Para ulama sejak dulu dan juga sekarang serta para ahli fakih, ahli hadits, ahli tafsir dan ahli agama lainnya memang sudah mengharamkan seorang wanita melakukan jabat tangan dengan lelaki yang bukan mahramnya dan tidak ada satu ulama pun yang berselisih paham tentang masalah tersebut hingga detik ini kecuali untuk ulama yang memberikan fatwa perkataan menyimpang dari syariat Islam.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz yang ditanya perihal apa hukum berjabat tangan wanita menjelaskan jika wanita yang termasuk mahram dan berjabat tangan dengan ibu, putri, saudari, saudari bapak dan istrinya maka diperbolehkan untuk berjabat tangan. Akan tetapi selain mahram maka dilarang sebab ada seorang wanita yang mengulurkan tangan pada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berjabat tangan, maka beliau bersabda, “Sesungguhnya saya tidak menjabat tangan wanita.
Artikel terkait:
- Hukum Membaca Yasin di Kuburan
- Hukum Wanita Haid Ziarah Kubur
- Hukum Zina Tangan
- Hukum Wanita Memakai Parfum
Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata : “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah memegang tangan perempuan (yang bukan mahramnya) sama sekali, mereka hanya membaiatnya dengan ucapan”.
1. Hukum Berjabat Tangan Dengan Wanita Tua dan Jika memakai Penghalang
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz yang ditanya apakah hukum dari jabat tangan dengan wanita bukan mahram namun sudah tua dan apakah hukum berjabat tangan jika wanita tersebu memakai sarung tangan atau penghalang lain, maka Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menjawab tetap tidak diijinkan berjabat tangan selain mahram baik itu dengan wanita muda atau waita tua serta menjabat tangan lelaki muda atau sudah tua, sebab terdapat bahaya fitnah untuk setiap pihak.
Dalam hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya saya tidak menjabat tangan wanita”
Aisyah berkata : “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah memegang tangan perempuan (bukan mahramnya) sama sekali, karena hanya membai’atnya dengan perkataan”. Sehingga tidak membuat perbedaan antara berjabat tangan dengan penghalang atau tanpa penghalang berdasarkan dari keumuman dalil dan juga menutup jalan yang mendatangkan sebuah fitnah.
2. Hukum Berjabat Tangan Dengan Perempuan Mahram
Berjabat tanang dengan perempuan yang mahram, hukumnya boleh dan atas dasar sebuah hadits riwayat Abu Daud serta Titmidzi, menyatakan bahwa Nabi Muhammad juga pernah mencium putrinya Fatimah dan Fatimah pun pernah mencium Nabi jika Nabi sedang berkunjung ke rumahnya.
Hadits tersebut yang menjadi dalil para ulama untuk menetapkan ijin berjabat tangan antar pria dan wanita mahram sebab jika bersentuhan diperbolehkan, maka berjabat tangan juga diperbolehkan karena bagian dari bersentuhan.
3. Hukum Jabat Tangan Dengan Wanita Bukan Mahram
Wanita yang bukan mahram ada 2 jenis yakni perempuan tua dan juga muda dan keduanya mempunyai hukum berbeda dalam urusan berjabat tangan.
Hukum berjabat tangan dengan wanita tua bukan mahram: Bersalaman dengan wanita tua hukumnya diperbolehkan dengan syarat perempuan itu sudah terlihat tidak menarik dan juga tidak tertarik dengan lawan jenis. Kedua pihak sudah terbebas dari syahwat atau nafsu. Akan tetapi jika menurut madzhab Syafi’i hukumnya tetaplah haram.
Artikel terkait:
- Hukum Menyikat Gigi Saat Puasa
- Hukum Wanita Bercadar
- Hukum Mencukur Alis Dalam Islam
- Hukum Menyambung Rambut
Hukum berjabat tangan dengan wanita muda bukan mahram: Bersalaman dengan wanita bukan mahram yang masih mudah adalah haram secara mutlak dan sudah disepakati oleh empat Hanbali, Syafi’i, Maliki dan Hanafi.
