haid Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/haid Mon, 31 Jul 2023 06:22:11 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png haid Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/haid 32 32 Hukum Islam Cat Rambut Saat Haid Serta Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-islam-cat-rambut-saat-haid Mon, 31 Jul 2023 06:22:10 +0000 https://dalamislam.com/?p=12839 Mewarnai rambut kini menjadi tren fashion untuk menunjang penampilan, terdapat pula mereka yang cat rambut dengan tujuan menutupi uban. Hal ini dilakukan oleh berbagai kalangan, mulai dari anak muda sampai dengan orang tua. Perihal hukum mengecat rambut dalam islam khususnya pada saat haid, apakah diperbolehkan dalam islam? Majelis Ulama Indonesia mengkategorikan bahwa menyemir atau cat […]

The post Hukum Islam Cat Rambut Saat Haid Serta Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Mewarnai rambut kini menjadi tren fashion untuk menunjang penampilan, terdapat pula mereka yang cat rambut dengan tujuan menutupi uban. Hal ini dilakukan oleh berbagai kalangan, mulai dari anak muda sampai dengan orang tua.

Perihal hukum mengecat rambut dalam islam khususnya pada saat haid, apakah diperbolehkan dalam islam? Majelis Ulama Indonesia mengkategorikan bahwa menyemir atau cat rambut ini hukumnya adalah mubah. Boleh dilakukan namun, tidak ada janji berupa pahala terhadapnya.

Rasulullah SAW melarang hal ini, karena khususnya cat rambut saat haid bisa menjadi pembeda antara umat muslim dengan umat lainnya.

“Dari Abi Hurairah r.a ia berkata Rasulullah SAW bersabda: ‘Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak menyemir/mewarnai (rambut), maka berbedalah kalian dengan mereka’”. (HR. Imam al-Bukhari dan Imam Muslim).

Dari dalil tersebut telah dijelaskan bahwa apalagi cat rambut saat haid, yang namanya hukum mencat rambut setidaknya kita sebagai umat muslim agar berbeda dengan kaum non muslim.

Meski demikian, ada beberapa ketentuan hukum mewarnai rambut bagi wanita ketika masa haid untuk mengubah warna rambut agar tidak menyalahi syariat. Namun, sebelum itu hukum cat rambut saat haid dianggap tidak diperbolehkan. Meskipun alasannya adalah untuk menutupi uban. Bukankah uban tersebut akan menjadi cahaya di akhirat nanti.

Hukum Islam Cat Rambut Saat Haid dan Dalilnya

Mewarnai rambut ketika sedang haid adalah juga diperbolehkan, namun hukumnya Mubah, Boleh dilakukan namun, tidak ada janji berupa pahala terhadapnya.

Dari sisi medis, tidak ada larangan cat rambut saat haid, karena tindakan ini tidak berkaitan langsung dengan sensasi terbakar di kepala sebagaimana yang di khawatirkan. Walau dari sisi medis tidak berpengaruh, namun islam melarang umatnya untuk mewarnai rambut, khususnya warna hitam

Pada dasarnya hukum mewarnai rambut dalam islam saat haid adalah masih diperselisihkan oleh para Ulama’ (ada yang memperbolehkan) selama warna yang dipakai adalah merah atau kuning, bukan warna hitam. Namun bagi perempuan yang sudah memiliki suami diharuskan mendapat Izin dari suaminya sebelum mewarnai rambutnya.

The post Hukum Islam Cat Rambut Saat Haid Serta Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
9 Cara Beribadah Saat Haid dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/wanita/cara-beribadah-saat-haid Sat, 18 Jun 2022 02:10:50 +0000 https://dalamislam.com/?p=11652 Dalam Islam, haid adalah masa di mana seorang perempuan sedang dalam keadaan tidak suci atau ‘kotor’. Saat haid, perempuan diharamkan untuk melakukan sejumlah ibadah seperti salat, puasa, berhaji, dan membaca Alquran. Meski demikian masih ada beberapa amalan yang bisa dilakukan Muslimah yang sedang haid. Dengan melakukan amalan-amalan ini, ia tetap menegakkan ibadah dan dekat dengan […]

The post 9 Cara Beribadah Saat Haid dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam Islam, haid adalah masa di mana seorang perempuan sedang dalam keadaan tidak suci atau ‘kotor’. Saat haid, perempuan diharamkan untuk melakukan sejumlah ibadah seperti salat, puasa, berhaji, dan membaca Alquran.

Meski demikian masih ada beberapa amalan yang bisa dilakukan Muslimah yang sedang haid. Dengan melakukan amalan-amalan ini, ia tetap menegakkan ibadah dan dekat dengan Sang Pencipta.

Amalan-Amalan Ketika Haid yang Bisa Dilakukan

Amalan ketika haid ini bisa dilakukan tanpa sunah dan perintah Allah. Berikut ini adalah beberapa amalan ketika haid yang bisa dilakukan:

1. Berdzikir

Dzikir merupakan amal ibadah yang dianjurkan untuk siapa pun dan bisa dilakukan kapan pun. Jenis-jenis dzikir pun ada banyak.

Bahkan, ini bisa menjadi amalan yang bisa dilakukan oleh perempuan ketika haid. Perempuan tersebut bisa mengucapkan berbagai kalimah thayyibah seperti tasbih, tahmid, takbir, tahlil dan lainnya sebagai amalan ketika haid yang memberi keberkahan.

Keutamaan berdzikir juga bisa dilakukan untuk memohon pengampunan pada Allah dengan beristighfar dan bertobat. Para fuqaha (ahli fiqih) sepakat bahwa tiga poin ibadah, yaitu istighfar, zikir, dan doa tidak disyaratkan yang melakukannya harus dalam keadaan suci dari hadas baik hadas besar maupun hadas kecil.

Oleh karena itu, ini bisa menjadi amalan ketika haid yang dilakukan oleh kaum perempuan. Meskipun berhadas besar, tidak ada larangan baginya untuk beristighfar, zikir dan berdoa sepanjang waktu selama mampu.

Walaupun tidak boleh melaksanakan shalat wajib, tetapi dzikir dan mengingat Allah sebanyak-banyaknya tentu tidak dilarang.

2. Berdoa

Sama dengan berzikir, berdoa biasa dilakukan siapa pun dan kapan pun. Doa bisa juga mengandung ikhtiar untuk mendekatkan diri pada Allah dan menjadi amalan ketika haid yang mulia.

Karena berdoa adalah hal yang Allah perintahkan setiap saat dan bisa dilakukan kapan pun. Perempuan yang sedang dalam keadaan junub diperbolehkan membaca doa apa saja, karena tidak masuk ke dalam larangan saat haid.

Saat haid, perempuan masih bisa mengamalkan doa harian seperti al-Matsurat yang merupakan kumpulan doa harian yang diamalkan oleh Rasulullah. Sebab itu ketahui juga adab dalam berdoa.

3. Mendengarkan Alquran

Amalan ketika haid yang penuh pahala selanjutnya adalah mendengarkan lantunan Alquran. Meski tidak diperbolehkan membaca Alquran, perempuan yang haid tetap dianjurkan untuk mendengarnya. Ketahui juga keutamaan membaca Alquran.

Dengan tetap mendengar lantunan ayat suci, hati akan merasa selalu dekat dengan Allah. Terkait dengan ini, ada sebuah hadis dari Aisyah RA yang dia berkata:

“Rasulullah SAW meletakkan kepalanya di pangkuanku saat aku sedang haid, dan dia membaca Alquran,” (HR Ibnu Majah).

Meski masih ada perdebatan antara boleh atau tidaknya memegang atau mendengarkan Al-Qur’an, ada baiknya untuk tidak meninggalkan seluruhnya. Sebab, Al-Qur’an merupakan pegangan umat muslim yang tidak boleh dilupakan. Jadi jalan keluar yang baik adalah dengan mendengarkannya.

4. Mendengarkan Tausiyah dan Menuntut Ilmu

Perempuan haid diperbolehkan mendatangi kajian-kajian keagamaan, baik untuk mendengarkan tausiyah, menambah keimanan, serta menuntut ilmu. Seluruhnya akan menjadi amalan ketika haid yang selain mendatangkan pahala, juga menambah keilmuan bagi perempuan meski sedang haid.

Imam Muslim mencatat hadis tentang keutamaan orang yang sedang mencari ilmu, yakni:

“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah SWT menunjukkan jalan menuju surga baginya,” (HR Muslim).

Selain mendengarkan tausiyah secara langsung ke majelis ilmu, mendengarkan tausiyah sebagai amalan ketika haid juga bisa dilakukan dengan mendengarkannya di radio, menontonnya di televisi, atau streaming di halaman internet tentang keilmuan yang luas, tanpa harus terpatok pada ilmu keagamaan. Kenali

5. Bersedekah

Amalan ketika haid selanjutnya adalah bersedekah. Memperbanyak sedekah bisa dengan berbagai cara, mulai dari memberi santunan kepada fakir miskin, anak yatim hingga hanya menebar senyuman kebaikan kepada orang lain. Sedekah bisa dimulai dari sedekah yang mudah dilakukan dahulu.

