Kisah Miqdad bin Amr, Sahabat Nabi yang Menghindari Jabatan

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Banyak orang yang mengetahui empat sahabat Nabi yang telah menjadi khalifah, namun masih sedikit orang yang mengetahui sahabat Nabi lainnya yang juga memiliki peran besar dalam penyebaran agama Islam. Salah satunya adalah Miqdad bin Amr. Berikut kisah Miqdad bin Amr.

Sang Pemikir

Miqdad bin Amr adalah salah satu orang yang pertama kali masuk Islam. Ia adalah sosok yang memiliki kecerdasan luar biasa. Pada masa Jahiliyah, namanya adalah Miqdad bin Aswad karena ia diangkat sebagai anak oleh Aswad Abdu Yaghuts. Namun setelah turun aturan Islam yang mengharamkan nama seseorang ditempelkan dengan nama orang lain selain nama ayah kandung, maka Miqdad kembali merubah namanya menjadi Miqdad bin Amr, anak dari Amr bin Sa’ad.

Perjuangan Miqdad bin Amr dalam membela Islam tidak dapat diragukan lagi. Kegigihannya dalam membela Islam bahkan membuat banyak sahabat lain terkagum-kagum. Abdullah bin Mas’ud, seorang sahabat Rasulullah pernah berkata,

Saya telah menyaksikan perjuangan Miqdad, sehingga saya lebih suka menjadi sahabatnya daripada segala isi bumi ini.”

Baca juga :

Kecerdasan Miqdad sangat terlihat dari setiap perkataannya. Setiap omongannya menunjukkan bahwa ia adalah seorang pemikir yang keras. Salah satu kejadian yang menunjukkan betapa ia sangat filsuf adalah ketika ia melakukan orasi di hadapan kaum Muslim saat akan melakukan perang Badar.

Miqdad berkata,

“Wahai Rasulullah, teruslah laksanakan apa yang dititahkan Allah, dan kami akan bersama anda. Demi Allah, kami tidak akan berkata seperti apa yang dikatakan Bani Israil kepada Nabi Musa, ‘Pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah’, sedang kami akan mengatakan kepada anda, ‘Pergilah Engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan kami ikut berjuang di sampingmu’. Demi yang telah mengutus engkau membawa kebenaran! Seandainya engkau membawa kami melalui lautan lumpur, kami akan berjuang bersamamu dengan tabah hingga mencapai tujuan.”

Baca juga :

Kemahirannya dalam filsafat juga telah diceritakan oleh salah seorang sahabat,

Pada suatu hari kami pergi duduk-duduk dekat Miqdad. Tiba-tiba lewat seorang laki-laki, dan berkata kepada Miqdad,

“Sungguh berbahagialah kedua mata ini yang telah melihat Rasulullah! Demi Allah, andainya aku bisa melihat apa yang engkau lihat, dan menyaksikan apa yang engkau saksikan.”

Miqdad berkata, “Apa yang mendorong kalian untuk menyaksikan peristiwa yang disembunyikan Allah dari penglihatan kalian, padahal kalian tidak tahu apa akibatnya bila sempat menyaksikannya? Demi Allah, bukankah pada masa Rasulullah banyak orang yang ditelungkupkan Allah mukanya di neraka Jahanam?

Kenapa kalian tidak mengucapkan puji kepada Allah yang menghindarkan kalian dari malapetaka seperti yang menimpa mereka itu, dan menjadikan kalian sebagai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Nabi kalian?”

Baca juga :

Menolak Jabatan

Salah satu hal yang paling tidak bisa dilupakan dari seorang Miqdad adalah ketika ia menolak sebuah jabatan. Kisahnya yang menolak jabatan dari Rasulullah itu sangat terkenal dan menyadarkan banyak orang tentang sebuah tanggung jawab.

Pernah suatu hari Miqdad bin Amr diangkat oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam sebagai pemenang kendali (amir) di suatu daerah. Tatkala ia kembali dari tugasnya, Nabi bertanya,

“Bagaimanakah pendapatmu setelah menjadi amir?”

Ia pun menjawab dengan jujur, 

“Engkau telah menjadikan diriku menganggap diri sendiri di atas semua manusia, sedangkan mereka semua di bawahku. Demi Dzat yang telah mengutusmu membawa kebenaran, sejak saat ini saya tidak berkeinginan menjadi pemimpin sekalipun untuk dua orang untik selama-lamanya.”

Baca juga:

Sejak ia menjabat menjadi seorang amir, ia selalu dipenuhi dengan kemegahan, kemewahan, serta pujian dari banyak orang. Fitnah dunia yang selama ini ia dapatkan selama menjabat membuatnya semakin resah. Ia pun menjadi tidak tenang. Ia selalu teringat akan kalimat Rasulullah,

“Orang yang berbahagia ialah orang yang dijauhkan dari fitnah.”

Maka dari itu, untuk menghindari fitnah, ia pun melepaskan jabatan tersebut dan bersumpah tidak akan pernah menerima jabatan apapun lagi. Kecintaannya pada Islam membuatnya kuat meninggalkan segala hal yang membuatnya jauh dari iman. Ia berkata,

“Biarlah aku mati, asal Islam tetap jaya.”

Kecintaannya pada Islam membuat ia mendapatkan pujian dari Rasul,

“Sungguh, Allah telah menyuruhku untuk mencintaimu, dan menyampaikan pesan-Nya kepadaku bahwa Dia mencintaimu.”

Kisah Miqdad bin Amr ini sungguh membuat kita malu karena tipisnya keimanan kita pada godaan jabatan saat ini. Semoga kita bisa meneladani Rasul dan para sahabatnya dalam membela Islam.

fbWhatsappTwitterLinkedIn