4. Hukum Mengkhususkan Berjabat Tangan Sesudah Shalat
Dalam beberapa masjid kita sering melihat aktifitas berjabat tangan sesudah shalat lima waktu yakni berdiri sambil berjalan berkeliling untuk saling bersalaman. Apabila ditanyakan tentang kesunnahan serta contoh dari Nabi dan juga para shahabat, maka jawabannya adalah tidak ada khususnya untuk berjabat tangan sesudah shalat seperti ini dan tidak ada sunnah akan hal tersebut.
Namun jika yang perkarakan ialah apakah hal tersebut bid’ah atau tidak, maka masalah tersebut tidak bisa dibuat sederhana sebab ulama juga memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang apa yang tidak dikerjakan Nabi terutama yang berhubungan dengan ibadah yang boleh dikerjakan atau tidak.
Seperti pada berjabat tangan sesudah shalat, Nabi Saw juga tidak pernah melakukannya. Seperti yang diisyaratkan dalam sebauh hadits, “Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru karena sesungguhnya semua bid’ah adalah sesat.” ( HR. Ahmad dan Ibnu Majah, shohih).
Fadilah Berjabat Tangan
Berjabat tangan yang dilakukan sesama muslim yang sebagai pelaksanaan sunnah juga mempunyai fadlilah cukup besar seperti bisa memperkecil permusuhan, memperkuat kasih sayang, memperkuat tali silahturahmi dengan sesama muslim dan juga bisa menggugurkan dosa. Berjabat tangan yang dimaksud bukanlah berjabat tangan dengan beda lawan jenis sebab itu merupakan haram.
Hadits Keutamaan Berjabat Tangan
Ada beberapa hadits yang menyebutkan tentang keutamaan dalam berjabat tangan atau mushofahah dan berikut adalah penjelasan selengkapnya.
- Dosa Terampuni
Nabi Saw bersabda, “idaklah dua orang muslim bertemu kemudian berjabat tangan kecuali akan diampuni dosa keduanya selama belum berpisah.” (HR. Abu Daud, Shohih).
Nabi Saw juga bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin jika bertemu dengan mukmin yang lain, kemudian dia memberi salam dan menjabat tangannya maka dosa-dosa keduanya akan saling berguguran sebagaimana daun-daun pohon berguguran.” (HR. Al Munziri, Shohih).
- Menghilangkan Kebencian
Dari Ibnu Umar diceritakan “berupa hadits marfu’”, “Saling bersalamanlah kamu, maka akan hilang dengki dari hati kamu” (HR. Ibnu ‘Addy, Imam Malik).
- Mendatangkan Rahmat Allah Ta’ala
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya dua orang Islam jika bertemu terus bersalaman dan saling menanyakan (khabar), maka Allah menurunkan diantara keduanya 100 rahmat, yang 99 rahmat bagi yang lebih berseri-seri, lebih ceria, lebih baik dan lebih bagus pertanyaannya”. (HR. Thabrani, dha’if).
Artikel terkait:
- Hukum Memakai Jilbab
- Hukum Wanita Tidak Berjilbab Dalam Islam
- Hukum Semir Rambut Warna Hitam
- Hukum Minum Alkohol Tidak Sengaja
- Ciri Orang Lembut
Saat penduduk Yaman datang, Nabi Saw juga bersabda, “Penduduk Yaman telah datang, mereka adalah orang yang hatinya lebih lembut dari pada kalian.” Anas bin Malik ra. berkomentar tentang sifat mereka: “Mereka adalah orang yang pertama kali mengajak untuk berjabat tangan.” (HR. Ahmad, Shahih).
Pandangan Ulama Dalam Hukum Boleh Tidaknya Bersalaman Sesudah Shalat
Para ulama memiliki perbedaan pendapat tentang hukum berjabat tangan sesudah shalat. Sebagian ulama menghukumi hal tersebut sebagai mubah dan sebagian ulama lain beranggapan jika hal tersebut adalah perkara makruhah atau dibenci. Berikut ini adalah penjelasan tentang kelompok utama dan juga imam muslimin dengan nama besarnya yang bisa menjadi jaminan pandangan bermutu serta keilmuannya.