Dalam hal bersedekah, Rasulullah SAW juga menyerukan dalam sebuah hadis. Rasulullah bersabda:

Wahai kaum perempuan! Bersedekahlah kamu dan perbanyaklah istighfar. Karena, aku melihat kaum perempuanlah yang paling banyak menjadi penghuni neraka.” (HR Muslim).

Allah SWT juga berfirman:

“Dan berikanlah infak di jalan Allah dan janganlah engkau menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah karena sesungguhnya Allah menyukai orang yang berbuat baik,” (QS Al-Baqarah: 195).

6. Bersilaturahmi

Bersilaturahmi menjadi salah satu amalan ketika haid yang yang paling mudah dilakukan. Salah satu hikmah silaturahmi dengan mengunjungi saudara, teman, dan kerabat bisa menambah pahala dan membuka pintu rezeki sesama umat.

Bersilaturahmi bisa dilakukan lewat media elektronik, mengunjungi rumah, atau melakukan kegiatan sosial. Dengan bersilaturahmi, perempuan bisa sejenak meluangkan waktu bersama dengan orang lain dan melupakan sejenak keletihan yang akan terbayar dengan senyuman teman atau saudara tersebut.

7. Menghadiri Pelaksanaan Shalat Hari Raya

Perempuan haid boleh dan bahkan dianjurkan menghadiri pelaksanaan shalat Ied, hanya saja tidak boleh ikut shahat. Ini akan menjadi amalan ketika haid yang tetap mendatangkan pahala meski terbatas karena hanya sebatas menghadiri.

Rasulullah SAW bersabda:

Segenap perempuan tua, gadis dan perempuan-perempuan yang sedang haid keluar rumah. Hendaknya mereka menghadiri amal kebaikan dan (ikut) berdoa dengan orang-orang beriman. Untuk perempuan-perempuan yang haid hendaknya menjauhi tempat salat,” (HR Bukhari).

8. Melayani Keperluan Suami

Selama bukan untuk berhubungan intim, istri yang sedang haid tetap harus melayani keperluan suaminya sehari-hari. Ini termasuk amalan ketika haid yang bagus, karena bukan hanya mendatangkan pahala, tapi juga memenuhi kewajiban terhadap suami.

Istri yang baik tentu harus memenuhi kebutuhan suaminya karena merupakan kewajibannya, mulai dari bangun tidur, kebutuhan makan, persiapan sebelum bekerja, hingga suami kembali lagi ke rumah yang disambut dengan senyum. Namun jika haid teralalu sakit, lakukan hal yang hanya bisa dilakukan sebisanya.

9. Berbuat Baik Kepada Sesama

Cakupan amal saleh sangat luas, salah satunya adalah berbuat baik terhadap sesama. Melakukan perbuatan baik terhadap sesama manusia adalah perintah Allah SWT yang juga dapat meningkatkan silaturahmi dan toleransi.

Misalnya, salsh satu amalan ketika haid sebagai bentuk perbuatan baik adalah memberi makanan untuk orang yang akan berbuka puasa. Ada pahala utama bagi orang yang menyediakan hidangan (iftar) untuk orang yang berpuasa.

Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa yang memberi makan orang yang berbuka, dia mendapatkan seperti pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun,” (HR At-Tirmidzi).

Agar tidak kehilangan sumber pahala meski memiliki keterbatasan, hendaknya amalan ketika haid tersebut dilakukan sepenuh hati dengan mengharap ridho illahi. Sehingga, apapun kebaikan yang dilakukan akan tercatat sebagai amalan yang baik.

The post 9 Cara Beribadah Saat Haid dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Alasan Wanita Haid Tidak Boleh Berpuasa yang Perlu diketahui https://dalamislam.com/puasa/alasan-wanita-haid-tidak-boleh-berpuasa Mon, 09 May 2022 09:29:37 +0000 https://dalamislam.com/?p=10766 Pada bulan puasa yang penuh rahmah ini banyak sekali dari kita yang menunaikan ibadah puasa, kendati demikian banyak dari kaum perempuan ada suatu hal yang istimewa, yaitu saat haid tidak diperbolehkan untuk berpuasa. Sekilas jika kita lihat memang seperti keringanan atau rukshah bagi kaum wanita, namun jika dipahami arti kata rukshah sebenarnya berarti berada diantara […]

The post Alasan Wanita Haid Tidak Boleh Berpuasa yang Perlu diketahui appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pada bulan puasa yang penuh rahmah ini banyak sekali dari kita yang menunaikan ibadah puasa, kendati demikian banyak dari kaum perempuan ada suatu hal yang istimewa, yaitu saat haid tidak diperbolehkan untuk berpuasa.

Sekilas jika kita lihat memang seperti keringanan atau rukshah bagi kaum wanita, namun jika dipahami arti kata rukshah sebenarnya berarti berada diantara 2 pilihan yang dari kedua pilihan tersebut boleh dilakukan.

Padahal tidak berpuasanya wanita haid bukanlah sebuah pilihan, karena justru mereka wajib tidak berpuasa.

Disini dapat digaris bawahi bahwa baik wanita haid ataupun wanita nifas yang tidak berpuasa bukan karena harus memilih, sebagaimana seorang musafir yang boleh berpuasa atau tidak kala bepergian jauh, namun karena Islam memang melarang mereka untuk berpuasa.

Sebagaimana kutipan dari para ulama mazhab terkait wanita haid dan nifas :

Al-Imam Abu al-Hasan Ali Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Habib al-Mawardi (w.450H);

لا اختلاف بين الفقهاء أن الحائض لا صوم عليها في زمان حيضها بل لا يجوز لها، ومتى طرأ الحيض على الصوم أبطله، إلا طائفة من الحرورية تزعم أن الفطر لها رخصة فإن صامت أجزأها

Tidak ada perbedaan pendapat ulama fikih tentang larangan berpuasa bagi wanita selama mereka haid. Bahkan ketika haid muncul saat berpuasa otomatis puasa tersebut batal, kecuali menurut pendapat satu kelompok Harûriyyah (khawarij) yang menganggap berbuka bagi wanita haid hanyalah sebuah rukhshah, dan tetap sah apabila mereka tetap memilih berpuasa

(Al-Mawardi, al-Hâwî al-Kabîr Syarh Mukhtashar al-Muzanî, vol.3, hal.962)

Al-Imam Abu al-Ma‘ali Abdul Malik Ibn Abdillah Ibn Yusuf al-Juwaini (w.478H);

الأمة أجمعت على أن الواجب هو الصيام الصحيح، ثم اتفقوا على أنه لا يصح من الحائض الصيام، كيف وقد أجمعوا على أنها لو أمسكت عن المفطرات ناوية صومها عصت الله

Umat (ulama) telah berijma‘ bahwa yang wajib dilakukan itu adalah puasa yang sah dilakukan. Kemudian mereka sepakat tidak sah puasa wanita haid. Karena bagaimana bisa sah, sedangkan telah ada ijma‘ wanita haid dianggap bermaksiat kepada Allah apabila mereka menahan diri dari yang membatalkan sembari tetap berniat berpuasa

(Al-Juwaini, al-Talkhîsh Fî Ushûl al-Fiqh, vol.1, hal.422-433)

Al-Imam Abu Bakr Ala’uddin Ibn Mas‘ud Ibn Ahmad al-Kasani (w.587H);

ومنها الطهارة عن الحيض والنفاس فإنها شرط صحة الأداء بإجماع الصحابة رضي الله عنهم

Dan di antara sebab wanita sudah dapat berpuasa adalah suci dari haid dan nifas karena merupakan syarat sah menunaikan puasa berdasarkan ijma‘ para sahabat radhiyallâhu ‘anhum

(Al-Kasani, Badâi’ al-Shanâi’ Fî Tartîb al-Syarâi‘, vol.2, hal.83)

Al-Imam Abu Muhammad Baha’uddin Abdurrahman Ibn Ibrahim Ibn Ahmad al-Maqdisi (w.624H);

الحائض والنفساء تفطران وتقضيان إجماعا، وإن صامتا لم يجزئهما إجماعا

Wanita haid dan nifas mesti berbuka dan mengqadha puasa tersebut berdasarkan ijma‘, dan jika mereka tetap berpuasa maka belum sah berdasarkan ijma‘

(Baha’uddin al-Maqdisi, al-‘Uddah Syarh al-‘Umdah, vol.1, hal.41)

Al-Imam Abu Muhammad Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah al-Maqdisi (w.630H);

أجمع أهل العلم على أن الحائض والنفساء لا يحل لهما الصوم وإنهما يفطران رمضان ويقضيان وإنهما إذا صامتا لم يجزئهما الصوم

Ulama berijma‘ tidak halal berpuasa bagi wanita haid dan nifas karena mereka harus tidak berpuasa Ramadhan dan harus mengqadha puasa tersebut. Apabila mereka tetap berpuasa maka puasanya belum sah

(Ibn Qudamah, al-Mughnî Syarh Mukhtashar al-Kharqî, vol.3, hal.83)

Al-Imam Tajuddin Abdul Wahhab Ibn ‘Ali Ibn Abdil Kafi al-Subuki (w.771H);

وامتناع الصوم شرعا على الحائض بالإجماع فيحرم عليها ولا يصح

Larangan berpuasa menurut agama bagi wanita haid adalah berdasarkan ijma‘, sehingga mereka haram berpuasa dan memang tidak sah

(Al-Subuki, al-Ibhâj Fî Syarh Minhâj al-Wushûl Ilâ ‘Ilm al-Ushûl, vol.1, hal.79)

Wallâhu A‘lam.

