Hukum marah dalam islam sebenarnya memiliki aturan yang harus diperhatikan. Hendaknya kita disarankan untuk menahan marah apalagi karena mengikuti hawa nafsu yang ujung – ujungnya tidak membawa manfaat apapun bagi diri kita bahkan orang lain. Marah bisa jadi justru menimbulkan penyakit seperti darah tinggi.
Baca juga :
- hukum puasa muharram
- hukum puasa 1 muharram
- hukum memakai behel dalam islam
- hukum aborsi dalam islam
- hukum membaca al fatihah bagi makmum
Marah dalam Islam
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Berilah aku wasiat”. Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau jangan marah!” (HR al-Bukhari)
Di dalam kitab suci Al-Qur’an sudah terdapat penjelasan mengenai kemarahan dari Allah Swt. Kemarahan tersebut beralasan karena hanya ditujukan kepada mereka – mereka yang tidak taat seperti halnya orang-orang kafir, oarang – orang yang senang berbuat musyrik, orang – orang munafik, dan juga orang-orang yang sudah melampaui batas-Nya. Kemudian Allah Swt berfirman pada surat Al Fath ayat 6 dengan penjelasan sebagai berikut :
“Dan Dia mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan (juga) orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (adzab) yang buruk, dan Allah murka kepada mereka dan mengutuk mereka, serta menyediakan neraka Jahannam bagi mereka. Dan (neraka Jahannam) itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al-Fath/48 : 6)
Pada artikel kali ini saya akan membahas lebih dalam mengenai hukum marah yang mungkin bisa anda jadikan sebagai referensi. Hukum marah dalam islam terbagi dalam beberapa kategori, tentunya sesuai dengan situasi dan juga kondisi, yuk simak penjelasannya bersama – sama sebagai berikut :
Baca juga :
- pembagian warisan menurut hukum islam
- hukum bekerja dalam islam
- hukum shalat berjamaah dengan pacar
- hukum qurban sebelum aqiqah
- hukum menunda mandi wajib setelah haid
1. Wajib
Terkadang marah memang wajib untuk dilakukan, apalagi jika agama kita dilecehkan bahkan dihina, maka sudah sewajarnya kita marah. Kemudian bisa juga ketika kita dihadapkan dengan perbuatan maksiat yang dilakukan terang – terangan, kita juga wajib marah dan sebagai sesama muslim harus saling mengingatkan.
“Apabila kalian melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangan/kekuasaanya, apabila tidak mampu, maka ubahlah dengan ucapan/lisan (nasihat), apabila tidak mampu, maka ubahlah dengan hati. Dan yang terakhir, inilah wujud serendah-rendahnya iman. (H. R. Muslim).
2. Sunnah
Marah bisa dikategorikan ke dalam perbuatan sunnah karena adanya perbedaan pendapat di masyarakat terhadap suatu tindakan seperti contohnya pada saat sedang menjadi imam shalat melafalkan ayat – ayat suci Al – Qur’an dengan memanjangkannya.
Tentunya tidak semua orang berkenan dengan perbuatan tersebut. Marah karena tindakan yang dilakukan oleh imam tersebut bisa dikatakan dalam kategori sunnah. Tapi jika hal tersebut menyangkut bacaan ayat suci Al – Quran yang dilantunkan sesuai selera orang yang melantunkan, saya kira tidak perlu dipermasalahkan.
Beda lagi jika pelantunan ayat suci Al Qur’an tersebut tidak memperhatikan tajwid, kita berhak marah untuk mengingatkan.
3. Mubah
Mubah dalam islam sendiri mempunyai hukum yang masih boleh untuk dilakukan. Untuk penjelasan mengenai dalil bisa ditemukan pada suatu hal yang memang pernah terjadi pada sahabat Rasulullah Saw yakni Abu Bakar RA. Pada saat itu beliau sedang meluapkan ketidaksukaannya dengan marah kepada anaknya.
Hal tersebut bukan tanpa alasan, pasalnya anaknya belum memberikan makan pada tamu. Sedangkan tamu yang datang itu dengan sengaja tidak mau makan terlebih dahulu sebelum Abu Bakar datang. Dan beliau harus makan dulu kemudian tamu tersebut baru makan.