Artikel terkait:
- Hukum Suami Tidak Menafkahi Istri Dalam Islam
- Hukum Khitan Bagi Perempuan
- Hukum Wanita Bekerja Dalam Islam
- Hukum Memelihara Jenggot
A. Ulama Yang Membolehkan
- Imam ‘Izzuddin (Al ‘Izz) bin Abdussalamrah berkata, “Bid’ah-bid’ah mubahah (bid’ah yang boleh) contoh di antaranya adalah: bersalaman setelah subuh dan ‘ashar, di antaranya juga berlapang-lapang dalam hal-hal yang nikmat berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, melebarkan pakaian kebesaran ulama, dan melebarkan lengan baju.” (Qawaid Al Ahkam fi Mashalihil Anam, 2/173).
- Imam An Nawawi rah. Beliau berkata, “Ketahuilah, bersalaman merupakan perbuatan yang disunahkan dalam keadaan apa pun. Ada pun kebiasaan manusia saat ini bersalaman setelah shalat subuh dan ‘ashar, maka yang seperti itu tidak ada dasarnya dalam syariat, tetapi itu tidak mengapa. Karena pada dasarnya bersalaman adalah sunah, dan keadaan mereka menjaga hal itu pada sebagian keadaan dan mereka berlebihan di dalamnya pada banyak keadaan lain atau lebih dari itu, pada dasarnya tidaklah keluar dari bersalaman yang ada dalam syara’.” (Raudhatuth Thalibin, 7/438)”.
- Imam Abul Hasan Al Mawardi rah berkata, “Jika seorang imam sudah selesai dari shalatnya, dan jika yang shalat di belakangnya adalah seorang laki-laki, bukan wanita, maka dia bersalaman setelah shalat bersama mereka, dan setelah sempurna waktunya, hendaknya dia mengucapkan salam agar manusia tahu bahwa dia telah selesai dari shalat.”(Al Hawi Al Kabir, 2/343).
- Imam Ibnu Hajar Al Haitami rah berkata, “Tidak ada dasarnya bersalaman setelah shalat subuh dan ‘ashar, tetapi itu tidak mengapa, karena itu termasuk makna global dari bersalaman, dan Asy Syaari’(pembuat syariat) telah menganjurkan atas hal itu.” (Tuhfatul Muhtaj, 39/448)
- Imam Syihabuddin Ar Ramli rah., beliau berkata : “Sesungguhnya apa yang dilakukan manusia berupa bersalaman setelah shalat tidaklah ada dasarnya, tetapi itu tidak mengapa.” (Fatawa Ar Ramli, 1/385).
- Syaikh ‘Athiyah Shaqr bekata, ““Pendapat yang dipilih adalah bahwa hal itu tidaklah haram, dan hal itu telah termasuk dalam anjuran bersalaman ketika bertemu yang dengannya Allah Ta’ala akan menghapuskan kesalahannya, dan saya berharap perkara seperti ini jangan terus menerus diributkan. … (Fatawa Dar Al Ifta’ Al Mishriyah, 8/477).
B. Ulama Yang Melarang
- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rah berkata, “Bersalaman seusai shalat tidaklah disunahkan dan bahkan bid’ah”. (Majmu’ Fatawa, 23/339)
- Al Hafidz Ibn Hajar al Atsqalani berkata, “Berjabat tangan sesudah shalat adalah waktu yang dimakhruhkan sebab tidak mempunyai dasar pada syariat Islam.” (al Si’aayah fii al Kasyf ‘ammaa fii Syarh al Wiqaayah /264)
- Imam Ibnu Al Hajj Al Maliki rah berkata, “Berjabat tangan termasuk bid’ah yang harus dilarang di dalam masjid sebab berjabat tangan menurut syariat hanya dilakukan saat seorang muslim bertemu dengan saudaranya dan bukan dilakukan sesudah shalat lima waktu.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah, 37/363).
Artikel terkait:
- Dasar Hukum Islam
- Fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam
- Ijtihad Dalam Hukum Islam
- Hukum Menuntut Ilmu
- Fungsi Hadist Dalam Islam
Untuk yang mengikuti pendapat mengharamkan, maka menjadi haramlah hukumnya untuk berjabat tangan atau menyentuh tangan seseorang yang bukan mahramnya. Sedangkan untuk yang mengikuti pendapat memperbolehkan maka mubahlah hukumnya untuk mereka. Pada dasarnya, kita sangat wajib untuk mengikuti pendapat terkuat tanpa ada pengaruh suka atau tidaknya.