Hukum Mengemis dalam Islam dan Dalilnya

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Fenomena pengemis yang menipu sudah banyak akhir-akhir ini. Dibalik penampilannya yang lusuh, terbaring lemah di perempatan-perempatan lampu merah, mengaku belum makan selama berhari-hari, ternyata mereka tinggal di rumah besar yang tak mungkin hanya berharga ratusan ribu, memiliki telepon genggam keluaran terbaru dan setiap keluarganya memiliki usaha yang cukup maju. Tidak dapat dipungkiri,  sebagian dari mereka menjadikan mengemis sebagai “pekerjaan tetap” yang bisa menghasilkan puluhan juta setiap waktunya. Hal ini membuat kita sulit membedakan mana mereka yang benar-benar membutuhkan dan mana mereka yang hanya malas untuk berusaha lebih keras untuk mendapatkan rezeki yang halal. Lalu, bagaimana islam memandang persoalan “mengemis” ini?

Baca juga :

Dari Qabishah bin Mukhariq Al-Hilali radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Wahai Qabishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: (1) seseorang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti, (2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan (3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! Adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram.” (Shahih: HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad, an-Nasa-i, dan selainnya).

Kita tidak bisa memungkiri bahwa setiap manusia membutuhkan materi untuk hidup di dunia ini. Meskipun Allah sudah berjanji bahwa rezeki untuk setiap makhluknya pasti diberi, manusia tidak bisa mendapatkannya begitu saja. Perjuangan sekecil apapun tetap harus dilakukan sebagai bentuk usaha untuk mendapatkan rezeki dari-Nya.

Baca juga:

Berjuang dan berusaha untuk mendapatkan materi tersebut boleh dengan berbagai cara, asalkan tidak melanggar syariat-syariatNya. Salah satu jalan mendapatkan rezeki yang tidak diperbolehkan adalah dengan cara meminta minta atau mengemis.

Di dalam salah satu hadits, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasaalam menasihati seseorang yang berulang kali meminta kepadanya, dan menjelaskan bahwa tangan yang berada di atas(memberi) itu lebih mulia dibandingkan dengan tangan yang di bawah(menerima). Dilansir dari muslimah.or.id, bahwa di dalam  hadits yang telah dijabarkan di atas, dijelaskan mengenai tiga orang yang diperbolehkan untuk meminta-minta :

  1. Seseorang yang memiliki tanggunggan yakni hutang orang lain. Biasanya berupa tanggungan diyat atau tanggungan yang bertujuan untuk mendamaikan dua kelompok yang berkonflik. Meskipun kaya raya, orang yang memenuhi kriteria ini boleh meminta-minta kepada orang lain.
  2. Seseorang yang tertimpa musibah atau musim paceklik sehingga gagal panen total. Orang tersebut boleh meminta-minta sampai ia hidup secara berkecukupan lagi atau ada sesuatu yang membantunya untuk melanjutkan hidup.
  3. Seseorang yang mengaku bahwa dirinya ditimpa kesulitan dan pernyataannya tersebut disaksikan oleh tiga orang berakal dari orang-orang di sekelilingnya.

Baca juga:

Seseorang yang meminta rizki kepada Allah maka ia merupakan hamba-Nya dan menunjukkan kefakiran hanya kepada-Nya. Sedangkan jika ia meminta rezekinya kepada makhluk atau manusia, maka ia telah menghamba kepada makhluk tersebut dan menunjukkan kefakiran di hadapan makhluk tersebut. Maka, haram untuk meminta rezeki kepada makhluk kecuali dalam keadaan yang benar-benar darurat. Tetapi meskipun dilarang untuk meminta-minta, kita tetep diperbolehkan untuk menerima apa-apa yang orang berikan untuk kita.

Bahaya Mengemis atau Meminta-minta

Dilansir dari rumaysho, setidaknya terdapat tiga hadits yang menegaskan larangan sekaligus ancaman bagi orang yang senang meminta-minta atau mengemis, terlebih jika dirinya bukanlah orang yang fakir.

  1. Hadits Pertama

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
Jika seseorang meminta-minta (mengemis) pada manusia, ia akan datang pada hari kiamat tanpa memiliki sekerat daging di wajahnya.” (HR. Bukhari no. 1474 dan Muslim no. 1040)

  1. Hadits Kedua

Dari Hubsyi bin Junadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ
Barangsiapa meminta-minta padahal dirinya tidaklah fakir, maka ia seakan-akan memakan bara api.” (HR. Ahmad 4/165. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lain)

  1. Hadits Ketiga

Dari Samuroh bin Jundub, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمَسْأَلَةُ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ
Meminta-minta adalah seperti seseorang mencakar wajahnya sendiri kecuali jika ia meminta-minta pada penguasa atau pada perkara yang benar-benar ia butuh.” (HR. An Nasai no. 2600, At Tirmidzi no. 681, dan Ahmad 5/19. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Meminta-minta pada hakikatnya sama saja dengan menghinakan diri sendiri. Terbiasa untuk meminta-minta akan membuat seseorang menjadi ketergantungan atau merasa selalu membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Terlebih jika seseorang itu meminta dengan cara memaksa bahkan hingga menyakiti orang yang diminta.

Baca juga:

Seorang muslim baiknya bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya karena kewajiban seorang manusia hanyalah beribadah dan berusaha, sedangkan sisanya biarkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang mengaturnya. Yakinlah bahwa setiap manusia telah memiliki jalan rezekinya masing-masing asalkan jalan itu ditempuh dengan cara yang halal dan Allah ridhoi.

fbWhatsappTwitterLinkedIn