Hukum dan HAM Demokrasi dalam Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Hukum dan ham demokrasi dalam islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam atau dari dasar hukum islam. Adapun konsepsi hukum dan ham demokrasi dalam islam,dasar kerangkanya ditetapkan oleh Allah. Hukum ham dalam islam mengatur hak hak manusia dari semua umur mulai dari anak anak hingga tua dan apa saja yang menjadi keutamaan atau kewajiban setiap umat,

misalnya kewajiban sebagai anak, kewajiban suami terhadap istri dalam islam, sebagai istri, sebagai pemimpin, dsb. Sedangkan dalam hal demokrasi, hukum demokrasi dalam islam berhubungan dengan organisasi atau kepemimpinan untuk mencapai keadilan dan tujuan bersama yang sesuai dengan syariat islam.

1. Hukum HAM dalam Islam

Sejarah mencatat bahwa Musyawarah Nasional Alim Ulama yang digelar Nahdlatul Ulama pada 17 20 November 1997 di Nusa Tenggara Barat menghasilkan sejumlah keputusan penting. Beberapa persoalan yang didiskusikan antara lain nasbul Imam dan demokrasi, hak asasi manusia dalam islam, dan kedudukan wanita dalam islam.

Persoalan persoalan yang disebut di atas masuk dalam kajian Komisi Bahtsul Masail Diniyah Maudlu’iyah yang fokus pada rumusan konseptual. Berbeda dari bahtsul masail diniyah waqi‘iyah yang berorientasi menemukan ketegasan status  hukum HAM dalam islam “halal haram”, bahtsul masail diniyah maudlu’iyah mengaji tema tema spesifik untuk dijelaskan secara deskriptif naratif.

Terkait hak hak asasi manusia dalam islam (al huquq al insaniyyah fil islam), musyawirin menjelaskannya dengan merujukkan pada ulasan ulasan yang pernah disinggung para ulama klasik ketika menjelaskan tentang filosofi  hukum HAM dalam islam Islam. Keterangan ini antara lain bisa ditemukan kitab kitab ushul fiqh seperti Al Mustashfa min Ilm al Ushul karya Hujjatul Islam Abu Hamid al Ghazali.

Imam al Ghazali menyebutnya maqâshidusy syarî‘ah (pokok pokok yang menjadi tujuan sumber syariat islam). Berikut adalah kutipan lengkap hasil keputusan Munas Alim Ulama yang diberlangsung di Pondok Pesantren Qomarul Huda Bagu, Pringgarata, Lombok Tengah itu mengenai hak asasi manusia dalam islam:

Islam merupakan ajaran yang menempatkan individu pada posisi yang sangat tinggi. Bahkan al Qur’an menjamin adanya hak pemuliaan dan pengutamaan individu. Firman Allah SWT: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al Isra’: 70)

Dengan demikian individu memiliki hak al karâmah dan hak al fadlîlah karena kasih sayang Allah kepada hambaNya. Apalagi misi Rasulullah adalah rahmatan lil alamin, di mana kemaslahatan/ kesejahteraan merupakan tawaran untuk seluruh individu dan alam semesta. Elaborasi (pengejawantahan) misi di atas disebut sebagai ushul al khams (lima prinsip dasar) yang melingkupi hifdhud dîn, Hukum HAM dalam islam nafs wal ’irdl, Hukum HAM dalam islam aql, Hukum HAM dalam islam nasl dan Hukum HAM dalam islam mal.

  • Hukum HAM dalam islam dîn

Memberikan jaminan hak kepada umat Islam untuk memelihara agama dan keyakinannya (al din). Sementara itu Islam juga menjamin sepenuhnya atas identitas (kelompok) agama yang bersifat lintas etnis, oleh karena itu Islam menjamin kebebasan beragama, dan larangan adanya pemaksaan agama yang satu dengan agama lainnya.

  • Hukum HAM dalam islam nafs wal ’irdh

Memberikan jaminan hak atas setiap jiwa (nyawa) individu, untuk tumbuh dan berkembang secara layak. Dalam hal ini Islam menuntut adanya keadilan, pemenuhan kebutuhan dasar (hak atas penghidupan) pekerjaan, hak kemerdekaan, dan keselamatan, bebas dari penganiayaan dan kesewenang wenangan.

  • Hukum HAM dalam islam ‘aql

Adalah adanya suatu jaminan atas kebebasan berekspresi, kebebasan mimbar, kebebasan mengeluarkan opini, melakukan penelitian dan berbagai aktivitas ilmiah. Dalam hal ini Islam melarang terjadinya perusakan akal dalam bentuk penyiksaan, penggunaan ekstasi, minuman keras dan lain lain.

  • Hukum HAM dalam islam nasl

Merupakan jaminan atas kehidupan privasi setiap individu, perlindungan atas profesi (pekerjaan), jaminan masa depan keturunan dan generasi penerus yang lebih baik dan berkualitas. Free sex, zinah menurut syara’, homoseksual, adalah perbuatan yang dilarang karena bertentangan dengan hifdh al nasl.