Itulah yang sudah menjadi keputusan tamu itu sendiri dan bukan salah dari anaknya Abu Bakar. Namun Abu Bakar tetap saja marah kepada anaknya karena dianggap mengabaikan seorang tamu. Oleh karena Abdurrahman sempat menghindar dari Abu Bakar dan bersembunyi karena sangat takut apabila dimarahi.
baca juga:
- Keutamaan Shalat Tahiyatul Masjid
- Keutamaan Puasa Ayyamul Bidh
- Keutamaan Sabar Dalam Islam
- Keutamaan Hari Jumat Bagi Wanita
- Keutamaan Menjaga Lisan dalam Islam
4. Makruh
Arti dari perbuatan makruh ialah suatu tindakan yang jika dilakukan dengan sengaja atau pun tidak sengaja maka tidak akan mendapatkan berdosa, namun apabila menjauhinya justru akan mendapatkan pahala. Tentunya keduanya bukanlah pilihan yang sulit untuk dilakukan. Bisa kita lihat dari suatu kejadian antara Sa’ad dengan Rasulullah Saw. Pada saat itu Sa’ad memang sengaja mengajuka pertanyaan kepada Rasulullah Saw untuk memastikan saja perihal seumpama ada seorang lelaki yang sedang melakukan zina dengan istrinya.
Kemudian ia bermaksud akan langsung membunuh lelaki tersebut tanpa melalui proses mendatangkan empat orang saksi terlebih dahulu. Berarti tindakan marah yang dilakukan oleh Sa’ad ini merupakan tindakan yang masuk dalam kategori makruh karena ucapan yang ia lontarkan baru saja hanyalah sebuah pengandaian belaka.
baca juga:
- Sifat Orang yang Bertakwa
- Jual Beli Kucing dalam Islam
- Tanggung Jawab Anak Lelaki terhadap Ibu
- Amalan Penghapus Dosa Besar
- Kuku Panjang dalam Islam
5. Haram
Perbuatan atau tindakan meluapkan emosi dan juga kemarahan dengan menggunakan perkataan kotor, caci maki yang melampaui batas, hinaan yang menyakiti hati seseorang dan juga berbagai kata keji yang tidak pantas diucapkan bisa tergolong dalam kategori marah yang hukumnya diharamkan.
Hal seperti itu bisa terjadi karena kita tidak bisa mengendalikan hawa nafsu dan selanjutnya setan pun ikut campur di dalamnya, sehingga timbulah perbuatan yang melampaui batas. Padahal perbuatan tersebut sebenarnya tidak perlu dilakukan, dan hanya ke depannya hanya akan merugikan kedua belah pihak saja.
Ayat – Ayat Di Dalam Al Qur’an Yang Menjelaskan Tentang Marah
Berikut ini adalah beberapa dalil Al-quran yang menjelaskan tentang sifat marah yang dimiliki setiap manusia, diantaranya adalah:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: “Bersujudlah kamu kepada Adam”, maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.” (QS. Al – Araf : 11)
Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari Tanah.” (QS. Al – Araf : 12)
Allah berfirman: “Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina.” (QS. Al – Araf : 13)
Iblis menjawab: “Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan.” (QS. Al – Araf : 14)
Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.” (QS. Al – Araf : 15)
Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,” (QS. Al – Araf : 16)
kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (QS. Al – Araf : 17)
Allah berfirman: “Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahannam dengan kamu semuanya.” (QS. Al – Araf : 18)
(Dan Allah berfirman): “Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al – Araf : 19)
Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata: “Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga).” (QS. Al – Araf : 20)
Dan dia (syaitan) bersumpah kepada keduanya. “Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua.” (QS. Al – Araf : 21)
maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (QS. Al – Araf : 22)
Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al – Araf : 23)
Allah berfirman: “Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan.” (QS. Al – Araf : 24)
Allah berfirman: “Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan.” (QS. Al – Araf : 25)
Bacakan juga :
- hukum kawin lari dalam islam
- hukum-shalat-berjamaah dengan wanita yang bukan muhrim
- hukum mengemis dalam islam
- hukum memelihara kucing dalam islam
- hukum wanita memakai celana
Dapat diambil kesimpulan bahwa artikel mengenai hukum marah dalam islam di atas yang diulas secara detail dan dikemas dengan menarik, diharapkan bisa membantu memudahkan dalam mempelajari serta memahaminya lebih dalam lagi.
Sehingga nantinya mungkin bisa dijadikan sebagai bahan referensi yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari – hari dan menambah wawasan bagi anda. Sampai disini dulu ya artikel kali yang membahas mengenai hukum marah dalam islam. Semoga bisa bermanfaat bagi anda dan terima kasih sudah meluangkan sedikit waktu untuk membaca artikel saya ini.