Jual beli atau muamalah merupakan salah satu perkara yang juga diatur dalam Islam. Jual beli menurut Islam menjadi kegiatan yang sangat disarankan sebagaimana juga merupakan cara Rasulullah dalam mencari rejeki melalui jalan berdagang.
Saat ini pun semakin banyak transaksi jual beli yang dilakukan oleh banyak orang. Namun ada satu fenomena dalam jual beli yang justru melenceng dari syariat Islam, yakni jual beli ketika shalat Jumat.
Sebagaimana kita ketahui hukum shalat Jumat bagi laki-laki adalah wajib kecuali bagi mereka yang sakit, wanita, anak kecil, musafir, atau memiliki halangan untuk pergi. Hukum meninggalkan shalat Jumat dengan sengaja adalah haram.
Allah berfirman,
“Wahai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum`at, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu`ah : 9)
Berdasarkan ucapan Syekh Abdulaziz bin Baz rahimahullah, “Siapa yang tidak melakukan shalat Jumat bersama kaum muslimin karena uzur syar’i, baik berupa sakit, atau lainnya, maka dia hendaknya shalat Zuhur.
Demikian pula halnya jika seorang wanita shalat, hendaknya dia shalat Zuhur. Begitupula dengan musafir dan penduduk yang tinggal di pedusunan (yang tidak ada shalat Jumat), maka hendaknya mereka shalat Zuhur, sebagaimana disebutkan dalam sunah. Inilah pendapat mayoritas ulama, tidak dianggap bagi yang berpendapat menyimpang. Demikian pula bagi yang meninggalkannya dengan sengaja, hendaknya dia bertaubat kepada Allah dan dia melakukan shalat Zuhur.” (Majmu Fatawa Ibnu Baz)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
الجمعةُ حقٌّ واجبٌ على كلِّ مسلمٍ فبجماعةٍ إلاَّ أربعةً عبدٌ مملوكٌ أوِ امرأةٌ أو صبيٌّ أو مريضٌ
“Shalat Jum’at adalah wajib bagi setiap Muslim dengan berjama’ah kecuali empat orang: hamba sahaya, wanita, anak kecil, orang sakit” (HR. Abu Daud no. 1067, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).
Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu mengatakan:
ليس على مسافِرٍ جمعَةٌ
“Tidak ada kewajiban shalat Jum’at bagi musafir” (HR. Ad Daruquthni 2/111, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’, no. 5404).
Baca juga:
- tips memperbaiki diri dalam Islam
- keutamaan introspeksi dalam islam
- menahan nafsu di bulan ramadhan
- niat puasa ganti ramadhan
Dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma:
كَانَ يَأْمُرُ مُؤَذِّنًا يُؤَذِّنُ ، ثُمَّ يَقُولُ عَلَى إِثْرِهِ : ” أَلَا صَلُّوا فِي الرِّحَالِ ” فِي اللَّيْلَةِ الْبَارِدَةِ أَوْ الْمَطِيرَةِ فِي السَّفَرِ
“Dahulu Nabi memerintahkan muadzin adzan lalu di akhirnya ditambahkan lafadz /shalluu fii rihaalikum/ (shalatlah di rumah-rumah kalian) ketika malam sangat dingin atau hujan saat safar” (HR. Bukhari no. 616, Muslim no. 699).
Jelas bahwa hukum shalat Jumat bagi laki-laki adalah wajib dan tidak boleh ditinggalkan, apalagi hanya untuk berdagang atau jual beli. Sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS. Al-Jumu’ah: 9).
Allah telah memerintahkan kita untuk langsung meninggalkan jual beli jika shalat Jum’at telah tiba. Maka hukum jual beli saat shalat Jumat adalah haram.
Baca juga:
- Ciri – Ciri Suami Durhaka Terhadap Istri
- Ciri – Ciri Istri Durhaka Terhadap Suami
- Kehidupan Rumah Tangga Dalam Islam
- Perselingkuhan dalam Rumah Tangga
- Keluarga Bahagia Menurut Islam
- Ciri – Ciri Istri Shalehah
- Kewajiban Menikah
As Sa’di dalam Tafsir-nya mengatakan:
أي: اتركوا البيع، إذا نودي للصلاة، وامضوا إليها
“maksudnya tinggalkan jual-beli ketika adzan dikumandangkan, dan hendaknya pergi menuju shalat” (Taisir Karimirrahman, 825).
Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya mengatakan:
اتفق العلماء رضي الله عنهم على تحريم البيع بعد النداء الثاني
“Para ulama radhiallahu’anhum bersepakat haramnya jual-beli setelah adzan yang kedua”
Ibnu Qudamah mengatakan:
والنداء الذي كان على عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم هو النداء عَقِيْب جلوس الإمام على المنبر ، فتعلق الحكم به دون غيره . ولا فرق بين أن يكون ذلك قبل الزوال أو بعده
“Adzan (shalat Jum’at) yang ada di zaman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam hanyalah adzan setelah imam duduk di mimbar. Maka larangan jual-beli ini dikaitkan pada adzan tersebut bukan adzan yang lainnya. Dan tidak ada bedanya apakah itu sebelum zawal ataukah sesudah zawal” (Al-Mughni, 2/145).
Syaikh Ibnu Al Utsaimin dalam masalah ini mengatakan:
إن البيع بعد نداء الجمعة الثاني حرام وباطل أيضا ، وعليه فلا يترتب عليه آثار البيع ، فلا يجوز للمشتري التصرف في المبيع ؛ لأنه لم يملكه ، ولا للبائع أن يتصرف في الثمن المعين ؛ لأنه لم يملكه ، وهذه مسألة خطيرة ؛ لأن بعض الناس ربما يتبايعون بعد نداء الجمعة الثاني ثم يأخذونه على أنه ملك لهم
“Jual-beli setelah adzan jum’at yang kedua hukumnya haram dan juga batal (tidak sah). Oleh karena itu semua konsekuensi dari jual-beli tidak terjadi. Maka tidak boleh seorang yang membeli barang ketika itu menjual barangnya, karena ia belum memilikinya. Dan tidak boleh juga yang menjual ketika itu mentransaksikan uang hasil penjualannya, karena ia tidak memilikinya. Ini masalah yang urgen, karena sebagian orang saling berjual-beli setelah adzan kedua dan mereka merasa uang dan barang (hasil jual-beli tadi) adalah miliknya” (Syarhul Mumthi’, 8/52).
Baca juga:
- Kehidupan Setelah Menikah
- Cara Menjaga Hati Sebelum Menikah
- Fiqih Pernikahan
- Ayat Pernikahan Dalam Islam
- Menikah Tanpa Cinta
Mayoritas para ulama, termasuk di dalamnya Syafi’iyah dan Imam Thohawi dari Hanafiyah berpendapat bahwa larangan jual-beli dimulai ketika terdengar adzan kedua. Mereka beralasan bahwa adzan pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jum’at adalah adzan setelah khatib naik mimbar.
Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa larangan jual-beli dimulai ketika terdengar adzan pertama. Mereka beralasan bahwa jika diwajibkan untuk meninggalkan jual-beli pada adzan kedua, hal ini menyebabkan seseorang tidak bisa mengerjakan sholat qabliyah dan mendengar khutbah, bahkan dikawatirkan akan ketinggalan sholat Jum’at. ( lihat Ibnu Nujaim dalam al-Bahru ar-Raiq ( 2/ 168 ) .
Namun larangan jual beli ketika shalat Jumat ini hanya berlaku bagi mereka yang diwajibkan untuk shalat Jumat.
Ibnu Qudamah menjelaskan,
وتحريم البيع، ووجوب السعي، يختص بالمخاطبين بالجمعة، فأما غيرهم من النساء والصبيان والمسافرين، فلا يثبت في حقه ذلك
Haramnya jual beli dan wajibnya segera datang jumatan, berlaku bagi mereka yang mendapat perintah jumatan. Sementara yang tidak diwajibkan jumatan, seperti para wanita, anak-anak, atau musafir, larangan ini tidak berlaku. (al-Mughni, 2/220)
Baca juga:
- Keutamaan Shalat Istikharah
- Keutamaan Shalat Sunnah Rawatib
- Keutamaan Shalat Witir
- Keutamaan Menyambung Tali Silaturahmi
- Keutamaan Ayat Seribu Dinar
Itulah beberapa penjelasan mengenai hukum jual beli ketika shalat Jumat. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.