Selain karena agama yang memang melarang, dalam ilmu medis ternyata juga turut memberikan sejumlah fakta kesehatan di balik ketentuan ini.

Memaksakan diri untuk berpuasa dikala haid atau nifas justru memunculkan sejumlah gejala dan membuat tubuh semakin tidak nyaman.

Dan berikut ini adalah sejumlah alasan wanita haid tidak boleh berpuasa dalam kacamata medis.

  • Banyak Darah Keluar

Darah haid biasanya cukup banyak, berasal dari peluruhan dinding rahim yang sebelumnya menebal. Pendarahan yang cenderung deras saat hari pertama haid dan berangsur menurun pada hari berikutnya hingga selesai. Banyak keluarnya darah ini membuat wanita yang sedang haid rentan mengalami lemas dan lesu.

  • Nyeri Perut

Gejala khas saat haid adalah nyeri atau kram perut. Rasa sakit ini berasal dari peluruhan dinding rahim. Sebagian wanita hanya mengalami nyeri perut beberapa jam awal saat haid, tapi sebagian lain mungkin merasakannya sepanjang hari. Pada kasus yang parah, nyeri haid tidak tertahankan menurunkan kesadaran (pingsan). Rasa nyeri yang tak tertahankan dan berulang sebaiknya dibicarakan dengan dokter.

  • Migrain

Selain merasakan gejala nyeri pada perutnya, wanita haid atau nifas juga rentan terkena migrain. Ketika migrain menyerang, tentu saja wanita yang mengalami haid ataupun nifas akan tidak nyaman dalam menunaikan ibadah puasa.

  • Sensitif Terhadap Rasa Nyeri

Saat haid atau nifas wanita mengalami penurunan hormon estrogen. Kondisi ini membuatnya lebih sensitif terhadap rasa sakit, sehingga ia mudah lelah, nyeri punggung, dan gangguan kesehatan lain. Acap kali, bagi wanita yang tidak kuat merasakan gejala nyeri ini, mereka mengonsumsi obat pereda nyeri.

The post Alasan Wanita Haid Tidak Boleh Berpuasa yang Perlu diketahui appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Suci Haid Di Siang Hari Bulan Ramadhan https://dalamislam.com/puasa/hukum-suci-haid-di-siang-hari-bulan-ramadhan Wed, 08 May 2019 23:49:42 +0000 https://dalamislam.com/?p=6765 Sebagaimana telah kita pahami bersama bahwa puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang telah baligh atau dewasa, berakal, dan mampu untuk menjalankan puasa. Khusus bagi wanita, menurut syarat sah puasa Ramadhan, tidak wajib berpuasa ketika haid dan nifas. Namun, mereka wajib mengganti puasanya di lain waktu. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Jika kami mengalami haid, maka […]

The post Hukum Suci Haid Di Siang Hari Bulan Ramadhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sebagaimana telah kita pahami bersama bahwa puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang telah baligh atau dewasa, berakal, dan mampu untuk menjalankan puasa. Khusus bagi wanita, menurut syarat sah puasa Ramadhan, tidak wajib berpuasa ketika haid dan nifas. Namun, mereka wajib mengganti puasanya di lain waktu.

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

“Jika kami mengalami haid, maka diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan mengqadha shalat.”
(HR. Muslim)

Para ulama bersepakat bahwa ada beberapa larangan saat haid dan nifas bagi wanita di antaranya adalah meninggalkan puasa (puasa wajib dan macam-macam puasa sunnah) dan shalat (shalat wajib atau shalat fardhu dan shalat sunnah). Dikutip dari Shahih Bukhari,

Baca juga :

“Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far berkata, telah menceritakan kepada saya Zaid dari ‘Iyadh dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu berkata : Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila (seorang wanita) sedang mengalami haid, maka dia tidak shalat dan tidak puasa. Yang demikian itu menunjukkan kurangnya agamanya.”
(HR. Bukhari)

Jika seorang wanita mendapati telah suci dari haid, maka ia diwajibkan berpuasa Ramadhan dan mengqadha puasa sebanyak hari yang ditinggalkan di lain waktu. Lantas, bagaimana dengan hukum suci haid di siang hari bulan Ramadhan? Dinyatakan dalam Ensiklopedi Islam,

“Tidak ada perselisihan di kalangan ulama bahwa ketika darah haid telah berhenti setelah terbit fajar, maka puasanya di hari itu batal dan ia wajib mengqadhanya. Kemudian ia wajib menghindari makan dan minum menurut mahdzab Hanafiyah dan Hamblai. Sementara itu menurut Malikiyah, dia boleh melakukan semua pembatal puasa, dan tidak ada anjuran untuk menghindari makan dan minum. Sedangkan menurut Syafi’iyah, tidak wajib baginya menghindari makan dan minum.”
(al-Mausu’ah al Fiqhiyah, 18/318)

Dari ulasan di atas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan menurut pendapat para ulama, diantaranya adalah sebagai berikut.

  • Mengacu pada pendapat Hanafiyah dan Hambali, seorang wanita suci haid di pagi hari maka ia wajib menghindari makan dan minum hingga maghrib layaknya orang yang berpuasa meskipun hari itu tidak dihitung sebagai ibadah puasa.
  • Menurut pendapat Syafi’iyah, seorang wanita suci haid di pagi hari maka ia dianjurkan untuk tidak makan dan minum seperti halnya orang yang berpuasa. Namun hal ini tidak wajib.
  • Menurut pendapat Malikiyah, seorang wanita suci haid di pagi hari maka ia dibolehkan makan dan minum sebagaimana halnya orang yang tidak berpuasa.

Baca juga :

Hukum Suci Haid di Siang Hari Bulan Ramadhan

Ada beberapa pendapat terkait dengan hal ini, di antaranya adalah sebagai berikut.

  • Seorang wanita suci haid di siang hari, ia dibolehkan makan dan minum di hari itu. Dan ia dibolehkan melayani suaminya dengan catatan suami tidak berpuasa karena ada udzur syar’i.
  • Menurut pendapat mayoritas ulama, jika seorang wanita suci haid sebelum masuk fajar Subuh dan ia berniat untuk berpuasa, puasanya sah walaupun mandinya setelah subuh. Dengan catatan ia segera mandi wajib dan menunaikan shalat Subuh.
  • Jika seorang wanita haid di siang hari puasa Ramadhan, puasanya batal dan ia tidak perlu meneruskan puasanya hingga Maghrib. Yang harus diperhatikan adalah ia tidak berbuka puasa di hadapan orang lain dan anak-anak.

Dari ulasan singkat di atas dapat disimpulkan bahwa hukum suci haid di siang hari bulan Ramadhan bagi wanita adalah dibolehkan untuk tidak berpuasa, makan dan minum, serta melayani suaminya jika sang suami tidak berpuasa karena udzur syar’i.

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum suci haid di siang hari bulan Ramadhan. Semoga bermanfaat.

The post Hukum Suci Haid Di Siang Hari Bulan Ramadhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Minum Obat Pencegah Haid Untuk Berpuasa Ramadan https://dalamislam.com/puasa/hukum-minum-obat-pencegah-haid-untuk-berpuasa-ramadan Sat, 13 Apr 2019 02:10:22 +0000 https://dalamislam.com/?p=6366 Haid merupakan waktu dilarangnya seorang perempuan untuk beribadah. Karena pelarangan tersebut, maka seorang perempuan diharamkan untuk melakukan ibadah wajib seperti salat dan berpuasa. Namun menjelang bulan Ramadan, tentu saja ada beberapa perempuan yang enggan melewatkan keberkahannya, sehingga mereka mengkonsumsi obat pencegah Haid agar dapat melaksanakan ibadah puasa. Tentu saja karena alasan itu, muncul berbagai macam […]

The post Hukum Minum Obat Pencegah Haid Untuk Berpuasa Ramadan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Haid merupakan waktu dilarangnya seorang perempuan untuk beribadah. Karena pelarangan tersebut, maka seorang perempuan diharamkan untuk melakukan ibadah wajib seperti salat dan berpuasa. Namun menjelang bulan Ramadan, tentu saja ada beberapa perempuan yang enggan melewatkan keberkahannya, sehingga mereka mengkonsumsi obat pencegah Haid agar dapat melaksanakan ibadah puasa.

Tentu saja karena alasan itu, muncul berbagai macam pertanyaan yang mengganjal. Apakah diperbolehkan seorang perempuan mengkonsumsi obat pencegah haid saat ramadan? Apakah hukum minum obat pencegah haid untuk berpuasa ramadan? Mari kita pahami permasalahan ini dari sudut pandang ulama.

