan untuk diam. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.

Rasulullah bersabda, “Apabila seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu, kemudian dia membasuh wajahnya maka akan keluar dari wajahnya bersama air itu -atau bersama tetesan air yang terakhir- segala kesalahan yang dia lakukan dengan pandangan kedua matanya. Apabila dia membasuh kedua tangannya maka akan keluar dari kedua tangannya bersama air itu -atau bersama tetesan air yang terakhir- segala kesalahan yang dia lakukan dengan kedua tangannya.

Apabila dia membasuh kedua kakinya maka akan keluar bersama air -atau bersama tetesan air yang terakhir- segala kesalahan yang dia lakukan dengan kedua kakinya, sampai akhirnya dia akan keluar dalam keadaan bersih dari dosa-dosa.” (HR. Muslim)

Baca juga:

Imam al-Buhuti Al-Hambali dalam Kasyaful Qana’ mengatakan:

ولا يسن الكلام على الوضوء، بل يكره؛ قاله جماعة، قال في الفروع: والمراد بغير ذكر الله، كما صرح به جماعة، والمراد بالكراهية ترك الأولى…مع أن ابن الجوزي وغيره لم يذكروه فيما يكره

“Tidak dianjurkan untuk berbicara ketika berwudhu, bahkan dimakruhkan. Ini adalah pendapat sekelompok ulama. Maksud makruhnya berbicara di sini adalah berbicara yang isinya bukan dzikir kepada Allah, sebagaimana keterangan sekelompok ulama. Dan makna makruh dalam masalah ini adalah: kurang afdhal… Sementara itu, Ibnul Jauzi dan beberapa ulama lainnya, menganggap berbicara ketika wudhu sebagai perbuatan yang tidak dimakruhkan. (Lihat Kasyaful Qana’, 1:103)

Imama Nawawi rahimahullah berkata, “Sunnah-sunnah wudhu dan perkara yang dianjurkan ketika wudhu” Kemudian beliau menyebutkan salah satunya, “Tidak berbicara tanpa keperluan”. Al Qadhi Al’iyadh telah menukilkan dalam kitab Syarh Shahih Muslim bahwasanya para ulama memakruhkan bicara ditengah-tengan wudhu dan mandi besar.

Apa yang beliau nukil ini dibawa kepada makna ‘meninggalkan yang utama’. Selama tidak ada dalil valid yang menyatakan larangan maka tidak dinamai makruh kecuali dengan makna meninggalkan sesuatu yang utama. (Al Majmu’, 1/490-491)

Baca juga:

Dari dalil di atas, berwudhu sambil berbicara tidaklah baik dilakukan. Alangkah baiknya jika berwudhu itu dengan diam dan mengucapkan doa sebelum maupun sesudahnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ

“Tidak ada (tidak sah) wudhu bagi yang tidak menyebut nama Allah ketika berwudhu.” (HR. Ibnu Majah no. 399; At-Tirmidzi no. 26; Abu Dawud no. 101. Dinilai shahih oleh Al-Albani di Shahihul Jami’ hadits no. 7444.)

Dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُسْبِغُ الْوَضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ إِلَّا فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ

“Tidaklah salah seorang di antara kalian berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian mengucapkan, ‘Asyhadu an laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lahu, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu’ [Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.

Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.] kecuali Allah akan bukakan untuknya delapan pintu langit yang bisa dia masuki dari pintu mana saja.” [HR. Muslim no. 234; Abu Dawud no. 169; At-Tirmidzi no. 55; An-Nasa’i 1/95 dan Ibnu Majah no. 470.]

Di dalam riwayat At-Tirmidzi ada tambahan doa,

اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ، وَاجْعَلْنِي مِنَ المُتَطَهِّرِينَ

“Allahummaj ‘alni minat tawwabiina waj’alnii minal mutathohhiriin [Ya Allah jadikanlah aku termasuk hamba-hambaMu yang rajin bertaubat dan menyucikan diri].” [ Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ hadits no. 6046]

Baca juga:

Sedangkan anjuran untuk berdzikir ketika wudhu, tidak ada dalil kuat yang menjelaskan mengenai hal ini.

Ibnul Qayyim rahimahullahu Ta’ala mengatakan,

ولم يحفظ عنه أنه كان يقول على وضوئه شيئا غير التسمية، وكل حديث في أذكار الوضوء الذي يقال عليه فكذب مختلق لم يقل رسول الله صلى الله عليه وسلم شيئا منه، ولا علمه لأمته، ولا ثبت عنه غير التسمية في أوله، وقوله: ( «أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، اللهم اجعلني من التوابين، واجعلني من المتطهرين» ) في آخره. وفي حديث آخر في ” سنن النسائي “

مما يقال بعد الوضوء أيضا: ( «سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك» ) ولم يكن يقول في أوله: نويت رفع الحدث ولا استباحة الصلاة، لا هو ولا أحد من أصحابه البتة، ولم يرو عنه في ذلك حرف واحد، لا بإسناد صحيح ولا ضعيف

“Tidak terdapat penjelasan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mengucapkan sesuatu pun ketika berwudhu kecuali bismillah. Dan semua hadits tentang dzikir-dzikir yang diklaim diucapkan ketika berwudhu, maka itu semua adalah dusta dan mengada-ada. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengucapkan satu pun dari (dzikir atau doa) tersebut. Beliau tidak pula mengajarkan kepada umatnya. Tidak terdapat penjelasan dari Nabi kecuali membaca bismillah (tasmiyah) di awal berwudhu dan juga doa … (kemudian beliau mengutip doa riwayat At-Tirmidzi yang telah kami kutip sebelumnya) … di akhir (selesai) wudhu.

Dan di hadits lain yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i yang merupakan doa yang juga diucapkan selesai berwudhu … (yang telah kami kutip di bagian pertama tulisan ini). Demikian pula, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengucapkan, ’Nawaitu rof’ul hadatsi … “ [Aku berniat menghilangkan hadats .. ].

Niat semacam ini tidak pernah diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, (tidak pula diucapkan oleh) satu pun sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak diriwayatkan dari mereka meskipun hanya satu huruf saja, baik dengan sanad yang shahih maupun dengan sanad yang dha’if.” (Zaadul Ma’ad, 1/187-189 (Maktabah Syamilah))

fbWhatsappTwitterLinkedIn