Pernahkah Anda berhutang atau meminjamkan sesuatu kepada orang lain. Utang merupakan sesuatu yang dipinjamkan kepada orang lain, bisa dalam bentuk uang maupun lainnya.
Dalam islam, telah diatur tentang hutang piutang. Salah satu penyebab siksa kubur yaitu tidak melunasi hutangnya, walaupun hutangnya sedikit, namun tetap hutang harus tetap di lunasi.
Untuk itu, dalam Islam telah dijelaskan adab dalam berutang agar kita sebagai umat muslim terhindar dari pertengkaran, dan terhindar dari siksa kubur, maka dibutuhkan adab berhutang yang akan dibahas berikut ini.
Adab dalam Berutang yang Harus Dipahami
Berikut adab-adab yang harus dipahami sebelum melakukan pinjaman kepada orang lain sesuai dengan syariat islam berikut ini:
1. Wajib Ditulis dan Disaksikan
Pertama dalam proses utang dan piutang wajib di tulis dan dipersaksikan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaknya seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar . Dan janganlah penulis enggan menulisnya sebagaimana Allah telah mengajarkanya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu makin melakukan (apa yang ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya, dan janganlah yang mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (diantaramu).” (QS. Al-Baqarah ayat 282)
Dari ayat ini dijelaskan bahwa dalam transaksi utang dan piutang hendaknya ditulis dan dicatat, serta ada saksi yang menyaksikan proses utang dan piutang tersebut. Ketahui juga hadis tentang hutang dan piutang.
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga bukti transaksi utang dan piutang tersebut, guna keperluan peminjam untuk menagih atau untuk keperluan sewaktu-waktu di kemudian hari.
2. Tidak Boleh Mengambil Keuntungan
Kedua adalah pemberi utang tidak boleh mengambil keuntungan dari orang yang meminjam tersebut. Dalam islam telah dijelaskan bahwa setiap hutang yang membawa keuntungan hukumnya adalah riba.
Dengan kata lain, bahwa pinjaman yang berguna dalam mendatangkan manfaat apapun adalah haram hukumnya. Hal ini berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunah dan Ijma para Ulama. Bahwa segala pinjaman yang diberikan tujuannya adalah menolongnya bukan mencari keuntungan.
3. Mengembalikan Pinjaman dengan Baik
Ketiga adalah mengembalikan pinjaman dengan baik. Karena kebaikan haruslah dibalas dengan kebaikan. Sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:
”Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam pengembalian hutang (Hadits Riwayat Bukhari).
Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu Anhu, ia berkata:
“Aku mendatangi Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam di masjid sedangkan beliau mempunyai hutang kepadaku. lalu Beliau membayarnya dan menambahkannya.” (Hadits Riwayat Bukhari)
4. Wajib untuk Dilunasi
Berhutang dengan baik, maka ia haruslah melunasi hutangnya. Jika seseorang berhutang dengan tujuan yang buruk bahkan tidak melunasinya maka ia telah berbuat dzalim dan dosa. Misalnya seseorang yang berhutang untuk bersenang-senang dan tidak ada manfaatnya lalu ia tidak melunasinya.
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang berhutang dengan tujuan untuk mengembalikannya, maka Allah Ta’ala akan tunaikan untuknya. Dan barang siapa berhutang dengan niat untuk tidak melunasinya, maka Allah akan membinasakanya.” (HR.Bukhari)
Sebaliknya, ketika seseorang yang berhutang dengan niat dan tekad untuk segera melunasinya. Maka Allah akan memudahkan baginya untuk melunasi pinjamannya dan Allah akan membinasakan hidupnya dengan hutang tersebut. Hindari sengaja menghindari hutang agar tidak membayarnya.
5. Jika Sulit Melunasinya, Hendaknya Memberitahukan Kepada Peminjam
Jika terjadi keterlambatan dalam melunasi hutang karena kesulitan keuangan, hendaklah bagi peminjam untuk memberitahu kepada orang yang meminjamkannya. Karena hal ini termasuk bagian dari menunaikan hak bagi pemberi pinjaman.
Jika dirasa lambat dalam melunasi, janganlah diam apalagi lari dari pemberi pinjaman, karena akan menyebabkan hubungan yang buruk antar kedua belah pihak. Yang awalnya pemberi pinjaman memberi pinjaman dalam wujud menolong, berubah menjadi permusuhan dan perpecahan.
Jadi, sampaikan dengan komunikasi yang baik dengan pemberi pinjaman jika dirasa akan lamban dalam mengembalikan pinjaman, karena bagaimanapun pinjaman merupakan amanah yang harus dikembalikan.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Tangan dan bertanggung jawab atas semua yang diambilnya hingga dia menunaikannya.” (HR Abu Daud, Tirmidzi)
Orang yang berhutang hendaknya segera melunasi hutangnya jika ia telah memiliki kemampuan untuk mengembalikan pinjaman tersebut. Sebab orang yang mampu melunasi hutangnya, namun ia menunda—nunda dalam melunasi hutangnya termasuk perbuatan yang dzalim.
Dan semoga kita bukan termasuk orang-orang yang dzalim kepada saudara kita sendiri. Hindari juga berhutang kepada rentenir, sebab itu ketahui hukum berhutang kepada rentenir.
Demikianlah penjelasan mengenai adab dalam berutang. Semoga informasi ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua agar mengetahui adab-adab sebelum berutang dan pentingnya melunasi hutang agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang dzalim kepada orang lain.