Hukum Puasa 1 Muharram dan Dalilnya

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Muharram merupakan tahun baru Islam yakni bulan pertama di dalam kalender Islam. Kata Muharram sendiri memiliki arti terlarang yang berasal dari kata haram yang berarti dosa dan menjadi bulan paling suci urutan kedua sesudah Ramadhan dan menjadi bulan yang dimuliakan diantara 4 bulan Islam.

“Sebaik-baik puasa setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR. Muslim 1163).

Dari hadits diatas menjadi dalil jika Muharram sangat dianjurkan untuk memperbanyak puasa selama Muharram tersebut. Lalu, apa saja hukum puasa 1 Muharram di dalam Islam?, berikut ulasan selengkapnya.

Artikel terkait:

Hukum Berpuasa pada 1 Muharram

Prinsip mendasar yang harus digarisbawahi adalah amal yang didapat pada Muharram adalah sama namun hukumnya bisa berbeda bergantung dari niat pelaku puasa Muharram tersebut.

”Sah dan tidaknya amal, bergantung pada niatnya, dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari 1 dan Muslim 1907)

Perumpamaan Hukum Akad

Sebagai perumpamaan, apabila ada seseorang yang memberikan uang untuk orang lain, maka ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi.

  • Kemungkinan pertama: Apabila niat untuk disumbangkan, maka akadnya merupakan hibah.
  • Kemungkinan kedua: Apabila tidak diniatkan untuk disumbang, maka akadnya adalah qardh atau hutang yang wajib untuk dikembalikan orang yang menerima uang tersebut.
  • Kemungkinan ketiga: Uang yang diberikan tersebut akadnya adalah wadi’ah atau titipan yang wajib dijaga dengan baik oleh penerima uang tersebut.

Jika disimpulkan, bentuk penyerahan uang ini memiliki hukum yang berbeda berdasarkan dengan perbedaan niat yang dilakukan pemberi uang tersebut.

Perumpamaan Hukum Puasa

Perumpaan lainnya adalah apabila seseorang melakukan puasa pada hari Senin yakni tanggal 9 Dzulhijah, maka ada tiga kemungkinan mengenai hukum puasa tersebut.

  • Kemungkinan pertama: Apabila orang tersebut meniatkan puasa yang dijalankan untuk qadha Ramadhan yang sudah menjadi tanggungan, maka statusnya menjadi wajib.
  • Kemungkinan kedua: Apabila seseorang menjalankan puasa tersebut dengan niat puasa hari Senin.
  • Kemungkinan ketiga: Apabila seseorang menjalankan puasa tersebut dengan niat puasa Arafah.

Dalam hal ini, puasa yang dijalankan adalah sama, akan tetapi untuk status dan juga nilai puasa yang akan didapat berbeda-beda bergantung dari niat pelaksana puasa tersebut.

Kemungkinan Niat Puasa 1 Muharram

Seseorang yang menjalankan puasa pada tanggal 1 Muharram, kemungkinan mempunyai dua niatan yang berbeda, yakni:

  • Motivasi: Seseorang yang menjalankan puasa tanggal 1 Muharram dilakukan karena motivasi dari hadits anjuran untuk memperbanyak puasa di bulan Muharram dan ini masuk ke dalam jenis puasa yang baik sesuai dengan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  • Tahun baru: Seseorang menjalankan puasa pada tanggal 1 Muharram karena tahun baru atau mengawali tahun baru dengan melaksanakan puasa atau karena keyakinan fadhilah khusus untuk awal tahun dan sebagainya.

Artikel terkait:

Penjelasan Dr. Muhammad Ali Farkus – Ulama Aljazair

”Perlu diperhatikan bahwa selama bulan Muharam, dianjurkan memperbanyak puasa. Tidak boleh mengkhususkan hari tertentu dengan puasa pada hari terakhir tutup tahun dalam rangka perpisahan dengan tahun hijriyah sebelumnya atau puasa di hari pertama Muharram dalam rangka membuka tahun baru dengan puasa.”

