Tidak bisa dipungkiri, sejak dunia memasuki era globalisasi, kehidupan kaum muslimin menjadi semakin carut marut. Khususnya di bidang perekonomian. Masyarakat tak lagi memperdulikan antara halal dan haram. Berlakunya sistem ekonomi berbasis kapitalisme saat ini hanya berorientasi pada kepentingan pribadi, dimana kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi dilakukan semata-mata untuk meraup profit sebesar-besarnya tanpa mengindahkan syariat agama, sebut saja praktik bunga dalam bank.
Bunga bank memang sudah lama menjadi kontroversi yang selalu diperdebatkan di tengah-tengah masyarakat. Sebagian orang memandang kredit dengan sistem bunga merupakan cara untuk membantu perekonomian rakyat. Namun di sisi lain praktik ini justru merugikan kalangan miskin yang terpaksa melakukan pinjaman di bank.
Pada tahun 2003, Majelis Ulama Indonesia (MUI) resmi mengeluarkan fatwa keharaman bunga bank, dengan dalih bahwa bunga yang dikenakan dalam transaksi utang-piutang memasuki kriteria riba yang diharamkan Allah SWT. Meski demikian, masih banyak ulama yang menghalalkannya dengan alasan bunga bank konvensional tidak mengandung unsur eksploitasi, sebab orang-orang yang meminjam uang dianggap dari golongan perekonomian keatas dan mampu mengembalikan pinjaman tersebut (beserta bunganya).
Nah, sebagai umat islam sudah kewajiban kita untuk mencari rezeki yang halalan thoyiban. Lalu sebenarnya bagaimana hukum bunga bank dalam islam? Berikut ini pengkajiannya secara mendalam.
Definisi Bunga Bank
Bunga merupakan terjemahan dari kata “interest” yang berarti tanggungan pinjaman uang atau persentase dari uang yang dipinjamkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bunga adalah imbalan jasa penggunaan uang atau modal yang dibayar pada waktu tertentu berdasarkan ketentuan atau kesepakatan, umumnya dinyatakan sebagai persentase dari modal pokok.
Bunga bank juga dapat didefinisikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank dengan prinsip konvensional kepada nasabah yang melakukan transaksi simpan atau pinjam kepada bank. Ada berbagai macam jenis bunga bank, misalnya bunga deposito, bunga tabungan, giro, dan lain-lain.
Berdasarkan metodenya, bunga bank dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
- Bunga Simpanan
Bunga simpanan merupakan bunga yang diberikan oleh bank kepada nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Pemberian bunga ini didasarkan pada porsentase dari simpanan pokok, dimana sumber bunganya berasal dari keuntungan utang-piutang yang dilakukan pihak bank.
- Bunga Pinjaman
Bunga pinjaman adalah bunga yang diberikan kepada nasabah yang melakukan peminjaman uang di bank, dimana nantinya nasabah harus membayar melebihi jumlah pinjaman pokok dengan batasan waktu tertentu.
Definisi dan Hukum Riba
Menurut etimologi, riba berarti tambahan (ziyadah), bisa juga diartikan berkembang (nama’). Sedangkan secara istilah, riba didefinisikan sebagai pengembalian tambahan dari modal pokok secara bathil dan bertentangan dengan prinsip muamalah dalam islam. (Baca juga: Macam-Macam Riba dalam Ekonomi Islam dan Bahaya Riba di Dunia dan Akhirat )
Qadi Abu Bakar Ibnu Al-arabi dalam bukunya “Ahkamul Quran” berpendapat bahwa riba adalah setiap kelebihan nilai barang yang diberikan dengan nilai barang yang diterima. Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal menjelaskan jika riba ialah penambahan dana (dalam bentuk bunga pinjaman) yang dibayarkan oleh seseorang yang memiliki utang dengan penambahan waktu tertentu, karena ia tidak mampu melunasi hutang-hutangnya.
Dalam ajaran islam, seorang muslim diharamkan memakan harta riba’. Atau dengan kata lain, hukum riba adalah haram! Imam al-Syiraaziy di dalam Kitab al-Muhadzdzab menyatakan bahwa riba merupakan perkara yang diharamkan. Pendapat ini didasari firman Allah Swt dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..” (Q.S Al-Baqarah: 275)
Selain itu, ditegaskan dalam surah An-Nisa ayat 161:
وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
“Dan disebabkan karena mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (Q.S. An-Nisa: 161)
Keharaman riba dijelaskan pula dalam kitab Al Musaqqah, Rasulullah bersabda :
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
“Jabir berkata bahwa Rasulullah mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama.”(H.R Muslim)
Hukum Bunga Bank Dalam Pandangan Islam
Dalam Al-Quran, hukum melakukan riba sudah jelas dilarang Allah SWT. Begitupun dengan bunga bank, dalam praktiknya sistem pemberian bunga di perbankan konvensional cenderung menyerupai riba, yaitu melipatgandakan pembayaran. Padahal dalam islam hukum hutang-piutang haruslah sama antara uang dipinjamkan dengan dibayarkan. (Baca juga: Pinjaman Dalam Islam- Hukum dan Ketentuannya dan Hutang Dalam Pandangan Islam)
Pandangan ini sesuai dengan penjelasan Syaikh Sholih bin Ghonim As Sadlan. Beliau menjelaskan dalam kitab fiqihnya yang berjudul “Taysir Al Fiqh”, seorang Mufti Saudi Arabia bernama Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah mengemukakan bahwa pinjaman yang diberikan oleh bank dengan tambahan (bunga) tertentu sama-sama disebut riba.
