Hukum Puasa Ketika Sakit

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Dalam islam, amalan saat puasa Ramadhan adalah salah satu ibadah mulia yang dinilai oleh Allah seberapa besar pahalanya dimana puasa tidak hanya tentang puasa fisik saja atau menaham lapar dan haus namun juga puasa hati dan perbuatan, yakni tidak memikirkan dan hal kotor atau menghindarkan diri dari penyakit hati dan segala perbuatan buruk.

Tentunya seperti itulah hakikat puasa yang sebenarnya ya sobat. Dan puasa itu sendiri ada beragam mulai dari yang wajib seperti puasa Ramadhan dan juga puasa sunnah yang tak kalah besar pahalanya. Nah sobat, salah satu halangan ketika berpuasa ialah kondisi ketika seseorang sedang sakit, dimana ingin tetap berpuasa untuk menjalankan kewajiban atau mencari pahala.

Namun tak perlu khawatir ya sobat, ada banyak hal yang bisa dilakukan atau gantinya ketika harus memilih antara puasa atau tidak di waktu sakit yang mana hal tersebut sudah diatur dalam dasar hukum islam secara lengkap, berikut selengkapnya ya sobat, Hukum Puasa Ketika Sakit.

Dalil tentang Keringanan Puasa Ketika Sakit.

1. (QS. Al Baqarah: 185)

Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” . Jelas ya sobat, bahwa orang yang sakit tidak wajib untuk berpuasa dan ia bisa mengganti lama hari puasa yang ditinggalkannya tersebut di hari lain ketika ia telah sehat. Tentunya Allah memang maha baik ya sobat, tidak ada sumber syariat islam yang membuat umatnya menderita atau terbebani, justru Allah selalu memerintahkan untuk menjalani ibadah yang terbaik sesuai kemampuan.

2. QS. An Nisa’ , QS. Al Baqarah , QS. Al Hajj

Dan janganlah kamu membunuh dirimu.” (QS. An Nisa’: 29) “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqarah: 185) “Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al Hajj: 78).

Jika aku memerintahkan kalian untuk melakukan suatu perkara, maka lakukanlah semampu kalian.” Jelas juga ya sobat, bahwa Allah dan Rasulullah tidak pernah meminta umat islam untuk menyiksa diri sendiri, melainkan melakukan segala amal perbuatan sesuai kemampuannya,

jika memang sakit dan tidak memungkinkan untuk berpuasa, entah itu dari perkiraan kemampuannya sendiri atau dari hasil pemeriksaan dokter dan orang yang ahli dan mengerti kondisi kesehatannya, jika seseorang tersebut memaksakan diri justru akan menjadi dosa sebab membuat dirinya sendiri tersiksa dengan kata lainnya membunuh diri sendiri atau menyalahkan diri sendiri.

3. Hukum Makhruh

Adapun sakit ringan, seperti batuk, pusing dan yang serupa tidak boleh berbuka karenanya. Kalau menurut kedokteran, atau menurut kebiasaan dan pengalamannya atau menurut perkiraannya bahwa puasa akan membuatnya sakit, hinga menambah parah penyakitnya, atau

dapat menunda masa kesembuhannya, maka boleh bagi si sakit melakukan keutamaan berbuka puasa, bahkan makruh hukumnya ia berpuasa. Apabila penyakit yang dideritanya sudah kronis, maka si penderita tidak wajib berniat di malam hari untuk berpuasa sekalipun ada kemungkinan besok harinya ia akan sembuh, karena yang menjadi pegangan adalah kondisi sekarang.

4. Sakit yang Menyebabkan Seseorang Pingsan Ketika Berpuasa

Jika puasa dapat menyebabkan seseorang pingsang maka ia berbuka dan harus menggantinya. Dan kalau sedang berpuasa ia pingsan di siang hari, lalu sadar sebelum matahari terbenam, maka puasanya sah selagi di pagi harinya ia dalam keadaan puasa. Kalau pingsan terjadi sebelum fajar shubuh hingga matahari terbenam, maka menurut Jumhur Ulama, puasanya tidak sah.  Adapun mengqadha puasa bagi orang yang pingsan itu wajib hukumnya, menurut Jumhur Ulama sekalipun masa pingsannya itu lama (berhari-hari).

Sebagian ulama ada yang menfatwakan bahwa orang yang pingsan atau hilang akal sekejap, atau mengkonsumsi obat penenang untuk suatu maslahat hingga hilang rasa sadarnya, jika hal itu terjadi kurang dari tiga hari, maka ia wajib mengganti puasanya, karena dikiaskan kepada orang yang ketiduran, dan jika lebih dari tiga hari, maka ia tidak wajib menggantinya karena dikiaskan dengan orang yang gila.

5. Hal Utama adalah Keselamatan dan Kesehatan Diri

Barang siapa yang tak berdaya kelaparan atau kehausan (karena berpuasa) hingga dikhawatirkan akan membahayakan dirinya atau menghilangkan sebagian indra-nya, maka boleh berbuka tetapi wajib mengqadha’ (menggantinya), karena menjaga keselamatan jiwa itu wajib.

