Menurut syari’ah, nikah diartikan sebagai akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing.
Sementara itu menurut Undang-Undang Pernikahan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Istilah perkawinan pada pengertian tersebut merujuk pada pernikahan. Dengan demikian, perkawinan diartikan sama dengan pernikahan.
Menikah dalam Islam sangat dianjurkan karena menikah merupakan sunatullah yang berlaku bagi seluruh umat manusia. Allah SWT berfirman dalam surat Adz-Zariyat ayat 49 yang artinya,
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.” (QS. Adz-Zariyat : 49).
Pernikahan juga merupakan sunnah para Rasul termasuk sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Ra’d ayat 38 yang artinya,
“Dan sesungguhnya Kami mengutus beberapa Rasul sebelummu, dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar-Ra’d : 38).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda,
“Nikah itu Sunnahku, barangsiapa yang membenci Sunnahku ini, maka ia bukan termasuk golonganku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah SWT menjadikan pernikahan sebagai sarana untuk berkasih sayang dan memperoleh ketentraman antara seorang laki-laki dan wanita.
Adapun tujuan pernikahan dalam Islam lainnya adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling mendasar, memperoleh ketenangan hidup, membentengi akhlak, meningkatkan ibadah kepada Allah SWT, mendapatkan keturunan yang shalih, dan menegakkan rumah tangga yang Islami. Selain itu, menikah juga memiliki beberapa manfaat.
Manfaat menikah dalam Islam adalah memelihara kelangsungan hidup manusia, memelihara keturunan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta menjaga ketentraman jiwa.
Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 21 yang artinya,
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, ialah Dia menciptakan makhluk untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum : 21).
Mengingat pernikahan adalah salah satu bentuk perjanjian yang kuat antara suami dan istri, di mana perjanjian tersebut disaksikan oleh penghuni langit dan bumi, maka sudah selayaknya umat Islam tidak menjadikan pernikahan sebagai permainan.
Mempermainkan pernikahan sama saja artinya dengan mempermainkan hukum Allah dan hal itu termasuk dosa besar (Kitab Al-Kabair, Syamsuddin Muhammad bin ‘Utsman bin Qaimaz At-Turmaniy Al-Fariqiy Ad-Dimasyqiy Asy-Syafi-iy)
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan,
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat Al Muhallil dan Muhallal lahu.” (HR. An-Nasai)
Abdullah bin ‘Abbas berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang muhallil. Lalu beliau menjawab, “Jangan! Hendaknya pernikahan itu didasari oleh suatu keinginan dan bukan kepura-puraan! Jangan pula ia merupakan pelecehan terhadap Kitab Allah SWT! Sampai ia merasakan lezatnya persetubuhan! (HR. Ath-Thabrani dalam At-Kabir (11567) dari Ibnu Abbas, sedangkan isnadnya dha’if)
Yang dimaksud dengan Al Muhalil adalah orang yang menikahi wanita yang telah diceraikan oleh suami yang pertama dengan talak tiga dengan tujuan agar suami yang pertama halal untuk menikahinya kembali.
Dari ulasan singkat di atas dapat disimpulkan bahwa hukum mempermainkan pernikahan dalam Islam adalah dilarang dan merupakan salah satu dosa besar.
Demikianlah ulasan singkat tentang hukum mempermainkan pernikahan. Artikel lain yang dapat dibaca di antaranya adalah hukum suami membandingkan istri dengan ibunya, hukum suami membantu pekerjaan rumah tangga, hukum istri tidak mau ikut suami, hukum suami yang tidak memuliakan istri, hukum suami yang tidak shalat, hukum suami membentak istri dalam Islam, hukum menampar istri dalam Islam, hukum menghina istri dalam Islam, hukum suami tidak menafkahi istri dalam Islam, hukum tidak bertegur sapa dengan suami, hukum taat kepada suami, hukum istri yang membohongi suami, dan hukum wanita tidak melayani suami. Semoga bermanfaat. Terima kasih.