“Secara hakekat, walaupun (pihak bank) menamakan hal itu qord (utang piutang), namun senyatanya bukan qord. Karena utang piutang dimaksudkan untuk tolong menolong dan berbuat baik. Transaksinya murni non komersial. Bentuknya adalah meminjamkan uang dan akan diganti beberapa waktu kemudian. Bunga bank itu sendiri adalah keuntungan dari transaksi pinjam meminjam. Oleh karena itu yang namanya bunga bank yang diambil dari pinjam-meminjam atau simpanan, itu adalah riba karena didapat dari penambahan (dalam utang piutang). Maka keuntungan dalam pinjaman dan simpanan boleh sama-sama disebut riba.” (Al Fiqh” hal. 398, terbitan Dar Blancia, cetakan pertama, 1424 H).
Dalil yang Menjelaskan Kesamaan Bunga Bank dengan Riba
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (Q.S Ar-Rum : 39)
Jika kita renungi secara mendalam, sebenarnya ayat diatas telah menjelaskan definisi riba secara gamblang, dimana riba dinilai sebagai harga yang ditambahkan kepada harta atau uang yang dipinjamkan kepada orang lain. Apabila mengacu pada ayat ini, jelas bahwa bunga bank menurut islam merupakan riba. Sebagaimana Tafsir Jalalayn yang berbunyi:
“(Dan sesuatu riba atau tambahan yang kalian berikan) umpamanya sesuatu yang diberikan atau dihadiahkan kepada orang lain supaya orang lain memberi kepadanya balasan yang lebih banyak dari apa yang telah ia berikan; pengertian “sesuatu” dalam ayat ini dinamakan tambahan yang dimaksud dalam masalah muamalah” (Tafsir Jalalayn, Surat Ar-Rum:39)
Surat Ar-Rum ayat 39 juga menjelaskan bahwa Allah SWT membenci orang-orang yang melakukan riba (memberikan harta dengan maksud agar diberikan ganti yang lebih banyak). Mereka tidak akan memperoleh pahala di sisi Allah SWT, sebab perbuatannya itu dilakukan demi memperoleh keuntungan duniawi tanpa ada keikhlasan.
“Harta yang kalian berikan kepada orang-orang yang memakan riba dengan tujuan untuk menambah harta mereka, tidak suci di sisi Allah dan tidak akan diberkahi” (Tafsir Quraiys Shibab, Surat Ar-Rum: 39)
Hukum Bunga Bank Menurut Beberapa Ulama
Meskipun praktek bunga bank sudah jelas mernyerupai riba, namun keberadaanya di Indonesia sendiri masih menjadi dilematis dan sulit dihindari. Sehingga tidak heran banyak ulama yang bertentangan perihal hukum bunga bank menurut islam.
Sebut saja Ijtima’Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia, pada tahun 2003 mereka telah menfatwakan bahwa pemberian bunga hukumnya haram, baik di lakukan oleh Bank, Asuransi,Pengadilan, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun individu. Selain itu, pertemuan 150 Ulama terkemuka pada tahun 1965 di konferensi Penelitian Islam, Kairo, Mesir juga menyepakati bahwa keuntungan yang diperoleh dari berbagai macam jenis pinjaman (termasuk bunga bank) merupakan praktek riba dan diharamkan.
Ulama lain seperti Yusuf Qardhawi, Abu zahrah, Abu ‘ala al-Maududi Abdullah al-‘Arabi dan Yusuf Qardhawi sepakat jika bunga bank termasuk riba nasiah yang diharamkan oleh Islam. Maka dari itu, umat Islam tidak dibolehkan bermuamalah dengan bank yang menganut sistem bunga kecuali dalam kondisi darurat. Keharaman praktik bunga bank juga diungkapkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-27 di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Di sisi lain, musyawarah para ulama NU pada tahun 1992 di Lampung memandang hukum bunga bank tidak sepenuhnya haram atau masih khilafiyah. Sebagian memperbolehkan dengan alasan darurat dan sebagian mengharamkan. Sedangkan pemimpin Pesantren “Persis” Bangil, A. Hasan berpendapat bahwa bunga bank yang berlaku di Indonesia halal, sebab bunga bank tidak menganut sistem berlipat ganda sebagaimana sifat riba yang dijelaskan dalam surat Ali Imran ayat 130.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (Q.S Ali Imran: 130)
Kesimpulannya, mayoritas ulama menetapkan bahwa bunga bank hukumnya sama dengan riba yang berarti dilarang Allah SWT. Keputusan ini berlandaskan pada Al Quran, Al Hadist, serta hasil penafsiran dari fuqaha’ (ulama yang ahli dalam bidang fiqh).
Wallahu a’lam bishawab.