Hukum Memuji Diri Sendiri

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Dalam kehidupan sehari hari, terkadang kita mungkin merasa bahagia karena rezeki lebih yang diberikan oleh Allah, baik itu rezeki berupa kesehatan fisik, uang, keluarga yang membahagiakan, teman teman yang baik, jabatan, dsb dimana hal itu terkadang membuat seseorang menjadi senang akan dirinya sendiri dan menganggap bahwa semua kebaikan dan kelebihan tersebut terjadi karena usahanya sendiri,

misalnya ia punya banyak teman karena ia baik, ia punya banyak uang karena ia memang merasa pintar dan rajib berusaha, dsb. Nah sobat, tindakan memuji diir sendiri seperti demikian telah diatur dalam syariat islam agar umat muslim terhindar dari ujub dalam islam atau sombong, yuk simak selengkapnya, Hukum Memuji Diri Sendiri.

1. Tidak Boleh Dilakukan Berlebihan

Al-‘Izz ibnu ‘Abdis Salam berkata, “Engkau memuji dirimu sendiri lebih parah daripada engkau memuji orang lain. Karena kesalahan seseorang di matanya sendiri lebih ia tahu banyaknya dibanding mengetahui kesalahan orang lain. Kecintaanmu pada sesuatu itu membutakan dan menulikan.

Dan memang betul, tidak ada yang disukai kecuali diri sendiri. Oleh karena itu, kita lebih suka melihat ‘aib (kekurangan) orang lain daripada memperhatikan kekurangan diri sendiri. Juga kita lebih mudah memberi toleransi jika diri kita kurang, namun tidak bagi yang lain.”

2. Tidak Boleh Merasa Paling Suci

Allah Ta’ala berfirman, “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm: 32)  “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih? Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisa’: 49)

3. Jika Memuji Diri untuk Niat Baik dan Sesuai Kenyataan

  • Pertama:

Ingin melamar seorang wanita dan ia mengemukakan keistimewaan dirinya dengan cara wajar sebagai cara agar tidak terkena penyakit hati.

  • Kedua:

Ingin memperkenalkan keutamaan mengajarkan ilmu dan kemampuan dirinya dalam mengatur pemerintahan dan mengurus agama seperti yang terjadi pada Nabi Yusuf ‘alaihis salam. Yusuf berkata,  “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.” (QS. Yusuf: 55)

  • Ketiga:

Boleh memuji diri sendiri agar bisa dicontoh. Tentu ini bagi orang yang benar-benar niatannya untuk dicontoh orang lain dan aman dari penyakit riya’ dan sum’ah. Seperti Nabi kita sendiri pernah berkata, “Aku adalah pemimpin (sayyid) anak Adam pada hari kiamat. Aku katakan ini bukan untuk menyombongkan diri. Di tanganku ada bendera Al-Hamdi.

Aku katakan ini bukan untuk menyombongkan diri. Tidak ada seorang nabi pun, tidak pula Adam, juga yang lainnya saat itu melainkan berada di bawah benderaku. Aku orang pertama yang keluar dari kubur. Aku katakan ini bukan untuk menyombongkan diri.” (HR. Tirmidzi, no. 3148; Ibnu Majah, no. 4308. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

4.Tetap Wajib Mengingat Allah Sebagai Pemberi Nikmat

“Mereka telah merasa memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, ‘Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar’.” (Al-Hujurat :17).

Memuji diri sendiri, jika yang dimaksud adalah Al-tahadduts (menyebut-nyebut) nikmat Allah ‘azza wa jalla atau agar orang lain menteladani dirinya, hal ini tidak apa-apa. Namun apabila yang dimaksud adalah men-tazkiyah (memberikan rekomendasi) diri dan berbangga dengan amalnya atas Rabb ‘azza wa jalla, hal ini tidak boleh karena itu merupakan sikap kesombongan dalam islam.

5. Tak bOleh Berlebihan dan Menjurus pada Sombong

Qarun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. (Al-Qashash: 78) “Barangsiapa yang suka agar orang-orang berdiri menyambutnya, maka bersiaplah dia untuk menempati tempatnya di Neraka.” (HR. At-Tirmidzi, beliau katakan: hadits ini hasan)

6. Tidak Boleh Berharap Diagung Agungkan Orang Lain

Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kamu berdiri menyambut seseorang seperti yang dilakukan orang Ajam (non Arab) sesama mereka.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu)

7. Tidak Boleh Memuji Diri Sendiri Sambil Menjelek Jelekkan Orang Lain

”Sesungguhnya seluruh orang yang sombong akan dikumpulkan pada hari Kiamat bagaikan semut yang diinjak-injak manusia.” Ada seseorang yang bertanya: “Wahai Rasulullah, bukankah seseorang itu ingin agar baju yang dikenakannya bagus, sandal yang dipakainya juga bagus?” Rasulullah menjawab: “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, dan menyukai keindahan, hakikat sombong itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu) awal hadits berbunyi: “Tidak akan masuk Surga orang yang terdapat sebesar biji zarrah kesombongan dalam hatinya).

