Sahabat –Al Faruq- Umar bin Khaththab radhiyallahu ’anhu berkata,”Saya mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,’Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya’.” (HR. Bukhari & Muslim). Inilah hadits yang menunjukkan bahwa amal seseorang akan dibalas atau diterima tergantung dari niatnya.
Dalam sholat wajib atau shalat fardhu maupun sunnah sendiri membaca niat merupakan salah satu rukun sahnya shalat sebagaimana dalam dasar hukum islam dan sumber syariat islam . Namun yang dimaksud niat disini adalah niat yang diucapkan dalam hati, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua amal tergantung pada niatnya.”(HR. Bukhari).
جب أن يبتدىء النية بالقلب مع ابتداء التكبير باللسان
“Diwajibkan memulai niat dengan hati bersama dengan takbir dengan lisan” Al-Qadhi Abu al-Hasan al-Mahamiliy, didalam kitab Al-Lubab fi al-Fiqh asy-Syafi’i.
Lalu kemudian muncul hal yang dipertanyakan, bagimana Hukum Membaca Niat Saat Shalat dalam islam. Apakah boleh dilafalkan atau tidak, berikut akan dijelaskan dalam artikel berikut ini.
Hukum Membaca Niat Saat Shalat
Mengeraskan bacaan niat tidaklah wajib dan tidak pula sunnah dengan kesepakatan seluruh ulama sebagaimana hukum melafadzkan niat saat sholat . Bahkan hal tersebut adalah bid’ah yang bertentangan dengan syari’at. Jika seseorang berkeyakinan bahwa perbuatan ini adalah bagian dari ajaran syariat, maka ia orang yang jahil, menyimpang, dan berhak mendapatkan hukuman ta’zir jika ia tetap bersikeras dengan keyakinannya, dan tentu saja setelah diberikan pengertian dan penjelasan sebagaimana juga hukum menelan ludah saat sholat . Lebih parah lagi jika perbuatannya itu mengganggu orang yang ada di sebelahnya, atau ia mengulang-ulang bacaan niatnya. Hal ini difatwakan oleh lebih dari seorang ulama. Di antaranya Al Qodhi Abu Ar Rabi Sulaiman Ibnu As Syafi’i, ia berkata:
“Mengeraskan niat dan bacaan di belakang imam bukanlah bagian dari sunah. Bahkan ini adalah sesuatu yang dibenci. Jika ini mengganggu jamaah shalat yang lain maka hukumnya haram.” (Al Qaulul Mubin 91)
Di antaranya juga, Abu Abdillah Muhammad bin Al Qasim At Tunisi Al Maliki, ia berkata:
النيّة من أعمال القلوب، فالجهر بها بدعة، مع ما في ذلك من التشويش على الناس
“Niat itu termasuk amalan hati. Mengeraskannya bid’ah. Lebih lagi jika perbuatan itu membuat berisik orang lain”
Di antaranya juga, Asy Syaikh ‘Alauddin bin ‘Athar, ia berkata:
ورفع الصّوت بالنيّة مع التشويش على المصلّين حرام إجماعاً، ومع عدمه بدعة قبيحة، فإن قصد به الرّياء كان حراماً من وجهين، كبيرة من الكبائر، والمنْكِرُ على مَنْ قال بأن ذلك من السنّة مصيب، ومصوّبة مخطئ، ونسبته إلي دين الله اعتقاداً كفر، وغير اعتقاد معصية.