Pendapat Ulama Mengenai Hukum Meminum Obat Haid untuk Berpuasa

Dalam mengkaji permasalahan tersebut, banyak ulama yang setuju untuk berucap bahwasanya boleh kepada para perempuan yang memang berniat mengkonsumsi obat pencegah haid selama bulan ramadan sebagai upaya unuk ikut berubadah. Asalkan, memiliki syarat obat-obatan tersebut tidak membahayakan pemakainya, baik dalam kurun jangka pendek maupun jangka panjang.

Imam Ibnu Baz berpendapat bahwa :

لا حرج أن تأخذ المرأة حبوب منع الحيض تمنع الدورة الشهرية أيام رمضان حتى تصوم مع الناس….. وإن وجد غير الحبوب شئ يمنع الدورة فلا بأس إذا لم يكن فيه محذور شرعاً ومضرة.

 “Tidak masalah bagi wanita untuk menggunakan obat pencegah haid, menghalangi datang bulan selama bulan Ramadhan, sehingga dia bisa berpuasa bersama kaum muslimin lainnya. Dan jika ada cara lain selain mengkonsumsi obat untuk menghalangi terjadinya haid, hukumnya boleh, selama tidak ada hal yang dilarang syariat dan tidak berbahaya.”

Dalam pendapat ini, diikuti dengan ketentuan bahwa darah Haid harus sepenuhnya kering agar perempuan tersebut benar-benar suci untuk berpuasa. Apabila setelah minum obat pencegah Haid namun darah masih keluar meskipun sedikit, maka perempuan tersebut masih dikategorikan dalam masa Haid, sehingga tidak diperbolehkan untuk melaksanakan puasa.

Baca juga :

Namun, disamping pendapat tersebut, sebenarnya ada pandangan lain yang muncul. Bahwasanya tidak disarankan kepada para perempuan yang memang berniat mengkonsumsi obat pencegah Haid selama bulan ramadan. Pendapat yang ini disampaikan oleh Imam Ibnu Utsaimin tatkala ditanya perihal penggunaan obat pencegah Haid. Beliau menjawab :

لا نرى أنها تستعمل هذه الحبوب لتعينها على طاعة الله ؛ لأن الحيض الذي يخرج شيءٌ كتبه الله على بنات آدم

 “Saya tidak menyarankan para wanita menggunakan obat semacam ini, untuk membantunya melakukan ketaatan kepada Allah. Karena darah haid yang keluar, merupakan sesuatu yang Allah tetapkan untuk para putri Adam.”

Penguatan yang beliau sampaikan terkait hukum minum obat pencegah haid untuk berpuasa ramadan adalah berasal dari Hadist yang berbunyi :

وقد دخل النبي صلى الله عليه وسلم على عائشة وهي معه في حجة الوداع وقد أحرمت بالعمرة فأتاها الحيض قبل أن تصل إلى مكة فدخل عليها وهي تبكي ، فقال ما يبكيك فأخبرته أنها حاضت فقال لها إن هذا شيءٌ قد كتبه الله على بنات آدم ،

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui Aisyah di kemahnya ketika haji wada’. Ketika itu, Aisyah telah melakukan ihram untuk umrah, namun tiba-tiba datang haid sebelum sampai ke Mekah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui Aisyah, sementara dia sedang menangis. Sang suami yang baik bertanya, “Apa yang menyebabkan kamu menangis?” Aisyah menjawab bahwa dia sedang sakit. Nabi menasehatkan, “Ini adalah keadaan yang telah Allah tetapkan untuk para putri Adam”

Kedua pandangan tersebut memang saling bersebrangan. Dalam pandangan yang ke dua, dari Imam Ibnu Utsaimin yang menjelaskan bahwasanya meminum obat pencegah haid itu tidak disarankan, sebenarnya memang sedikit mengecewakan para perempuan yang berniat untuk mendulang pahala berlipat di bulan ramadan.

Namun terlepas dari amalan-amalan yang dilarang dilaksanakan dalam syariat, para perempuan masih dapat beribadah dan melakukan amalan-amalan lain yang memang diluar ibadah yang diharamkan. Amalan-amalan yang dapat dilakukan oleh perempuan Haid antara lain :

Baca juga :

1. Membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf (lembaran) nya

Karena tidak ada dalil yang menyebutkan bahwa wanita Haid dilarang membaca Al-Qur’an, maka perempuan yang sedang Haid dan membaca Al-Qur’an hukumnya boleh. Asalkan, tangannya tidak bersentuhan dengan mushaf Al-Qur’an secara langsung.

Sebagian ulama menyebutkan bahwasanya yang dimaksud dengan mushaf yang tidak boleh disentuh adalah termasuk kulitnya atau sampulnya karena dia masih menempel. Adapun memegang mushaf dengan sesuatu sebagai penghalang (seperti kain ataupun sarung tangan) masih diperbolehkan. Dam pendapat lain yang menyebutkan bahwa membaca Al-Qur’an lewat aplikasi maka tidak apa-apa.

2. Amalan-Amalan D’oa

Berdo’a kepada Allah, memohon ampunan dan tatkala melakukan segala sesuatu juga merupakan amalan yang dapat dilakukan oleh perempuan dalam masa Haid.

3. Berdzikir Mutlak.

Mengucap kalimat tasbih (subhanallah), tahlil (la ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah), dan zikir lainnya sebanyak mungkin. Para ulama sepakat bahwasanya perempuan haid atau orang junub boleh membaca dan mengucapkan dzikir.

4. Belajar Buku Perihal Agama

Membaca buku-buku perihal keislaman juga bisa dihitung ibadah apabila kita meniatinya dengan tholabul ‘ilmi dan ikhlas. Keberkahan juga bisa berlipat ganda apabila dilakukan sewaktu bulan ramadan.

5. Mendengarkan Majelis Ilmu

Menyimak ceramah, dan kajian-kajian bermanfaat juga merupakan ibadah, terlebih lagi di momen ramadan merupakan momen yang sangat cocok untuk dilakukan.

6. Berinfaq dan Bersedekah

Bersedekah dan saling memberi sebanyak mungkin sesuai kemampuan kita kepada orang yang membutuhkan merupakan salah satu keutamaan juga.

Baca juga :

Atas penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya hukum minum obat pencegah haid untuk berpuasa ramadan, sebagian ulama berpendapat bahwa hal tersebut mubah (boleh dilakukan) karena memang tidak ada dalil yang melarangnya.

Namun dalam pandangan lain disebutkan bahwa apabila seorang perempuan dikodratkan untuk memasuki masa Haid di bulan ramadan, alangkah baiknya jika dia tidak puasa. Kalau memang masih ingin ikut mengumpulkan berkah Ramadan, maka masih banyak amalan lain yang dapat dilakukan. Selebihnya, Puasa perempuan tersebut bisa diganti di lain waktu.

Saya sendiri, bahwa apabila seandainya harus memilih antara yang paling aman, tentu saja saya akan lebih condong ke pandangan yang ke dua, pasalnya misalnya seorang perempuan sedang memasuki masa haid, maka bukan berarti perempuan tersebut tidak bisa mendapat pahala sama sekali.

Dan Allah yang maha bijaksana memberi keringanan apabila seorang perempuan tidak bisa melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, maka diperbolehkan untuk menggantinya di bulan lain sebelum Ramadan berikutnya (maksimal bulan syaban atau bulan sebelum ramadan). Bukti bahwa Allah tidak akan mengurangi hak pahala ibadah kita apabila kita memiliki niat ikhlas untuk menjalankannya.

Namun juga harus digaris bawahi, bahwasanya pilhan yang saya lakukan bukan merupakan kajian dari fiqih yang mendalam. Oleh katena itu, saya sarankan untuk mencari rujukan lain agar lebih mantap dalam menyikapinya. Kebenarannya, wallahu a’lam.

Demikian kajian perihal hukum minum obat pencegah haid saat ramadan, semoga kita selalu diberi ampunan dan dituntun menuju jalan yang lurus. Amin

Hamsa,

The post Hukum Minum Obat Pencegah Haid Untuk Berpuasa Ramadan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Istihadhah Saat Puasa Ramadhan https://dalamislam.com/info-islami/hukum-istihadhah-saat-puasa-ramadhan Fri, 12 Apr 2019 11:42:15 +0000 https://dalamislam.com/?p=6359 Istihadah adalah darah yang keluar di luar jadwal haid dan juga di luar masa nifas dan hendaknya memahami larangan saat nifas menurut islam Darah ini disebut darah penyakit. Karena bukan berasal dari rahim sebagaimana darah haid atau nifas. Namun disebabkan oleh adanya urat yang pecah atau putus dan kalau keluar langsung mengental. Sifatnya hampir mirip […]

The post Hukum Istihadhah Saat Puasa Ramadhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Istihadah adalah darah yang keluar di luar jadwal haid dan juga di luar masa nifas dan hendaknya memahami larangan saat nifas menurut islam

Darah ini disebut darah penyakit. Karena bukan berasal dari rahim sebagaimana darah haid atau nifas. Namun disebabkan oleh adanya urat yang pecah atau putus dan kalau keluar langsung mengental. Sifatnya hampir mirip dengan darah yang keluar saat luka.