6. Bagi yang Sakit Karena Pekerjaan Berat

Dan tidak boleh berbuka kalau hanya sekedar rasa lapar dan haus yang dapat ditahan atau letih atau adanya dugaan akan rasa sakit. Dan begitu pula orang yang bekerja berat tidak boleh berbuka, mereka wajib berniat di malam hari untuk berpuasa; dan jika pekerjaan ditinggalkan akan menyebabkan kemudaratan bagi mereka dan ada rasa kekhawatiran terhadap diri mereka di siang hari atau akan terjadi kesulitan besar hingga mengharuskan mereka berbuka, maka mereka boleh berbuka sekedarnya,

lalu imsak (menahan diri) hingga matahari terbenam, dan nanti mereka harus menggantinya (qadha’). Dan jika tidak memung-kinkan cuti, maka hendaknya mencari pekerjaan lain yang memungkinkan baginya untuk dapat mengerjakan dua kewajiban duniawi dan ukhrawi; dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah SWT niscaya Allah SWT memberikannya jalan keluar dan memberinya rizki dari arah yang tiada diduga.

7. Tentang Mengganti Puasa atau Membayar Fidyah

Orang sakit yang masih diharapkan bisa sembuh, maka hendaknya ia menunggu kesembuhannya lalu mengganti puasanya, ia tidak boleh membayar fidyah (memberi makanan). Dan orang yang menderita sakit menahun yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya dan begitu pula seorang lansia yang sudah lemah cukup memberikan makanan setiap hari kepada seorang fakir miskin (selama bulan puasa) berupa makanan pokok sebanyak ½ sha’ (kurang lebih 1,5 kg beras).

Dan fidyah tersebut boleh dibayar satu kali pada akhir bulan Ramadhan diberikan kepada beberapa orang miskin, dan boleh pula diberikan kepada seorang miskin pada tiap hari. Fidyah itu wajib dilaksanakan berupa makanan karena ada nash Al-Qur’annya, dan tidak boleh diberikan kepada si miskin berupa uang. Dan boleh diwakilkan pembelian makanan dan penyerahannya kepada orang yang dapat dipercaya atau lembaga sosial terpercaya.

8. Orang Sakit yang Tidak Mampu Membayar Puasa

Orang sakit yang berbuka (tidak berpuasa) pada bulan Ramadhan dan menunggu kesembuhannya supaya dapat mengganti puasanya, lalu ternyata penyakitnya menahun, maka ia wajib memberi makan seorang fakir miskin setiap hari ia meninggalkan puasa. Dan orang yang menunggu kesembuhan dari penyakit yang masih bisa diharap sembuh lalu meninggal dunia, maka ia tidak mempunyai kewajiban apa-apa dan begitu pula terhadap wali atau ahli warisnya.

Nah sobat, dari beragam dalil dan pendapat ulama tersebut dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

  • Orang yang sakit boleh meninggalkan atau membatalkan puasa dan mengganti sesuai jumlah hari yang ditinggalkan di hari lain ketika ia telah mampu.
  • Orang yang sakit dan memaksakan diri untuk berpuasa maka berdosa sebab menyakiti diri sendiri dan membahayakan kesehatannya.
  • Orang yang sakit namun masih ingin melanjutkan puasa, maka harus ada penilaian dari pihak yang mengerti misalnya dokter dan memberi keputusan mampukah orang tersebut berpuasa.
  • Orang yang sakit dan masih ada kemungkinan untuk sembuh ke depannya sebaiknya tidak membayar fidyah namun berusaha membayarnya ketika ia telah sembuh sesuai kemampuannya.
  • Kesehatan dan keselamatan adalah satu hal yang harus diperhatikan ketika berpuasa sebab ibadah yang dijalankan tidak seharusnya untuk menyakiti diri sendiri.
  • Orang yang sakit karena kondisi tertentu misalnya karena hamil muda atau hamil yang jika ia berpuasa dapat membahayakan kesehatannya maka juga diperbolehkan tidak berpuasa dan menggantinya di hari lain atau membayar fidyah.
  • Orang yang sakit parah hingga menahun dan tidak mampu membayar puasa maka diwajibkan membayar fidyah.
  • Orang yang sering sakit karena melakukan pekerjaan yang terlalu berat semnetara jalan rezekinya memang demikian hendaknya ia tetap berusaha untuk berpuasa sambil memohon kepada Allah agar mendapat pekerjaan atau jalan rezeki yang lebih baik yang tidak memberatkan puasanya.
  • Hutang puasa karena sakit tidak bisa digantikan atau dibayarkan oleh orang lain sebab menjadi kewajiban pribadi, jadi harus orang yang bersangkutan sendiri yang membayarnya.

Demikian yang dapat disampaikan penulis, sekarang sobat sudah paham ya apa yang harus dilakukan ketika ingin berpuasa namun tubuh dalam kondisi sakit, tentunya penulis berharap sobat semua selalu diberi kesehatan oleh Allah agar bisa lancar berpuasa dan menjalankan amal ibadah lainnya ya sobat. Oke sobat, sampai jumpa di artikel berikutnya, Terima kasih.

fbWhatsappTwitterLinkedIn