ويجب على كل مؤمن تمكَّن مِن زجره، ومنعه وردعه، ولم ينقل هذا النقل عن رسول الله – صلى الله عليه وسلم -، ولاعن أحدٍ من أصحابه، ولا عن أحد ممن يقتدى به من علماء الإسلام
“Meninggikan suara untuk membaca niat sehingga membuat berisik di antara jama’ah hukumnya haram secara ijma’ (consensus para ulama). Jika tidak membuat berisik, ia adalah perbuatan bid’ah yang jelek. Jika ia melakukan hal tersebut dalam rangka riya, maka haramnya ganda. Ia juga merupakan dosa besar. Yang mengingkari bahwa perbuatan ini adalah sunnah, ia berbuat benar. Yang membenarkan bahwa perbuatan ini adalah sunnah, ia salah. Menisbatkan perbuatan ini pada agama Allah adalah keyakinan yang kufur. Jika tidak sampai meyakini hal tersebut, maka termasuk maksiat. Setiap muslim wajib dengan serius mewaspadai perbuatan ini, melarangnya dan membantahnya. Tidak ada satupun riwayat dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tentang hal ini, tidak pula dari satupun sahabatnya, tidak pula dari para ulama Islam yang meneladani mereka”. (Semua nukilan di atas dapat ditemukan di Majmu’ah Ar Rasail Al Kubra, 1/254-257)
Demikian juga, melafalkan niat secara sirr (samar) tidak wajib menurut para imam madzhab yang empat juga para imam yang lain . Tidak ada seorang pun yang berpendapat hal itu wajib. Baik dalam shalat, thaharah ataupun puasa. Abu Daud pernah bertanya kepada Imam Ahmad:
بقول المصلّي قبل التكبير شيئاً؟ قال: لا
“Apakah orang yang shalat mengucapkan sesuatu sebelum takbir? Imam Ahmad menjawab: tidak ada” (Masa-il Al Imam Ahmad, 31)
Melafalkan niat itu menimbulkan banyak efek negatif. Anda lihat sendiri orang yang melafalkan niat dengan jelas dan rinci, lalu baru mencoba bertakbir. Ia menyangka pelafalan niatnya itu adalah usaha untuk menghadirkan niat. Ibnu Jauzi berkata:
ومن ذلك تلبيسه عليهم فِي نية الصلاة ، فمنهم من يَقُول : أصلى صلاة كذا ، ثم يعيد هَذَا ظنا مِنْهُ أنه قد نقض النية والنية لا تنقض ، وأن لم يرض اللفظ ومنهم من يكبر ، ثم ينقض ثم يكبر ثم ينقض ، فَإِذَا ركع الإمام كبر الموسوس وركع معه فليت شعري مَا الذي أحضر النية حينئذ ، وما ذاك إلا لأن إبليس أراد أن يفوته الفضيلة ، وفي الموسوسين من يحلف بالله لا كبرت غير هذه المرة ، وفيهم من يحلف بالله بالخروج من ماله أَوْ بالطلاق ، وهذه كلها تلبيسات إبليس ، والشريعة سمحة سهلة سليمة من هذه الآفات ، وما جرى لرسول اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، ولا لأصحابة شيء من هَذَا
“Di antara bisikan Iblis yaitu dalam niat shalat. Di antara mereka ada yang berkata ushalli shalata kadza (saya berniat shalat ini dan itu), lalu diulang-ulang lagi karena ia menyangka niatnya batal. Padahal niat itu tidak batal walaupun tidak diucapkan. Ada juga yang bertakbir, lalu tidak jadi, lalu takbir lagi, lalu tidak jadi lagi. Tapi ketika imam keburu ruku’, ia serta-merta bertakbir walaupun agak was-was demi mendapatkan ruku bersama imam. Mengapa begini?? Lalu niat apa yang ia hadirkan ketika itu?? Tidaklah ini terjadi kecuali karena iblis ingin membuat dia melewatkan berbagai keutamaan. Diantara mereka juga ada yang besumpah atas nama Allah untuk bertakbir lebih dari sekali. Ada juga yang bersumpah dengan nama Allah untuk mengeluarkan harta mereka atau dengan talak. Semua ini adalah bisikan iblis. Syariat Islam yang mudah dan lapang ini selamat dari semua penyakit ini. Tidak pernah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam tidak juga para sahabatnya melakukan hal demikian” (Talbis Iblis, 138).
Jamaluddin Abu Rabi’ Sulaiman bin Umar yang bermadzhab Syafi’i mengatakan,
“Mengucapkan niat dengan suara keras dan juga membaca al-fatihah atau surat dengan suara keras dibelakang Imam bukanlah termasuk sunnah Nabi bahkan hukumnya makruh. Jika dengan perbuatan tersebut jamaah shalat yang lain terganggu maka hukumnya berubah menjadi haram. Barang siapa yang menyatakan bahwa mengucapkan niat dengan bersuara keras adalah dianjurkan maka orang tersebut sudah keliru karena siapapun dilarang untuk berkata-kata tentang agama Allah ini tanpa ilmu.” (al-A’lam, 3/194).
itulah tadi hukum membaca niat saat shalat menurut islam. Tentunya membaca niat dalam hati lebih dianjurkan dan wajib hukumnya, sebaliknya membaca niat dengan bersuara bukanlah menjadi ajaran yang diajarkan oleh Rasulullah. seperti dalam tujuan penciptaan manusia , proses penciptaan manusia , hakikat penciptaan manusia , konsep manusia dalam islam, dan hakikat manusia menurut islam . Semoga artikel ini dapat bermanfaat.