Para ulama menjelaskan, bahwa hukum yang berlaku pada darah istihadoh berbeda dengan darah haid. Wanita yang haid dilarang untuk sholat, puasa dan tawaf. Adapun wanita yang mengalami Istihadah, hukumnya seperti keadaan suci. Dia tetap diwajibkan sholat, puasa, dan boleh melakukan ibadah lainnya selayaknya wanita yang suci sebagaimana sumber syariat islam.

Imam al Qurtubi rahimahullah menerangkan,

المستحاضة تصوم، وتصلِّي، وتطوف، وتقرأ، ويأتيها زوجه

“Wanita yang mustahadhoh, tetap diperintahkan puasa, sholat, tawaf, membaca Al Quran (meski dengan menyentuh mushaf, pent), dan diperbolehkan melakukan hubungan intim dengan suaminya agar mendapat pahala yang didapat bersama istri.” (Al-Jami’ li Ahkam al Qur’an 2/86).

Keterangan ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis Aisyah radhiyallah ‘anha, beliau mengatakan,

جائت فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! إِنِّي اِمْرَأَةٌ أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ اَلصَّلَاةَ؟

Fathimah binti Abu Hubaisy datang menemui Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam kemudian berkata: tentang adab wanita saat haid dalam islam

“Ya Rasulullah, sungguh aku ini perempuan yang selalu keluar darah (Istihadah) dan tidak pernah suci. Bolehkah aku meninggalkan shalat? ”

Rasul menjawab : keutamaan haid dalam islam

لَا إِنَّمَا ذَلِكَ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِحَيْضٍ فَإِذَا أَقْبَلَتْ حَيْضَتُكِ فَدَعِي اَلصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ اَلدَّمَ ثُمَّ صَلِّي

“Tidak, itu hanyalah darah penyakit, bukan darah haid. Bila haidmu datang tinggalkanlah shalat. Dan bila haid itu berhenti, bersihkanlah dirimu dari darah itu (mandi), lalu shalatlah. ” (Muttafaqun ‘alaih).

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, saat menjelaskan potongan hadis “darah Istihadah itu hanyalah darah penyakit.”,

وفي هذا إشارة إلى أن الدم الذي يخرج إذا كان دم عرق – ومنه دم العملية [ الجراحية ]- فإن ذلك لا يعتبر حيضاً ، فلا يحرم به ما يحرم بالحيض ، وتجب فيه الصلاة والصيام إذا كان في نهار رمضان.

“Ini menunjukkan, bahwa darah yang keluar apabila darah tersebut adalah darah penyakit; diantaranya darah yang keluar saat operasi, maka darah itu tidak disebut darah haid. Oleh karenanya, tidak menyebabkan berlakunya larangan sebagaimana yang berlaku pada wanita haid. Maka tetap diwajibkan sholat dan puasa; apabila terjadi di siang hari ramadhan.” (Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin, jilid 11, soal nomor 226).

Banyak yang ragu-ragu berpuasa saat wanita masih mengeluarkan darah selepas atau di luar siklus menstruasinya. Pengasuh Pesantren Daarut Taubah Harapan Jaya Ustad Mohammad Rois menjawab bahwa darah yang keluar selain haid dan nifas maka darah itu disebut darah penyakit atau darah istihadhah.
“Untuk yang mengalami darah istihadhah ini, diwajibkan menjalan syariat sebagaimana ia masih dalam keadaan suci,”kata Ustaz Rois.

Ustaz Rois merujuk kepada hadis dari Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, “Yang demikian itu hanyalah satu gangguan dari setan, maka anggaplah dirimu haid selama enam atau tujuh hari. Setelah lewat dari itu mandi lah, maka apabila engkau telah suci salat lah selama 24 atau 23 hari, puasa lah dan salat lah. Hal ini mencukupimu, demikianlah engkau lakukan setiap bulannya sebagaimana para wanita biasa berhaidh.”(HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan ia menshahihkannya. Dinukilkan pula penshahihan Al-Imam Ahmad terhadap hadis ini, sedangkan Al-Imam Al-Bukhari menghasankannya. Lihat Subulus Salam, 1/159-160).

Oleh karena itu, diwajibkan bagi wanita yang masih mengeluarkan darah istihadhah untuk berpuasa dan salat sebagaimana biasanya.

Istihadhah adalah keluarnya darah secara terus menerus pada diri seorang wanita. Bisa terjadi selamanya, bisa pula berhenti dalam beberapa waktu. Dalil akan kemungkinan darah akan terus menerus keluar adalah hadist ‘Aisyah dalam shahih buhkari beliau berkata Fatimah bintu Abi Hubaisy berkata Rasulullah bersabda :

“wahai Rasulullah sesungguhnya aku wanita yang tidak pernah mengalami masa suci” (dalam riwayat yang lain); sesungguhnya aku mengalami istihadhah dan tidak pernah suci”

Adapun dalil yang menjelaskan yang keluarnya terhenti kecuali hanya dalam waktu yang sebentar saja adalah hadist Hammah bini Jahsyin, dimana beliau mendatangi nabi dan berkata :

“wahai Rasulullah sesungguhnya aku mengalami istihadhah banyak sekali “ (HR. Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi dan beliau menshahihkannya. Di nukil bahwasannya Imam Ahmad menshahihkannya dan Al Bukhari menghasankan)”

Kondisi wanita yang mengalami Istihadhah

Wanita yang mengalami istihadah ada tiga keadaan :

1. Dia memiliki massa haid yang jelas sebelum mengalami istihadhah. Maka kondisi yang seperti ini dikembalikan kepada masa haidnya yang sudah diketahui pada massa sebelum dia istihadhah dan di luar hari hari yang biasa dia mengalami haid, berlaku padanya hukum wanita yang istihadhah.
Fatimah bintu Abi Hubaisy berkata : wahai Rasulullah sesungguhnya aku mengalami istihadhah dan tidak pernah suci. Apakah aku harus meninggalkan shalat ? beliau menjawab :

“ Tidak, sesungguhnya itu hanyalah urat (pada rahim) yang terbuka, akan tetapi tinggalkan shalat seukuran engkau biasa mengalami haid kemudian mandilah (haid) dan shalatlah (HR. Al Bukhari).

2. Apabila dia tidak memiliki kebiasaan haid yang jelas sebelum dia mengalami istihadhah. Apabila dia tidak memiliki kebiasaan haid yang jelas sebelum dia mengalami istihadhah, karena istihadhah itu berlangsung terus menerus sejak awal keluar darah darinya.

Maka pada kondisi yang seperti ini dia beramal dengan perbedaan kondisi darah yang keluar tersebut. dimana haidnya diperhitungkan dengan kondisi darah yang berwarna kehitaman, atau kental atau baunya yang dengan itu berlaku padanya hukum – hukum haid. Adapun jika cirinya tidak seperti itu maka di hukumi darah istihadhah sehingga berlaku padanya hukum – hukum istihadhah. Hal ini berdasarkan sabda nabi kepada Fatimah bintu Abi Hubaisy :

“ jika darah itu haid, maka sesungguhnya darahnya kehitaman dan dikenali. Jika demikian kondisi darahnya maka tahanlah dirimu dari melakukan shalat. Sedangkan jika kondisi darahnya tidak demikian , maka berwudhulah dan shalatlah karena sesungguhnya itu hanyalah dari urat (rahim) yang terbuka (HR. Abu Dawud dam An Nasa’I dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim)

pada sanad dan matannya hadist ini ada kelemahan, akan tetapi para ulama telah beralmal dengan hadist tersebut. dan yang demikian lebih utama daripada mengembalikan hukum wanita yang kondisinya seperti ini kepada adat / kebiasaan keumuman wanita.

3. Seorang yang tidak memiliki masa haid yang jelas juga dan tidak ada perbedaan kondisi perbedaan darah yang jelas pula.

Seperti seorang yang mengalami istihadhah terus menerus sejak pertama kali keluar darah, sedangkan sifat darahnya sama atau sifatnya kacau, sehingga tidak mungkin di hukumi sebagai darah haid. Kondisi ini di berlakukan padanya kondisi haid keumuman wanita.
Contoh dalam masalah ini : seorang melihat darah terus keluar pada hari kelima bulan tersebut. kemudian darah terus keluar tanpa ada perbedaan sifat darah yang jelas untuk bisa dihukumi sebagai darah haid, tidak dari sisi warnanya tidak pula yang lainya. Maka haid dihitung setiap bulan selama enam atau tujuh hari

Dalilnya adalah hadist Hamnah bintu Jahsyin dia berkata :

“wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mengalami istihadhah banyak sekali. Bagaimana menurutmu? Aku telah terhalang dengan sebab itu dari menuaikan shalat dan puasa”. Beliau berkata : “aku akan tunjukan padamu untuk mengetahuinya. Gunakan kapas untuk menutup kemaluanmu karena di akan menutup aliran darahmu” dia berkata : darah tersebut terlalu deras. Kemudian di hadist tersebut Nabi bersabda : “sesungguhnya darah tersebut tendangan – tendangan syaitan, maka massa haidmu enam atau tujuh hari berdasarkan ilmu Allah Ta’ala. Kemudian mandilah jika engkau melihat dirimu sudah bersih (dari haidmu) dan berpuasalah” (HR.Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi dan beliau menshahihkannya. Di nukilkan bahwasannya Imam Ahmad menshahihkanya dan Al Bukhari menghasankannya)”

Kondisi yang mirip dengan Orang terkena Istihadhah.