  • Hukum HAM dalam islam mâl

Dimaksudkan sebagai jaminan atas pemilikan harta benda, properti dan lain lain. Dan larangan adanya tindakan mengambil hak dari harta orang lain, seperti mencuri, korupsi, monopoli, oligopoli, monopsoni dan lain lain.

Lima prinsip dasar (al huquq al insaniyyah) di atas sangatlah relevan dan bahkan seiring dengan prinsip prinsip hak hak asasi manusia dalam islam (HAM). Di samping itu, Islam sebagai agama tauhid, datang untuk menegakkan kalimat Lâ ilâha illallâh, tiada Tuhan selain Allah. Suatu keyakinan (aqidah) yang secara transendental, dengan menisbikan tuntutan ketaatan kepada segenap kekuasaan duniawi

serta segala perbudakan individu dengan berbagai macam jenis kelamin, status sosial, warna kulit dan lain sebagainya. Keyakinan semacam ini jelas memberikan kesuburan bagi tumbuhnya penegakan HAM melalui suatu kekuasaan yang demokratis. Oleh karena itu, Munas Alim Ulama merekomendasikan kepada PBNU agar rumusan rumusan HAM yang bersifat substansial ini, menjadi sebuah konsep yang utuh untuk memperjuangkan terwujudnya al huquq al insaniyyah (HAM) secara aktif dan sungguh sungguh di bumi Indonesia.

2. Hukum Demokrasi dalam Islam

Menurut pencetus dan pengusungnya, hukum demokrasi adalah pemerintahan rakyat (dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat). Rakyat pemegang kekuasaan mutlak. Pemikiran ini bertentangan dengan syari’at Islam dan aqidah Islam. Allah berfirman.

  • Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. [Al An’am/6 : 57]
  • Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang orang kafir. [Al Maidah/5 : 44]
  • Apakah mereka mempunyai sembahan sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak dizinkan Allah ? [As Syura/42 : 21]
  • Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. [An Nisa/4 : 65]
  • Dan dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutuNya dalam menetapkan keputusan. [Al Kahfi/18 : 26]

Sebab hukum demokrasi merupakan undang undang thagut, padahal kita diperintahkan agar mengingkarinya, firmanNya.

  • (Oleh karena itu) barangsiapa yang mengingkari thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul (tali) yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. [Al Baqarah/2 : 256]
  • Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap tiap umat (untuk menyerukan) : Sembahlah Allah (saja) dan jauhi thagut itu.[An Nahl/16 : 36]
  • Apakah kamu tidak memperhatikan orang orang yang diberi bahagian dari Al Kitab ? Mereka percaya kepada jibt dan thagut, dan mengatakan kepada orang orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang orang yang beriman. [An Nisa/4 : 51]

Selain itu, demokrasi juga menyerukan kebebasan manusia secara menyeluruh dalam hal :

  • Kebebasan beragama
  • Kebebasan berpendapat
  • Kebebasan kepemilikan
  • Kebebasan bertingkah laku

Hukum demokrasi berlawanan dengan islam, tidak akan menyatu selamanya. Oleh karena itu hanya ada dua pilihan, beriman kepada Allah dan berhukum dengan hukumNya atau beriman kepada thagut dan berhukum dengan hukumnya. Setiap yang menyelisihi syari’at Allah pasti berasal dari thagut.

Adapun orang orang yang berupaya menggolongkan hukum demokrasi ke dalam sistem syura, pendapatnya tidak bisa diterima, sebab sistem syura itu teruntuk sesuatu hal yang belum ada nash (dalilnya) dan merupakan hak Ahli Halli wal Aqdi yang anggotanya para ulama yang wara’ (bersih dari segala pamrih). Hukum demokrasi sangat berbeda dengan system syura seperti telah dijelaskan di muka.

Hari kiamat tak bakalan terjadi hingga umatku meniru generasi generasi sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Ditanyakan, “Wahai Rasulullah, seperti Persia dan Romawi?” Nabi menjawab: “Manusia mana lagi selain mereka itu?” (HR. Bukhory no. 7319 dari Abu Hurairah r.a)

Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani (w. 852 H) dalam kitabnya, Fathul Bariy (13/301), menerangkan bahwa hadist ini berkaitan dengan tergelincirnya umat Islam mengikuti umat lain dalam masalah pemerintahan dan pengaturan urusan rakyat. Sekarang dapat kita rasakan kebenaran sabda Beliau SAW,

dalam pemerintahan dan pengaturan urusan rakyat, sistem demokrasi dianggap sebagai sistem terbaik, bahkan tidak jarang hukum Islam pun dinilai dengan sudut pandang demokrasi, kalau hukum Islam tersebut dianggap tidak sesuai dengan demokrasi maka tidak segan segan dibuang atau diabaikan.

Demokrasi yang telah dijajakan Barat ke negeri negeri Islam itu sesungguhnya adalah sistem kufur. Tidak ada hubungannya dengan Islam, baik langsung maupun tidak langsung. Demokrasi bertentangan dengan hukum hukum Islam dalam garis besar dan perinciannya, dalam sumber kemunculannya, aqidah yang melahirkannya atau asas yang mendasarinya, serta berbagai ide dan peraturan yang dibawanya.

fbWhatsappTwitterLinkedIn