Dr. Muhammad Ali Farkus juga memberi penjelasan mengenai hadits yang menyarankan puasa tutup tahun dan juga pembukaan tahun baru. Orang yang mengkhususkan puasa pada hari terakhir tutup tahun, atau hari pertama tahun baru, mereka dengan hadis palsu, “Barangsiapa yang puasa pada hari terakhir Dzulhijah dan hari pertama Muharam, berarti dia menutup tahun sebelumnya dan membuka tahun baru dengan puasa. Allah jadikan puasa ini sebagai kaffarah dosanya selama 50 tahun.” Hadits ini adalah dusta dan kebohongan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dalam hadits diatas ada perawi bernama Ahmad bin Abdillah al-Harawi dan juga Wahb bin Wahb. As-Suyuthi memberikan penilaian jika keduanya merupakan perawi pendusta. [al-Lali’ al-Mashnu’ah, 2/92]. Penilaian serupa juga dikemukakan as-Syaukani di dalam al-Fawaid al-Majmu’ah [Hlm. 96]

Peringatan al-Hafidz Abu Syamah

Banyak sekali amalan yang beredar di masyarakat mengenai tahun baru Hijriyah yang membuat para ulama hadits memberi peringatan pada masyarakat muslim untuk selalu menghindar dari amalan yang semacam itu seperti diantaranya adalah al-Hafidz Abu Syamah [w. 665 H] yang merupakan ahli sejarah dan juga ahli hadits yang berkata jika keutamaan amalan pada akhir tahun atau awal tahun, semuanya merupakan hadits yang sama sekali tidak ada di dalam kitab hadits [la ashla lahu] dan derajatnya lebih berat jika dibandingkan dengan hadits palsu.

Beliau berkata, “Tidak ada riwayat apapun yang menyebutkan keutamaan malam pertama Muharram. Saya telah meneliti berbagai riwayat dalam kitab kumpulan hadits yang shahih maupun yang dhaif atau dalam kumpulan hadis-hadis palsu, namun aku tidak menjumpai seorangpun yang menyebutkan hadis itu. Saya khawatir – wal iyadzu billah – hadis ini berasal dari pemalsu, yang membuat hadis palsu terkait tahun baru.”(al-Bahis ’ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits, hlm. 77)

Mengenai syar’i atau tidaknya jika umat Islam menetapkan jika 1 Muharram harus diresmikan sebagai hari besar  dan juga harus menjadi tanggal merah di kalender sekaligus diadakan ritual khusus untuk syiar Islam, maka jawabannya adalah tidak syar’i. Imam Syafi’I dalam kitabnya Ar-Risalah memberi peringatan tegas lewat kata kata yang diucapkan, “Siapa ber-istihsan (menganggap baik suatu amal yang direkayasa), berarti ia telah membuat (dan siapa membuat syariat), maka dia sudah kafir.”

Artikel terkait:

Mengenai boleh atau tidaknya melaksanakan puasa di tanggal 1 Muharram, para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak pernah melaksanakannya kecuali jika tanggal 1 Muharram jatuh pada hari Senin dan Kamis. Mereka bias amelakukan puasa sunnah Senin dan Kamis serta puasa tanggal 1 Muharram yang tidak ada tuntunannyad dari Nabi SAW.

Puasa yang disyariatkan pada bulan Muharram adalah tanggal 9 dan 1o Muharram. Nashnya bisa ditemukan pada Sahih Al-Bukhari dan Sahih Muslim jika sahabat Abdullah Ibnu Abbas RA berkata, “Bahwasanya ketika memasuki kota Madinah, Rasulullah SAW mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Maka Rasulullah SAW berkata kepada mereka, ‘Ada apa dengan hari ini sehingga kalian berpuasa padanya?’ mereka mengatakan, ‘ Ini adalah hari yang agung, dimana Allah telah menyelamatkan Musa dan kaumnya pada hari itu serta Allah tenggelamkan Fir’aun dan pasukannya. Maka Musa berpuasa sebagai bentuk rasa syukur dan kami pun ikut berpuasa pada hari tersebut.’ Maka Rasulullah SAW berkata, ‘Kalau demikian kami lebih pantas terhadap Musa daripada kalian.’ Maka Rasulullah SAW pun berpuasa pada hari tersebut serta memerintahkan para sahabatnya untuk melakukan pula puasa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Al-imam Muslim pada sahihnya meriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas RA jika ia berkata, “Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabatnya berpuasa pada hari tersebut, mereka (para sahabat) berkata, ‘Wahai Rasulullah! hari ini (‘Asyura) adalah hari yang diangungkan orang-orang Yahudi dan Nashara.’ Maka Nabi SAW berkata, ‘Jika aku menjumpai tahun yang akan datang, insya Allah aku akan berpuasa pula pada hari yang kesembilannya.’ Abdullah Ibnu Abbas RA berkata, ‘Namun, sebelum datang tahun berikutnya, Rasulullah wafat.’” (HR. Muslim). Puasa di hari kesembilan tersebut disebuat juga dengan Puasa Tasu’a, sementara untuk puasa di hari kesepuluh disebut juga dengan Puasa ‘Asyura.