Terkadang terjadi pada seorang wanita suatu sebab yang mengharuskan mengalir darah dari kemaluanya, seperti akibat oprasi rahim atau sebab lainya. Keadaan ini ada dua macam :

1. diketahui bahwa wanita tersebut tidak akan mengalami haid lagi sesudah oprasi. Misal : jika oprasi itu beruapa untuk pengangkatan rahim atau memutus salauran (vasektomi) sehingga tidak ada lagi darah yang mengalir dari rahim, Maka kondisi seperti itu tidak diberlakukan padanya hukum istihadhah. Yang diberlakukan padanya hukum orang yang melihat warna kuning atau keruh atau basah sesudah masuk massa suci.

Maka dia tidak boleh meninggalkan shalat, puasa, tidak pula terlarang menggaulinya, dan tidak wajib baginya mandi karena keluarnya darah tersebut. akan tetapi yang harus di lakukan ketika hendak shalat adalah mencuci darah dan menyumbat kemaluannya dengan kain atau semacamnya untuk mencegah keluarnya darah, kemudian berwudhu untuk shalat. Dia tidak berwudu kecuali sesudah masuk waktu shalat jika.

2. tidak bisa di pastikan dia tidak akan haid lagi sesudah operasi. Bahkan mungkin dia akan mengalami haid lagi. Maka kondisi ini, hukumnya hukum wanita yang mengalami istihadhah.Rasulullah bersabda kepada Fatimah bintu Abi Hubaisy :

“ Darah tersebut sesungguhnya bukan haid. Jika telah tiba massa haidmu maka tinnggalkan shalat (HR. Al Bukhari)

Semoga bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post Hukum Istihadhah Saat Puasa Ramadhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Wudhu Sebelum Tidur Bagi Wanita Haid yang Harus Diketahui https://dalamislam.com/hukum-islam/wanita/hukum-wudhu-sebelum-tidur-bagi-wanita-haid Tue, 12 Feb 2019 04:21:22 +0000 https://dalamislam.com/?p=5350 Sebelum tidur memang dianjurkan untuk berwudhu terlebih dahulu agar tidurnya lebih berkah dan berkualitas. Sebagaimana yang tertuang dalam hadits berikut ini. Dari hadits Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ “Jika kamu mendatangi tempat tidurmu maka wudhulah seperti wudhu untuk shalat, lalu […]

The post Hukum Wudhu Sebelum Tidur Bagi Wanita Haid yang Harus Diketahui appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sebelum tidur memang dianjurkan untuk berwudhu terlebih dahulu agar tidurnya lebih berkah dan berkualitas. Sebagaimana yang tertuang dalam hadits berikut ini.

Dari hadits Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ

Jika kamu mendatangi tempat tidurmu maka wudhulah seperti wudhu untuk shalat, lalu berbaringlah pada sisi kanan badanmu.” (HR. Bukhari, no. 247; Muslim, no. 2710).

Baca juga :

Lalu bagaimana hukum wudhu sebelum tidur bagi wanita haid?

Ada beberapa pendapat mengenai hal ini. Beberapa diantaranya diulas lebih lanjut di bawah ini.

An-Nawawi menyebutkan pendapat ulama madzhab Syafiiyah,

أما أصحابنا فإنهم متفقون على أنه لا يستحب الوضوء للحائض والنفساء لأن الوضوء لا يؤثر في حدثهما فإن كانت الحائض قد انقطعت حيضتها صارت كالجنب

Para ulama mazhab kami (Syafi’iyah) sepakat bahwa tidak dianjurkan bagi wanita haid atau nifas untuk berwudhu (sebelum tidur) karena wudhunya tidak berdampak pada statusnya, karena ketika darah haidnya sudah berhenti (sedangkan dia belum mandi suci), hukumnya seperti orang junub.” (Syarh Shahih Muslim, 3/218)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وَهْوَ جُنُبٌ ، غَسَلَ فَرْجَهُ ، وَتَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa jika dalam keadaan junub dan hendak tidur, beliau mencuci kemaluannya lalu berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.” (HR. Bukhari, no. 288).

‘Aisyah pernah ditanya oleh ‘Abdullah bin Abu Qais mengenai keadaan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam,

كَيْفَ كَانَ يَصْنَعُ فِى الْجَنَابَةِ أَكَانَ يَغْتَسِلُ قَبْلَ أَنْ يَنَامَ أَمْ يَنَامُ قَبْلَ أَنْ يَغْتَسِلَ قَالَتْ كُلُّ ذَلِكَ قَدْ كَانَ يَفْعَلُ رُبَّمَا اغْتَسَلَ فَنَامَ وَرُبَّمَا تَوَضَّأَ فَنَامَ. قُلْتُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى جَعَلَ فِى الأَمْرِ سَعَةً.

“Bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika dalam keadaan junub? Apakah beliau mandi sebelum tidur ataukah tidur sebelum mandi?” ‘Aisyah menjawab, “Semua itu pernah dilakukan oleh beliau. Kadang beliau mandi, lalu tidur. Kadang pula beliau wudhu, barulah tidur.” ‘Abdullah bin Abu Qais berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan segala urusan begitu lapang.” (HR. Muslim, no. 307).

Baca juga :

Lantas apakah wanita haid sama seperti orang yang junub?

Mengenai hukum wudhu sebelum tidur bagi wanita haid, Al-Hafizh Ibnu Hajar menukil perkataan Ibnu Daqiq Al-‘Ied, Imam Syafi’i menyatakan bahwa anjuran (berwudhu sebelum tidur) tidaklah berlaku pada wanita haid. Karena meskipun ia mandi, hadatsnya tidak akan hilang (jika masih terus keluar darah). Hal ini berbeda dengan orang junub. Namun jika darah haid berhenti, namun belum langsung mandi wajib, maka statusnya sama seperti orang junub. (Fath Al-Bari, 1: 395)

Itulah penjelasan mengenai hukum wudhu sebelum tidur bagi wanita haid. Semoga dapat menjadi manfaat untuk Anda. Insya Allah. Pelajari pula adab wanita saat haid dalam Islam dan amalan-amalan yang dapat dilakukannya.

The post Hukum Wudhu Sebelum Tidur Bagi Wanita Haid yang Harus Diketahui appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Membaca Shalawat Saat Haid https://dalamislam.com/hukum-islam/wanita/hukum-membaca-shalawat-saat-haid Fri, 07 Dec 2018 07:36:44 +0000 https://dalamislam.com/?p=4713 Sebagai muslim, kita sangat dianjurkan untuk bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memperbanyak membaca shalawat tersebut. Hal ini dikarenakan, membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan perintah Allah SWT dan fadhilah shalawat di antaranya adalah sebab turunnya rahmat, pengampunan, dan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Dalam surat Al-Ahzab ayat 56 Allah […]

The post Hukum Membaca Shalawat Saat Haid appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sebagai muslim, kita sangat dianjurkan untuk bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memperbanyak membaca shalawat tersebut.

Hal ini dikarenakan, membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan perintah Allah SWT dan fadhilah shalawat di antaranya adalah sebab turunnya rahmat, pengampunan, dan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Dalam surat Al-Ahzab ayat 56 Allah SWT berfirman yang artinya,

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab : 56).

Keutamaan membaca shalawat ini dapat kita lihat melalui salah satu riwayat yakni dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak).” (HR. An-Nasai, Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Hakim, dishahihkan oleh Ibnu Hibban, al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi, juga oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (11/167) dan al-Albani dalam Shahihul adabil mufrad).

Yang dimaksud dengan shalawat berdasarkan dalil di atas adalah shalawat yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang shahih.

Dalam artian, shalawat yang biasa dibaca oleh kaum muslimin dalam shalat mereka ketika tasyahhud. Dalilnya adalah sebagai berikut.

Para sahabat radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada beliau shallallhu ‘alaihi wasallam, “(Wahai Rasulullah), sungguh kami telah mengetahui cara mengucapkan salam kepadamu, maka bagaimana cara kami mengucapkan shalawat kepadamu?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ucapkanlah : “Ya Allah, bershalawatlah kepada (Nabi) Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan keluarga beliau … dst seperti shalawat dalam tasyahhud.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Membaca dan memperbanyak membaca shalawat merupakan ibadah yang harus dikerjakan oleh kaum muslim, baik laki-laki maupun wanita.

Karena itu, agar syarat diterimanya ibadah dalam Islam terpenuhi maka ketika membaca shalawat haruslah ikhlas serta diniatkan karena Allah Ta’ala semata dan sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Jika beribadah dengan tidak ikhlas maka akan timbul perasaan kecewa atau tidak bersyukur yang merupakan ciri-ciri orang yang tidak ikhlas dalam beribadah kepada Allah SWT.

