Hukum Dagang dalam Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Salah satu kebutuhan dasar setiap orang ialah ialah makan dan minum atau segala sesuatu untuk kehidupan dan kelangsungan hidup, setiap orang wajib berusaha sendiri semampunya untuk mencukupi segala kebutuhannya yakni dengan bekerja di bidang apa saja yang halal dengan niat untuk mendaat rezeki yang berkah di jalan Allah agar tercapai seperti cara berdagang Rasulullah agar sukses dan berkah.

Salah satu jalan rezeki yang terbaik dan paling luas ialah berdagang, namun dalam islam, dagang ada begitu banyak dan diatur dalam huku islam, yakni bergama jenis dagang yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam islam, pada kesempatan kali ini, penulis mengulas lengkap mengenai hal tersebut, berikut selengkapnya mengenai Hukum Dagang dalam Islam.

1. Dagang Sesuai Syariat Islam Dianjurkan oleh Allah

Tentang  dagang di dalam Alquran dengan jelas disebutkan bahwa dagang atau perniagaan merupakan jalan yang diperintahkan oleh Allah untuk menghindarkan manusia dari  jalan yang bathil atau curang seperti hukum mengurangi timbangan dalam islam dalam pertukaran sesuatu yang menjadi milik di antara sesama manusia. Seperti yang tercantum dalam Surat An-Nisa’ 29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

2. Jika Tiba Waktu Ibadah (Shalat), Dagang Harus Ditinggalkan

Dalam melakukan perniagaan, Allah juga telah mengatur adab yang perlu dipatuhi dalam dagang, di mana apabila telah datang waktunya untuk beribadah, aktivitas perdangan perlu ditingalkan untuk beribadah kepada Allah seperti larangan dalam hukum tidak shalat jumat karena bekerja, surat Al-Jum’ah 11. Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: “Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan”, dan Allah sebaik-baik pemberi rezki.

3. Dagang Harus Dengan Niat Ibadah Agar Jauh dari Lalai

Dan dalam ayat lain seperti di surat  An-Nur 37,  dijelaskan bagaimana orang tidak lalai dalam mengingat Allah hanya karena perniagaan dan jual beli  atau hukum perjanjian jual beli dalam islam. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.

4. Dagang Harus Dilakukan Sesuai Aturan Islam

Demikain pula tata tertib dalam dagang  juga telah digariskan di dalam Alquran, baik itu dagang yang bersifat tidak  tunai dengan tata aturannya, maupun cara berdagang tunai atau adab bekerja dalam islam, seperti yang tercantum dalam surat Al-Baqarah 282 berikut :  Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,

maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki,

Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.

(Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu dagang tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

5. Mengambil Keuntungan yang Wajar

Adab tentang perniagaan dengan jelas pula diatur, bahwa manusia tidak boleh berlebihan dalam melakukan dagang sehingga melupakan kewajibannya terhadap Allah, seperti dijelaskan dalam Surat At-Taubah 24 berikut : Katakanlah: “Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu,

harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA”. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

6. Dagang Harus Jujur dan Adil

Dalam melakukan transaksi dagang Allah memerintahkan agar manusia melakukan dengan jujur dan Adil.  Tata tertib perniagaan ini dijelaskan Allah seperti tercantum dalam Surat Hud 84-85.  Demikian pula dalam Surat Al-An’am 152, yang mengatur tentang takaran dan timbangan dalam perniagaan.

Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syu’aib. ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, Sesungguhnya Aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan Sesungguhnya Aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat).”

7. Larangan Menipu dalam Perdagangan

Dan Syu’aib berkata: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.

8. Larangan Mengubah atau Mengurangi Timbangan Ketika Berdagang

Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu)[519], dan penuhilah janji Allah[520]. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.

9. Pembeli Boleh Memeriksa Barang Dagangan dengan Teliti

Dan dalam dagang dilarang sistem jual beli Mulamasah (wajib membeli jika pembeli telah menyentuh barang dagangan) dan munabazah (sistem barter antara dua orang dengan melemparkan barang dagangan masing-masing tanpa  memeriksanya).  Hal ini tepapar dalam hadist Riwayat Abu Hurairah.

Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Bahawa Rasulullah saw, melarang sistem jual beli mulamasah (wajib membeli jika pembeli telah menyentuh barang dagangan) dan munabadzah (sistem barter antara dua orang dengan melemparkan barang dagangan masing-masing tanpa  memeriksanya)  (HR. Bukhari dan Muslim).

10. Dilarang Dagang Barang Haram (Alkohol, Babi, dsb)

Dalam perdangan Islam, dilarang apabila yang diperdagangkan secara zatnya adalah Haram, seperti Khamar.  Hal ini diriwayatkan oleh Aisyah ra.

  • Hadis riwayat Aisyah ra.,

ia berkata: ketika turun beberapa ayat terakhir surat Al-Baqarah, Rasulullah saw. Keluar lalu membacakannya kepada orang-orang, kemudian beliau mengharamkan dagang khamar. (HR. Bukhari dan Muslim). 4

  • Hadis riwayat Barra’ bin Azib ra. :

Dari Abul Minhal ia berkata: Seorang kawan berserikatku menjual perak dengan cara kredit sampai musim haji  lalu ia datang menemuiku dan memberitahukan hal itu. Aku berkata: Itu adalah perkara yang tidak baik. Ia berkata: Tetapi  aku telah menjualnya di pasar dan tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Maka aku (Abu Minhal) mendatangi Barra’ bin Azib dan menanyakan hal itu.

Ia berkata: Nabi saw. Tiba di Madinah sementara kami biasa melakukan jual beli seperti itu, lalu beliau bersabda: Selama dengan  serah-terima secara langsung, maka tidak apa-apa. Adapun yang dengan cara kredit maka termasuk riba.  Temuilah Zaid bin Arqam, karena ia memiliki barang dagangan yang lebi banyak dariku.  Aku lalu menemuinya dan menanyakan hal itu. Ia menjawab seperti jawaban Barra’. (HR. Bukhari dan Muslim).

  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:

Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Sumpah itu penyebab lakunya barang dagangan, tetapi menghapus keberkahan laba. (HR. Bukhari dan Muslim).Seorang laki-laki menyampaikan kepada Rasullah saw bahwa dia selalu ditipu dalam dagang.  Rasulullah saw mengatakan padanya, ’Bila engkau masuk dalam transaksi engkau seharusnya mengatakan: Ini harus tidak ada penipuan.” (HR. Imam Nawawi).

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga menjadi wawasan islami yang bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

fbWhatsappTwitterLinkedIn