Lalu, mengenai yang dupuasakan Rasulullah SAW pada 10 Muharram [‘Asyura] dan menyuruh sahabat ikut berpuasa terjadi pada awal masa hijriah di Madinah dan hubungan dengan Yahudi adalah baik. Sedangkan keinginan Nabi SAW dalam menambahkan Puasa Tasu’a [8 Muharram] disebabkan karena Yahudi sudah bermusuhan dengan kaum muslimin dan juga kaun Yahudi yang akhirnya diusir dari Madinah.

Dalam Al Quran, Allah SWT memberikan perintah pada kita sebagai kaum beriman untuk melaksanakan tafaqquh fiddin [mengkaji Islam] yang didasari Kitabullah dan juga Sunnah Rasul-Nya. Dengan ini, maka kita sebagai umat muslim bisa membedakan ibadah yang didasari dengan sunnah[syariat] dan mana yang bukan. Melakukan qiyamul lail di setiap malam tanggal 1 Muharram bukanlah ibadah yang disyariatkan, akan tetapi secara umum menunaikan qiyamul lail  di setiap malam sangat disarankan dan memiliki kandungan manfaat yang sangat besar.

Artikel terkait:

Doa 1 Muharram

Wa shallallaahu ‘alaa sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa ‘aalihi wa shahbihii wa sallam. Allaahumma antal-abadiyyul-qadiimul-awwalu, wa ‘alaa fadhlikal-‘azhimi wujuudikal-mu’awwali, wa haadza ‘aamun jadidun qad aqbala ilaina nas’alukal ‘ishmata fiihi minasy-syaithaani wa auliyaa’ihi wa junuudihi wal’auna ‘alaa haadzihin-nafsil-ammaarati bis-suu’i wal-isytighaala bimaa yuqarribuni ilaika zulfa yaa dzal-jalaali wal-ikram yaa arhamar-raahimin, wa sallallaahu ‘alaa sayyidina Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘alaa ‘aalihi wa shahbihii wa sallam.

Arti: Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya. Ya Allah Engkaulah Yang Abadi, Dahulu, lagi Awal. Dan hanya kepada anugerah-Mu yang Agung dan Kedermawanan-Mu tempat bergantung. Dan ini tahun baru benar-benar telah datang. Kami memohon kepada-Mu perlindungan dalam tahun ini dari (godaan) setan, kekasih-kekasihnya dan bala tentaranya. Dan kami memohon pertolongan untuk mengalahkan hawa nafsu amarah yang mengajak pada kejahatan,agar kami sibuk melakukan amal yang dapat mendekatkan diri kami kepada-Mu wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan.

Apabila ingin berpuasa pada tanggal 1 Muharram, maka bisa diamalkan dengan sunnah dan bisa mendapatkan keutamaan puasa bulan Muharram. Namun, hal yang perlu diingat adalah apabila tanggal satu dikhususkan memiliki keistimewaan lebih dibandingkan dengan hari hari sesudahnya, maka tidak terdapat dall yang shahih yang menganjurkan niat tersebut. Hal yang disunnahkan adalah memperbanyak puasa pada bulan Muharram.

fbWhatsappTwitterLinkedIn