Bagaimanakah hukum membaca shalawat saat haid?

Dalam Islam, wanita yang sedang haid tidak diperkenankan untuk menjalankan beberapa ibadah seperti shalat (shalat wajib dan shalat sunnah) dan puasa (puasa wajib dan puasa sunnah).

Meskipun ada beberapa larangan saat haid, ada jenis ibadah lain yang tetap dapat dilakukan oleh wanita yang sedang haid yaitu membaca dzikir, takbir, tasbih, tahmid, dan bismillah ketika hendak makan atau pekerjaan lainnya, membaca hadits, fiqih, do’a dan aminnya, serta mendengarkan Al Qur’an. Hal ini didasarkan pada hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa berdzikir dalam setiap waktu.” (HR. Muslim)

Hal ini dijelaskan pula oleh Imam An-Nawawi rahimahullah dalam kitabnya At Tibyan yang  mengatakan,

“Para ulama kaum muslimin sepakat bahwa membaca tasbih, tahlil, tahmid, takbir, shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan dzikir-dzikir lainnya diperbolehkan bagi orang yang junub dan wanita haid.”

Para ulama Syafi-iyah mengatakan,

“Diperbolehkan bagi wanita haid dan orang yang junub mengucapkan Inna lillahi wa inna ilahi roji’un (QS. Al Baqarah : 156) ketika tertimpa musibah, namun jika dimaksudkan bukan untuk tilawab (membaca) Al Qur’an.”

Dari beberapa dalil dan penjelasan yang dikemukakan oleh Imam An-Nawawi dapat disimpulkan bahwa hukum membaca shalawat saat haid adalah dibolehkan bagi wanita sebagaimana hukum membaca Al Qur’an saat haid.

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum membaca shalawat saat haid. Semoga bermanfaat. Terima kasih.

The post Hukum Membaca Shalawat Saat Haid appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Membuang Rambut Saat Haid Menurut Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/wanita/hukum-membuang-rambut-saat-haid-menurut-islam Sat, 29 Sep 2018 02:06:16 +0000 https://dalamislam.com/?p=4402 Haid merupakan salah satu fitrah seorang wanita. Dalam Islam, seorang wanita yang sedang haid memiliki beberapa aturan tertentu, terutama dalam hal ibadah. Misalnya saja ketika melakukan shalat wajib atau shalat fardhu. Seorang wanita yang haid dilarang untuk melaksanakan shalat. Sebagaimana hadist berikut : “Dari Aisyah RA, “Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak […]

The post Hukum Membuang Rambut Saat Haid Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Haid merupakan salah satu fitrah seorang wanita. Dalam Islam, seorang wanita yang sedang haid memiliki beberapa aturan tertentu, terutama dalam hal ibadah. Misalnya saja ketika melakukan shalat wajib atau shalat fardhu. Seorang wanita yang haid dilarang untuk melaksanakan shalat.

Sebagaimana hadist berikut : “Dari Aisyah RA, “Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa? Itulah kekurangan agama si wanita” (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari dan Muslim)

Baca juga:

Dari Aisyah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ku halalkan masjid bagi orang yang junub dan haidh

Begitu pula firman Allah dalam QS Al-Waqi’ah : 79  “Tidak menyentuhnya (Al-Quran) kecuali orang-orang yang disucikan

Di samping beberapa aturan dalam Islam mengenai wanita haid, ada pula beberapa mitos tentang wanita haid yang beredar di masyarakat. Salah satunya adalah aturan mengenai membuang rambut saat haid.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memiliki sebuah pertanyaan, “Saat seorang sedang junub dan memotong kukunya atau kumis atau menyisir rambut, apakah salah?, Sebagian orang mengatakan jika orang yang memotong rambut atau kuku saat junub, maka semua bagian tubuhnya akan kembali saat hari kiamat dan menuntut pemiliknya untuk memandikannya dan apakah itu benar?”.

Syaikhul Islam lalu menjawab, “Terdapat hadis shahih dari Hudzifah dan Abu Hurairah radliallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang orang yang junub, kemudian beliau bersabda, ‘Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis.’ Dalam shahih Al-Hakim, ada tambahan, ‘Baik ketika hidup maupun ketika mati.’

Baca juga:

Sementara saya belum pernah mengetahui adanya dalil syariat yang memakruhkan potong rambut dan kuku, ketika junub. Bahkan sebaliknya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh orang yang masuk islam,

“Hilangkan darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah.” Beliau juga memerintahkan orang yang masuk islam untuk mandi. Dan beliau tidak memerintahkan agar potong rambut dan khitannya dilakukan setelah mandi. Tidak adanya perintah, menunjukkan bolehnya potong kuku dan berkhitan sebelum mandi…’” (Fatawa Al-Kubra, 1:275)

Imam Nawawi dalam kitab Raudlatut Thalibin mengatakan sebagai berikut.

ولو غسل بدنه إلا شعرة أو شعرات ثم نتفها قال الماوردي إن كان الماء وصل أصلها أجزأه وإلا لزمه إيصاله إليه وفي فتاوى ابن الصباغ يجب غسل ما ظهر وهو الأصح وفي البيان وجهان أحدهما يجب والثاني لا لفوات ما يجب غسله كمن توضأ وترك رجله فقطعت والله أعلم

Artinya, “Andaikan seseorang membasuh seluruh badannya kecuali sehelai atau beberapa helai rambut (bulu) kemudian ia mencabutnya, maka Imam Mawardi berpendapat, ‘Jika air dapat sampai ke akar helai itu, maka memadailah.

Tetapi jika tidak, maka ia wajib menyampaikan air ke dasar bulu itu.’ Sedangkan fatwa Ibnu Shobagh menyebutkan, ‘Wajib membasuh bagian yang tampak saja.’ Pendapat ini lebih sahih. Sementara kitab Albayan menyebut dua pendapat.

Pertama, wajib (membasuh bagian tubuh yang terlepas-pen). Kedua, tidak wajib. Karena, telah luput bagian yang wajib dibasuh. Ini sama halnya dengan orang yang berwudhu tetapi tidak membasuh kakinya, lalu diamputasi.” (Lihat Imam Nawawi, Raudlatut Thalibin wa Umdatul Muftiyin, Beirut, Darul Fikr, 2005 M/1425-1426 H, juz 1, halaman 125).

Baca juga:

Dalam sebuah hadis dari A’isyah, saat itu Aisyah mengikuti haji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesampainya di Mekkah Aisyah mengalami haid. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,

…..دعي عمرتك وانقضي رأسك وامتشطي

“Tinggalkan umrahmu, lepas ikatan rambutmu dan ber-sisir-lah…” (HR. Bukhari 317 & Muslim 1211)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan A’isyah yang sedang haid untuk menyisir rambutnya, hal ini menunjukkan bahwa tidak mengapa rambut yang rontok ketika haid.

Berdasarkan beberapa dalil di atas, jelas bahwa hukum membuang rambut saat haid adalah boleh. Maka justru mereka yang membuat hukum larangan membuang rambut saat haid adalah orang yang berdosa.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya yang paling besar dosa dan kejahatannya dari kaum muslimin adalah orang yang bertanya tentang hal yang tidak diharamkan, lantas hal tersebut menjadi diharamkan karena pertanyaannya tadi.” (HR Bukhari)

Justru hal yang dilarang saat wanita haid adalah melaksanakan shalat. Dari Mu’adzah, ia berkata bahwa ada seorang wanita yang berkata kepada ‘Aisyah,

أَتَجْزِى إِحْدَانَا صَلاَتَهَا إِذَا طَهُرَتْ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ كُنَّا نَحِيضُ مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلاَ يَأْمُرُنَا بِهِ . أَوْ قَالَتْ فَلاَ نَفْعَلُهُ

“Apakah kami perlu mengqodho’ shalat kami ketika suci?” ‘Aisyah menjawab, “Apakah engkau seorang Haruri?

Dahulu kami mengalami haid di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, namun beliau tidak memerintahkan kami untuk mengqodho’nya. Atau ‘Aisyah berkata, “Kami pun tidak mengqodho’nya.” (HR. Bukhari no. 321)

Begitu pula dengan berpuasa. Dalam hadits Mu’adzah, ia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.

‘Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’ Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.

Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’.” (HR. Muslim no. 335).

Berdasarkan kesepakatan para ulama pula, wanita yang dalam keadaan haid dan nifas tidak wajib puasa dan wajib mengqodho’ puasanya. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 28/ 20-21)

Baca juga:

Begitu pula dengan aktivitas jima’. Allah Ta’ala berfirman,

فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ

Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari (hubungan intim dengan) wanita di waktu haid.” (QS. Al Baqarah: 222).

Imam Nawawi berkata, “Mahidh dalam ayat bisa bermakna darah haid, ada pula yang mengatakan waktu haid dan juga ada yang berkata tempat keluarnya haid yaitu kemaluan. … Dan menurut ulama Syafi’iyah, maksud mahidh adalah darah haid.” (Al Majmu’, 2: 343)

Dan juga menyentuh mushaf Al quran.