8. Memuji Diri Sendiri yang Dilarang

  • Membatalkan pahala

“Tiga hal yang membinasakan : Kekikiran yang diperturutkan, hawa nafsu yang diumbar dan kekaguman seseorang pada dirinya sendiri.” (HR. Thobroni).

  • Menyebabkan Murka Alloh

Nabi bersabda, “Seseorang yang menyesali dosanya, maka ia menanti rahmat Alloh. Sedang seseorang yang merasa ‘ujub, maka ia menanti murka Alloh.” (HR. Baihaqi)

  • Terjerumus ke dalam sikap ghurur (terperdaya) dan takabur.

Nabi bersabda, ” Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat perasaan sombong meskipun hanya sebesar biji sawi. (HR. Nasa’i)

  • Gengsi menerima masukan, sehingga sulit menerima taushiyyah, semakin keras hati dan keras kepala
  • Menyebabkan mengumbar nafsu dan melupakan dosa-dosa

9. Larangan Menilai Diri Sendiri Terlalu Baik

Seseorang yang mempunyai perasaan ‘ujub akan selalu menilai dirinya baik dan tidak pernah menilai dirinya buruk dan serba kekurangan, sehingga ia selalu mengumbar keinginan hawa nafsunya dan tidak merasa kalau dirinya telah berbuat dosa. Nabi bersabda, “Andaikan kalian tidak pernah berbuat dosa sedikitpun, pasti aku khawatir kalau kalian berbuat dosa yang lebih besar, yaitu perasaan ujub.” (HR. Al Bazzar).

10. Tawadhu’ Jauh Lebih Baik

Syeikh Mustofa As Sibai berkata, “Separuh kepandaian yang disertai tawadhuk lebih disenangi oleh orang banyak dan lebih bermanfaat bagi mereka daripada kepandaian yang sempurna yang disertai kecongkakan.” Nabi bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang suka menyebut-nyebut kembali pemberiannya, seorang yang durhaka, dan pecandu minuman keras.” (HR. Nasa’i)

Umar a pernah berkata,”Siapapun yang mengakui dirinya berilmu, maka ia seorang yang bodoh dan siapapun yang mengaku dirinya akan masuk surga, maka ia akan masuk neraka.” Qotadah berkata, “Barangsiapa yang diberi kelebihan harta, atau kecantikan, atau ilmu, atau pakaian, kemudian ia tidak bersikap tawadhu’, maka semua itu akan berakibat buruk baginya pada hari kiamat.”

11. Akibat Buruk Memuji Diri Berlebihan

  • Jatuh dalam jerat-jerat kesombongan. Sebab ujub merupakan pintu menuju kesombongan. Dijauhkan dari pertolongan Allah

Allah Subahanahu Wata’ala berfirman: “Orang-orang yang berjihad (untuk mencari keri-dhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Al-Ankabut: 69)

  • Terpuruk dalam menghadapi berbagai krisis dan cobaan kehidupan.

Siapakah yang mampu lari dari hari kematian? Bukankah hari kematian hari yang telah ditetapkan? Bila sesuatu yang belum ditetapkan, tentu aku dapat lari darinya. Namun siapakah yang dapat menghindar dari takdir?

  • Dibenci dan dijauhi orang-orang

Apabila kamu dihormati dengan suatu penghor-matan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).” (An-Nisa’: 86)

  • Azab dan Pembalasan Cepat ataupun Lambat

Ketika seorang lelaki berjalan dengan mengenakan pakaian yang necis, rambut tersisir rapi sehingga ia takjub pada dirinya sendiri, seketika Allah membenamkannya hingga ia terpuruk ke dasar bumi sampai hari Kiamat.” (HR. Al-Bukhari)

Nah sobat, dari beragam dalil tersebut dapat diambil Kesimpulan :

  • Memuji diri boleh dilakukan dengan wajar dengan tujuan ketika menginginkan hal baik seperti melamar orang lain atau menginginkan keadilan dan pengabdian diri (misal memiliki jabatan dengan niat ibadah dan mengabdi), namun harus dilakukan dengan wajar sesuai kenyataan serta tidak melebih lebihkan.
  • Dilarang sombong dan merasa segala kebaikan yang dimilikinya terjadi karena usahanya sendiri di luar dari campur tangan Allah sehingga berujung pada kesombongan.
  • Dilarang memuji diri dengan tujuan agar dipuji puji dan diagung agungkan orang lain atau agar diperlakukan dengan istimewa dibanding orang lain.
  • Dilarang memuji diri sendiri sambil memandang buruk atau meremehkan orang lain dan menjelek jelekkan orang lain.
  • Di luar semuanya, tawadhu’ atau rendah hati jauh lebih baik dimana seseorang yang baik sesungguhnya akan diketahui dengan sendirinya oleh orang di sekitarnya tanpa dia harus menunjukkan dengan memuji muji diri sendiri.

Demikian yang dapat disampaikan penulis, semoga menjadi wawasan berkualitas dan bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya ya sobat. Terima kasih.

fbWhatsappTwitterLinkedIn