Hukum Zikir dengan Suara Keras, Bolehkah?

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Sebagai muslim, kita diperintahkan untuk selalu mengingat Allah SWT dengan cara zikir sebanyak-banyaknya. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an yang artinya,

“… dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
(QS. Al-Jumu’ah : 10)

Allah juga berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.”
(QS. Al-Ahzab : 41)

Zikir dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat tinggi karena zikir merupakan ibadah yang terbaik. Selain itu, zikir juga merupakan tujuan ibadah serta tujuan diciptakannya langit dan bumi. Karena itu, ketika berzikir, hendaknya seorang muslim harus bersandar pada adab-adab berzikir, salah satunya adalah bersuara lirih dan tidak meninggikan suara ketika berzikir.

Dari Abi Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata,

“Ketika bersama Rasulullah dalam safar, dan ketika mendekati lembah kita membaca tahlil dan takbir, suara kita meninggi, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Wahai manusia, lembutlah terhadap diri kalian, sesungguhnya kalian tidak menyeru Dzat yang tuli, dan Dzat yang tidak ada di tengah kalian, Dia bersama kalian, Maha Mendengar Dekat, Mahaagung dan Mahatinggi Namanya dan kebesaran-Nya.”
(HR. Bukhari)

Lalu, Bagaimana Hukum Zikir dengan Suara Keras?

Ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama terkait zikir dengan suara keras. Dan perbedaan pendapat ini telah berlangsung sejak zaman dahulu. Sebagian ulama membolehkan untuk zikir dengan suara keras dan sebagain lainnya memakruhkannya. Masing-masing memiliki dalil, tidak hanya dari Al Quran atau sunnah melainkan juga dengan berbagai hujjah. Berikut adalah ulasan singkatnya.

Baca juga:

1. Boleh

Hukum zikir dengan suara keras adalah boleh. Dasar hukumnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Dari Ibnu Abbas, beliau berkata,

“Sesungguhnya mengeraskan suara di kala berzikir seusai orang-orang melaksanakan shalat fardhu pernah dilakukan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.“

Selanjutnya Ibnu Abbas berkata,

“Aku mengetahuinya dan mendengarnya apabila mereka telah selesai dari shalatnya dan hendak meninggalkan masjid.”
(HR. Bukhari Muslim)

Sementara itu, menurut Al-Imam Asy-Syafi’i, hukum zikir dengan suara keras adalah sunat jika ditujukan untuk mengajarkan kepada para makmum. Imam Syihabuddin Al-Qasthalani menyatakan,

“Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah sebagaimana telah diceritakan oleh Imam Nawawi rahimahullah, mempertangguhkan hadits ini, bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya mengeraskan suaranya dalam berdzikir sehabis shalat fardhu itu bersifat temporer, karena ada motif mengajarkan sifat zikir, mereka tidak secara kontinyu mengeraskan suaranya.”

Dalam kitabnya, Al-Umm, Imam Syafi’I menyebutkan bahwa beliau memilih imam dan makmum agar berzikir setelah selesai shalat, dan merendahkan suara dalam berzikir kecuali bagi imam yang hendak mengajarkan zikir, harus mengeraskan suara hingga ia menganggap cukup mengerjakannya, setelah itu membaca secara sir (lirih).

Baca juga :

2. Makruh

Hukum zikir dengan suara keras adalah makruh. Dasar hukumnya adalah sebagai berikut.

a. Surat Al-A’raaf ayat 55 yang artinya,

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
(QS. Al-A’raaf : 55)

b. Surat Al-A’raaf ayat 205 yang artinya,

“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara.”
(QS. Al-A’raaf : 205)

c. Hadits riwayat Bukhari No. 2770

Dari Abi Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata,

“Ketika bersama Rasulullah dalam safar, dan ketika mendekati lembah kita membaca tahlil dan takbir, suara kita meninggi, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Wahai manusia, lembutlah terhadap diri kalian, sesungguhnya kalian tidak menyeru Dzat yang tuli, dan Dzat yang tidak ada di tengah kalian, Dia bersama kalian, Maha Mendengar Dekat, Mahaagung dan Mahatinggi Namanya dan kebesaran-Nya.”
(HR. Bukhari)

Dari ulasan di atas, disimpulkan bahwa hukum berzikir dengan suara lembut maupun suara keras adalah boleh dan makruh dan masing-masing memiliki dasar hukumnya sendiri. Sebaiknya, sebagai muslim, mengembangkan sikap saling menghargai karena merupakan jalan terbaik dibandingkan memperdebatkannya

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum zikir dengan suara keras. Artikel lainnya yang dapat dibaca di antaranya adalah keutamaan berdzikir, keutamaan dzikir setelah shalat, bacaan doa dan dzikir setelah shalat, keutamaan dzikir pagi dan petang, keutamaan dzikir pagi dalam Islam, dzikir harian Nabi Muhammad SAWamalan dzikir di bulan ramadhan,  dzikir pembuka rezeki, dan bacaan dzikir untuk siang hari. Semoga bermanfaat.

fbWhatsappTwitterLinkedIn