Allah Ta’ala berfirman,

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan” (QS. Al Waqi’ah: 79)

Begitu pula sabda Nabi ‘alaihish sholaatu was salaam,

لاَ تَمُسُّ القُرْآن إِلاَّ وَأَنْتَ طَاهِرٌ

Tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali engkau dalam keadaan suci.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Itulah penjelasan mengenai hukum membuang rambut saat haid. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

The post Hukum Membuang Rambut Saat Haid Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Wanita Meninggal Saat Haid Menurut Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-wanita-meninggal-saat-haid Fri, 17 Aug 2018 02:18:10 +0000 https://dalamislam.com/?p=4084 Haid atau menstruasi merupakan salah satu kodrat sebagai seorang wanita sebagaimana kehamilan dalam islam. Haid merupakan siklus yang akan dialami setiap wanita setiap bulannya. Dalam islam sendiri dara haid merupakan kotoran, sehingga seorang wanita yang sedang haid tidak diperbolehkan melakukan aktivitas keagamaan seperti sholat, berpuasa atau juga membaca Al-Quran. Sebagaimana dalam hadis berikut ini : […]

The post Hukum Wanita Meninggal Saat Haid Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Haid atau menstruasi merupakan salah satu kodrat sebagai seorang wanita sebagaimana kehamilan dalam islam. Haid merupakan siklus yang akan dialami setiap wanita setiap bulannya. Dalam islam sendiri dara haid merupakan kotoran, sehingga seorang wanita yang sedang haid tidak diperbolehkan melakukan aktivitas keagamaan seperti sholat, berpuasa atau juga membaca Al-Quran. Sebagaimana dalam hadis berikut ini :

وَ يَسْأَلُوْنَكَ عَنِ اْلمَحِيْضِ، قُلْ هُوَ اَذًى فَاعْتَزِلُوا النّسَاءَ فِى اْلمَحِيْضِ وَ لاَ تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّى يَطْهُرْنَ. فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللهُ. اِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَ يُحِبُّ اْلمُتَطَهّرِيْنَ. البقرة:222

Mereka bertanya kepadamu tentang haidl. Katakanlah, “Haidl itu adah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri di wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka, sbelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah ereka itu ditempat yang diperintahkan Allah kepadamu. ssungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mebersihkan diri. [QS. Al-Baqarah : 222].

Ajal atau kematian adalah sesuatu yang tidak dapat dihindarkan, setiap manusia yang hidup pasti akan mati. Tidak ada manusia yang kekal di dunia ini.

وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّن قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِنْ مِّتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ }

Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. [Al Anbiya:34-35].

stiap manusia dapat dipanggil oleh sang pencipta dalam kondisi apapun. termasuk juga seorang wanita yang sedang haid. Lantas bagaimana hukum islam memandang mengenai hal ini apakah sama dengan hukum wanita meninggal saat hamil atau hukum wanita meninggal saat melahirkan . berikut penjelasn singkat mengenai Hukum Wanita Meninggal Saat Haid menurut islam.

Hukum Wanita Meninggal Saat Haid

Haid tidaklah berefek kebahagiaan dan kesengsaraan mayit secara langsung. Terkait perbedaan kesucian mayit wanita yang meninggal dalam keadaan haid dan yang tidak kita perlu membaca keterangan ahli ilmu terkait adanya perlakuan khusus untuk wanita yang meninggal dalam keadaan haid.

Imam an-Nawawi menerangkan:

Dalam madzhab kami wanita haidh dan laki-laki  yang junub bila meninggal maka dia dimandikan  sekali. Ini adalah pendapat seluruh Ulama’ kecuali al-Hasan al-Basri. Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab 5/152

Ibnu Quddamah menerangkan:

“Pendapat yang pertama lebih utama mengingat keduanya telah terlepas dari pembebanan hukum   syariat  . Tidak tersisa kewajiban ibadah atas mereka. Adapun pemandian mereka itu sifatnya untuk peribadatan dan supaya ketika dia keluar dari alam dunia dia dalam keadaan paling sempurna dalam hal kebersihan dan kecerahan. Al-Mughni 2/345

Dari sini bisa diketahui ada isyarat Ulama’ bahwa tidak ada bedanya antara mayit wanita yang meninggal dalam keadaan di masa haidnya atau dalam keadaan tidak. Untuk meninjau lebih jauh maka dapat menyimak Hukum Wanita Meninggal Saat Haid.

  1. Pertama 

Orang yang meninggal dalam kondisi haid sama sekali tidaklah menunjukkan dia suul khotimah, tidak pula pertanda dia orang yang buruk agamanya. Demikian pula orang yang meninggal karena junub, selama junub yang dia alami terjadi karena sebab yang mubah, seperti hubungan badan dengan istri atau mimpi basah.

Dulu ada sahabat yang digelari ‘ghasilul malaikah‘ (orang yang jasadnya dimandikan malaikat). Beliau adalah sahabat Handzalah bin Rahib radhiyallahu ‘anhu. Dalam kisahnya yang cukup terkenal, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Ishaq dan lainnya, Handzalah berangkat berjihad, mengikuti perang Uhud dalam kondisi junub, karena berhubungan dengan istrinya. Ketika jenazahnya dicari para sahabat di medan Uhud, mereka tidak menjumpainya. Sang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-pun memberi tahu, jenazahnya dimandikan Malaikat.

Hal yang sama juga dialami oleh Hamzah bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu, paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang syahid di Medan Uhud. Diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibnu Abbas:

أن حمزة رضي الله عنه استشهد وهو جنب

“Bahwa Hamzah radhiyallahu ‘anhu mati syahid dalam kondisi junub”

Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan: Sanadnya diterima (riwayat hasan) (Fathul Bari, 3:212).

2. Kedua

wanita yang meninggal ketika haid atau orang yang meninggal dalam kondisi junub, cukup dimandikan sekali, menurut pendapat yang lebih kuat, sebagaimana layaknya memandikan jenazah pada umumnya. Status mandi jenazah sudah dianggap menutupi kewajiban mandi karena sebab junub atau haid.

An-Nawawi mengatakan

مذهبنا أن الجنب والحائض إذا ماتا غسلا غسلا واحدا , وبه قال العلماء كافة إلا الحسن البصري فقال : يغسلان غسلين . قال ابن المنذر : لم يقل به غيره

“Pendapat madzhab syafiiyah, bahwa orang yang junub atau wanita haid yang meninggal, cukup dimandikan sekali. Ini merupakan pendapat seluruh ulama, kecuali Hasan al-Bashri, yang berpendapat: ‘Dia dimandikan dua kali’. Ibnul Mundzir mengomentari pendapat ini: ‘Tidak ada yang berpendapat demikian, selain Hasan al-Bashri.” (al-Majmu’, 5:123)

Sebagaimana hal ini berlaku bagi orang hidup. Ketika ada 2 sebab yang mewajibkan mandi, misalnya junub dan hari jumat, cukup dilakukan mandi besar sekali. Diqiyaskan dengan hadats. Ketika seseorang mengalami beberapa hadats kecil, misalnnya kentut, tidur pulas, dan buang air kecil, semua cukup dihilangkan dengan sekali wudhu.

3. Ketiga

Akan tetapi Jika orang haid dan nifas keluar darah setelah dimandikan dan belum dikafani, maka harus dibersihkan dengan air. Tidak diharuskan mengulangi mandi.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan,

Jika keluar najis dari kemaluan mayat setelah dimandikan dan belum dikafani, maka harus dibersihkan tanpa ada perbedaan. Dalam masalah mengulangi pembersihannya (mandi) ada tiga pendapat yang terkenal, yang paling kuat adalah tidak diwajibkan apapun. Karena dia telah keluar dari taklif (beban kewajiban) dalam masalah batal suci. Juga diqiyaskan seperti orang terkena najis dari orang lain. Maka cukup dibersihkan tanpa ada perbedaan.” (Syarh Al-Muhadzab, 5/138) Abu Al-Khattab –dari Hanabilah- memilih tidak mengulangi mandi dengan keluarnya hadats.” (Al-Kafi).

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Apa yang disebutkan Abu Al-Khattab lebih dekat dengan kebenaran. Karena disana tidak ada yang mengharuskan mandi janabah. Semua hadats yang keluar dari mayat setelah mati tidak diwajibkan mandi. Dari sini, pendapat Abu Al-Khattab itu yang kuat bahwa ketika ada yang keluar setelah selesai dimandikan, maka dibersihkan tempat (keluarnya) dan berusaha untuk menghentikan sesuatu yang keluar kemudian diwudukan.” (As-Syarh Al-Kafi)

itulah tadi, Hukum Wanita Meninggal Saat Haid menurut islam. Semoga dapat menjadi referensi atau tambahan pengetahuan bagi anda sebagaimana artikel tujuan penciptaan manusia , hakikat penciptaan manusia, proses penciptaan manusia, keutamaan doa seorang ibu, amalan ibu hamil dalam islam dan doa ibu hamil untuk anak dalam kandungan . Serta semoga artikel ini dapat bermanfaat.

The post Hukum Wanita Meninggal Saat Haid Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>